20 Februari 2024
17:50 WIB
Penulis: Erlinda Puspita
JAKARTA - Direktur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) Djoni Liano menyatakan jika Indonesia dalam kondisi krisis terhadap ketersediaan daging sapi untuk konsumsi masyarakat.
Krisis terjadi karena peningkatan produksi dan produktivitas ternak sapi lokal belum mampu mengimbangi laju peningkatan kebutuhan dan konsumsi daging sapi di masyarakat, yang dinilai cenderung meningkat setiap tahun.
“Berdasarkan neraca kebutuhan konsumsi daging sapi, maka terjadi defisit sebanyak 453.000 ton atau setara 2,5 juta ekor sapi siap potong. Indonesia dalam kondisi kritis ketersediaan daging sapi untuk konsumsi masyarakat,” kata Djoni dalam keterangannya, Selasa (20/2).
Djoni menyampaikan, berdasarkan hasil analisis pemerintah terkait konsumsi daging sapi per kapita, pada tahun 2024 ini diperkirakan sebesar 2,57 kg per kapita per tahun (kg/kap/th), sedangkan jumlah penduduk mencapai sekitar 279.965.000 jiwa. Oleh karena itu, diproyeksikan, kebutuhan konsumsi daging sapi nasional tahun ini sekitar 720.375 ton.
Selanjutnya, data populasi ternak hasil sensus 2023 disampaikan Djoni sekitar 11,3 juta ekor sapi dan 470,9 ribu ekor kerbau.
Dari jumlah populasi tersebut dan struktur populasi ternak (anak, muda, dewasa), maka produksi daging yang dihasilkan dari ternak sapi dan kerbau lokal sebesar 281.640 ton atau hanya 39,1% dari kebutuhan konsumsi.
Baca Juga: KADIN DKI Ajak UMKM Buka Gerai Daging Jelang Ramadan
Sementara itu, berdasarkan prognosa neraca pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) stok awal tahun 2024 untuk daging sapi dan kerbau sebanyak 130.153 ton dengan produksi dalam negeri sebanyak 422.649 ton dan rencana impor sepanjang 2024 sebanyak 389.024 ton. Dikurangi kebutuhan daging sapi dan kerbau nasional sebesar 720.375 ton, maka diperkirakan stok akhir tahun untuk daging sapi dan kerbau sebesar 221.451 ton.
Besaran rencana impor daging sapi dan kerbau yang telah ditetapkan pemerintah tersebut, menurut Djoni sebagai langkah tepat untuk memenuhi kekurangan daging sapi, sekaligus menjaga terjadinya pengurasan populasi ternak sapi dan kerbau lokal.
“Sebaliknya, jika pemerintah tidak melakukan impor sapi bakalan maka Gapuspindo memprediksi dalam waktu empat tahun ke depan populasi ternak sapi dan kerbau akan punah. Sehingga terperangkap di ketergantungan impor ternak sapi bakalan atau food trap daging sapi,” jelasnya.
Sapi bakalan adalah jenis sapi potong yang dipelihara selama periode waktu tertentu untuk mencapai bobot badan maksimal pada umur optimal untuk dipotong.
Djoni pun menyarankan agar pemerintah sebaiknya memberikan porsi impor sapi bakalan yang lebih besar, karena dianggap memiliki efek berganda dan nilai tambah yang cukup besar di dalam negeri.
Menurutnya, sapi bakalan yang diimpor tersebut harus dilakukan proses penggemukan selama 2-3 bulan yang memanfaatkan sumber daya lokal seperti bahan baku pakan, penyerapan tenaga kerja, dan mendongkrak 120 sektor seperti logistik hingga rumah potong hewan.
Perizinan Importasi Daging
Djoni juga mengaku jika saat ini seluruh industri penggemukan sapi potong yang tergabung dalam Gapuspindo telah memperoleh persetujuan impor (PI) melalui Inatrade ke kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 16 Februari 2024. PI ini telah diatur melalui Permendag Nomor 25 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, yaitu seluruh pelaku usaha ternak sapi potong mengajukan permohonan PI melalui Inatrade ke Kemendag.
Pada Permendag 25/2022 pasal 8 juga diatur jangka waktu paling lama 5 hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima sesuai dengan persyaratan, maka PI wajib diterbitkan oleh Kemendag.
“Seluruh anggota sedang memproses importasi sapi bakalan secara bertahap untuk memenuhi kebutuhan daging sapi segar yang berasal dari sapi potong pada bulan puasa dan lebaran Idulfitri yang kebutuhannya rata-rata meningkat 2 kali dari kebutuhan normal,” ujar Djoni.
Baca Juga: ID FOOD Bakal Impor 20 Ribu Ton Daging Sapi Di 2024
Besaran rencana impor daging sapi dan kerbau tersebut juga menurut Djoni telah ditetapkan berdasarkan rapat koordinasi terbatas (Rakortas) di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI.
Di sisi lain, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto Siregar meminta agar Kemendag tidak tergesa-gesa untuk menerbitkan PI daging sapi bakalan asal Australia, namun lebih baik mengutamakan sapi dari peternak lokal. Selain memperhitungkan waktu, ia juga meminta agar Kemendag memperhitungkan jumlah sapi yang akan diimpor.
“Tentu harus dipertimbangkan timingnya, tidak bisa 400 ribu sapi bakalan masuk ke dalam negeri sekaligus, karena akan menyebabkan anjloknya harga daging. (Jumlah) harus diperhitungkan secara cermat berapa banyak yang masuk untuk memenuhi kebutuhan daging bulan Ramadan, Syawal, dan Iduladha. Juga persebarannya di beberapa daerah, jangan menumpuk di satu daerah tertentu,” tutur Hermanto dalam keterangannya, dikutip Selasa (20/2).