c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

09 Agustus 2025

08:48 WIB

Penggilingan Takut Olah Beras Apek, Ombudsman Minta Bapanas Tunda Kebijakan

Ombudsman membeberkan banyak penggilingan beras enggan menyerap beras Bulog yang berpotensi apek. Ombudsman minta aturan Perbadan 2/2023 ditunda sementara. 

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Khairul Kahfi

<p>Penggilingan Takut Olah Beras Apek, Ombudsman Minta Bapanas Tunda Kebijakan</p>
<p>Penggilingan Takut Olah Beras Apek, Ombudsman Minta Bapanas Tunda Kebijakan</p>

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengungkapkan banyak perusahaan penggilingan beras enggan mengolah beras Bulog karena khawatir dengan kualitasnya, Jakarta, Jumat (8/8). ValidnewsID/Erlinda PS

JAKARTA - Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengungkapkan, banyak perusahaan penggilingan beras enggan mengolah beras Bulog karena khawatir dengan kualitasnya. Ombudsman meminta pemerintah menunda aturan terkait mutu dan pelabelan beras. Pengusaha Tolak Beras Bulog, Ombudsman Minta Peraturan Ditunda

Yeka menyebut, pelaku usaha penggilingan enggan menyerap karena takut melanggar Perbadan 2/2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras. Lantaran mayoritas beras Bulog sudah tersimpan lama, bahkan setahun lebih di gudang.

"Saya tanya pelaku usaha, 'kalau Bulog mau melepas berasnya, mau enggak menyerap?' Belum tentu, takut, karena Perbadan 2/2023 tentang mutu beras. Kemudian beras yang ada di Bulog itu kan impor tahun lalu, ada yang umurnya sudah satu tahun lalu dari Februari 2024, mohon maaf, bau apek," ungkapnya dalam Konferensi Pers 'Mengurai Masalah Layanan Publik dalam Pusaran Polemik Beras Oplosan', Jakarta, Jumat (8/8).

Baca Juga: Ombudsman Sebut Banyak Penggilingan Beras Tutup Imbas Stok Menipis

Dalam Perbadan 2/2023 tersebut, pemerintah membagi kelas mutu beras menjadi empat, yaitu premium, medium, submedium, dan pecah. 

Seluruh kelas mutu beras tersebut memiliki kadar derajat sosoh yang sama, minimal 95% dan derajat kadar air maksimal 14%. Parameter yang membedakan, pertama, butir menir maksimal di premium 0,5%, medium 2,0%, submedium 4,0%, dan pecah 5,0%.

Parameter kedua, butir patah maksimal di premium 15%, medium 25%, submedium 40%, dan pecah dia atas 40%. Ketiga, total butir beras lainnya maksimal di premium 1%, medium 4%, submedium 5%, dan pecah 5%.

Keempat, parameter butir gabah maksimal di premium adalah 0 butir/100g, medium 1 butir/100g, submedium 22 butir/100g, dan pecah 3 butir/100g. Kelima, parameter benda lain maksimal 0% di premium, 0,05% di medium, submedium, dan beras pecah.

Yeka menambahkan, dalam aturan tersebut terdapat larangan produsen beras untuk mengolah beras berbau apek. Aturan ini tertulis di Pasal 5 Ayat 1, setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor beras untuk diedarkan wajib memenuhi persyaratan paling sedikit bebas hama, bebas bau apek, asam, dan bau asing lainnya, serta persyaratan keamanan.

Dari kekhawatiran pengusaha penggilingan beras, Yeka pun meminta pemerintah menunda sementara penerapan Perbadan Nomor 2 Tahun 2023, agar produsen tetap bisa leluasa mengolah beras Bulog. Sehingga berdampak pada naiknya jumlah pasokan di penggilingan.

"Oleh karena itu, Ombudsman menilai shortcut (penundaan Perbadan) ke depan. Harapannya Badan Pangan Nasional lentur untuk menunda pemberlakukan Perbadan ini, agar beras bisa tersedia di pasar. Ini harus segera dilepas (beras Bulog)," imbuhnya.

Baca Juga: Bapanas: Kebijakan Beras Baru Terapkan Periode Transisi Dan Zonasi Harga

Kendati menyebut beras di gudang Bulog kemungkinan beraroma apek, Yeka menegaskan, beras tersebut masih aman untuk dikonsumsi setelah diolah lebih lanjut. Aroma apek hanya karena permasalahan penyimpanan.

Selain mutu yang dinilai tak sesuai aturan, Yeka menjelaskan, para produsen atau penggilingan juga takut ketika pengemasan tak sesuai.

"Mereka mau beli (beras Bulog) takut salah, mau menggiling dan menjual takut salah, kemasan takut salah. Mereka akhirnya pakai karung polos karena takut," tandas Yeka.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar