c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

13 Oktober 2025

10:10 WIB

Rupiah Terdesak Pasca Perang Dagang AS-China Kembali Memanas

Analis mengatakan nilai tukar rupiah melemah karena kekhawatiran eskalasi perang dagang China-AS. Kondisi ini diperkirakan bakal cenderung menekan kekuatan mata uang emerging market.

<p>Rupiah Terdesak Pasca Perang Dagang AS-China Kembali Memanas</p>
<p>Rupiah Terdesak Pasca Perang Dagang AS-China Kembali Memanas</p>
Teller melayani jual beli mata uang Dolar AS di sebuah tempat penukaran uang, Jakarta. Antara Foto/Subur Atmamihardja

JAKARTA - Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong mengatakan nilai tukar (kurs) rupiah melemah karena kekhawatiran eskalasi perang dagang China-Amerika Serikat (AS).

“Dolar indeks sendiri turun cukup besar setelah Trump (Presiden AS) mengancam akan menambahkan tarif sebesar 100% kepada China, namun mata uang yang sensitif dengan tarif dan ekonomi China seperti rupiah dan mata uang EM (Emerging Market) lainnya berpotensi lebih tertekan,” ucapnya melansir Antara, Jakarta, Senin (13/10).

Baca Juga: Tensi Perang Dagang Naik, China Ancam Balik AS

Adapun data indeks DXY kemarin (12/10) ditutup melemah 0,05% secara harian ke level 98,92, atau cenderung melemah dan kembali mendekat ke batas bawah DXY setahun terakhir di kisaran 96,21-110,17.

Berdasarkan pantauan, pada pembukaan perdagangan Senin (13/10) di Jakarta, nilai tukar rupiah melemah sebesar 0,12% atau 20 poin, dari sebelumnya Rp16.570 menjadi Rp16.590 per dolar AS.

Meski demikian, Bloomberg mencatat, pergerakan rupiah yang tertekan tersebut kontras dengan dolar AS di pasar spot yang dipantau pada pukul 09.47 WIB (13/10) tampak bergerak menguat tipis 0,08% atau sekitar 13 poin. 

Sementara ini, rupiah ditransaksikan sekitar Rp16.583 per dolar AS, dengan perkiraan pergerakan harian di kisaran Rp16.561-16.592 per dolar AS.

Mengutip Anadolu, Trump berjanji mengenakan tarif baru sebesar 100% terhadap barang-barang China dan membatasi ekspor 'perangkat lunak penting' setelah Beijing mengumumkan pembatasan ekspor mineral tanah jarang.

AS menargetkan penerapan tarif tersebut sejak 1 November 2025 atau lebih cepat, tergantung tindakan atau perubahan lebih lanjut yang diambil oleh China.

Trump sebelumnya mengecam pengumuman Beijing, dengan mengatakan bahwa saat ini 'tidak ada alasan' untuk menindaklanjuti rencana pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Korea Selatan akhir bulan ini.

China mengumumkan pembatasan ekspor unsur tanah jarang yang baru pada Kamis (9/10). Pembatasan tersebut memperluas batasan pada teknologi pemrosesan dan manufaktur serta melarang kerja sama dengan perusahaan asing tanpa izin pemerintah terlebih dulu.

Baca Juga: Rupiah Diperkirakan Bergerak Anteng Kisaran Rp16.525-16.615

Kementerian Perdagangan China mengatakan, langkah-langkah tersebut bertujuan untuk menjaga keamanan dan kepentingan nasional dengan memberlakukan kontrol ekspor pada teknologi terkait unsur tanah jarang, termasuk penambangan, peleburan dan pemisahan, produksi material magnetik, dan daur ulang sumber daya sekunder.

Teknologi dan data terkait yang melibatkan penambangan, peleburan dan pemisahan unsur tanah jarang, peleburan logam, manufaktur material magnetik, dan daur ulang sumber daya sekunder tanah jarang, serta perakitan, pemeliharaan, dan peningkatan lini produksi terkait, tidak dapat diekspor tanpa izin resmi.

Menurut Lukman, perang dagang yang berlangsung antara AS dengan China akan memberikan ancaman terhadap dolar, terutama mata uang regional Asia yang sangat tergantung terhadap China dalam hal ekonomi.

“(Kebijakan tarif) menurut dia (Trump) demi kejayaan negara AS-MAGA (Make America Great Again). Namun, menurut saya kebijakannya justru setback (kemunduran),” ujar dia.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar