14 Oktober 2025
11:52 WIB
Perang Dagang Mereda, Rupiah Balik Menguat Ke Rp16.563
Analis memproyeksikan rupiah berpotensi menguat seiring tensi perang dagang pekan lalu antara AS dengan China mereda. Penguatan rupiah juga didukung nada dovish The Fed.
Petugas menyusun uang pecahan rupiah di Kantor Cabang BSI KC Mayestik, Jakarta, Kamis (28/12/2023). Antara Foto/Muhammad Adimaja
JAKARTA - Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong memproyeksikan, nilai tukar (kurs) rupiah berpotensi menguat seiring tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China mereda.
“Retorika Trump lebih lembut, tidak lama setelah dia mengancam 100% tarif tambahan untuk China. Trump mengatakan bahwa China akan baik-baik saja, dan AS mau membantu mereka,” katanya melansir Antara, Jakarta, Selasa.
Baca Juga: Rupiah Terdesak Pasca Perang Dagang AS-China Kembali Memanas
Berdasarkan pantauan, nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Selasa (14/10) di Jakarta, menguat sebesar 0,06% atau 10 poin, dari sebelumnya Rp16.573 menjadi Rp16.563 per dolar AS.
Sementara itu, Bloomberg mencatat, rupiah di pasar spot terhitung menguat tipis terhadap dolar AS pada pukul 10.45 WIB sebesar 0,07% atau 12 poin. Saat ini rupiah ditransaksikan sekitar Rp16.561 per dolar AS.
Adapun pelemahan dolar AS juga sudah terendus dari pergerakan indeks dolar DXY kemarin (13/10) yang ditutup melemah 0,07% ke level 99,19 poin.
Presiden AS Donald Trump sempat mengancam China dengan pengenaan tarif baru sebesar 100% terhadap barang-barang dari Negeri Tirai Bambu dan membatasi ekspor 'perangkat lunak penting'.
Ketegangan AS-China kembali muncul setelah China pada Kamis (9/10), mengumumkan pembatasan ekspor unsur tanah jarang yang memperluas kontrol atas teknologi pemrosesan dan manufaktur. Kebijakan tersebut juga melarang kerja sama dengan perusahaan asing tanpa izin pemerintah terlebih dulu.
Kementerian Perdagangan China menyatakan pembatasan ekspor unsur tanah jarang dilakukan untuk menjaga keamanan dan kepentingan nasional, termasuk kontrol ekspor pada teknologi penambangan, peleburan, pemisahan, produksi material magnetik, serta daur ulang sumber daya sekunder.
Sebagai 'balasannya' pada Jumat (10/10), Trump menyebut China menjadi 'sangat bermusuhan' serta menjadikan AS dan seluruh dunia 'sandera; lewat kebijakan pengetatan ekspor secara mendadak.
Karena itu, AS akan mulai memberlakukan tarif sebesar 100% pada 1 November 2025 atau lebih cepat, tergantung apa yang dilakukan China selanjutnya.
Baca Juga: Tensi Perang Dagang Naik, China Ancam Balik AS
Namun, sikap Trump menjadi lebih lunak setelah indeks saham utama AS turun tajam pada Jumat (10/10), akibat kekhawatiran pasar karena isu perang dagang kembali mencuat.
Pada Minggu (12/10), Trump menulis di media sosial agar publik tidak terlalu khawatir soal China. Presiden AS ini menyebut, Presiden China Xi Jinping hanya sedang mengalami masa sulit, sembari menggarisbawahi bahwa kebijakan yang ditempuh merupakan upaya AS dan China untuk tidak membuat depresi ekonomi bagi masing-masing.
Trump juga mengklarifikasi, respons terakhirnya merupakan bentuk 'bantuan' AS kepada ekonomi China, bukan menyakiti.
Lukman kembali menyampaikan, ekspektasi penguatan rupiah pun didukung oleh naiknya prospek pemangkasan suku bunga The Fed setelah komentar dovish dari Kepala The Fed Philadelphia Anna Paulson yang mengantisipasi pemangkasan suku bunga yang lebih besar ke depannya, karena ancaman inflasi dari tarif tak sebesar yang dikhawatirkan.
“Berdasarkan sentimen-sentimen tersebut, kurs rupiah diperkirakan berkisar Rp16.500-Rp16.600 per dolar AS,” papar Lukman.