16 April 2024
19:44 WIB
Pengamat Ungkap Dampak Rupiah Ambles ke Rp16.000 Bagi Perbankan
Pengamat Perbankan mengatakan dampak rupiah ambles ke Rp16.000 bagi sektor perbankan dapat dilihat dari beragam sisi. Apa saja?
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Fin Harini
Petugas melayani penukaran uang rupiah di gerai penukaran uang Dolarasia Money Changer, Jalan Alternatif Cibubur, Bekasi, Jumat (15/12/2023). ValidNewsID/Darryl Ramadhan
JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ambles hingga menyentuh level Rp16.000 per dolar AS.
Bahkan, berdasarkan data Bloomberg, rupiah melemah 2,07% atau 327,50 poin hingga menyentuh level Rp16.175,50 per dolar AS hingga saat ini, Selasa (16/4). Lantas, bagaimana dampaknya ke bisnis perbankan di Indonesia?
Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo mengatakan dampak bagi sektor perbankan dapat dilihat dari beragam sisi.
"Sisi portfolio aset korporasi terutama yang terkait perdagangan internasional, baik ekspor atau impor akan terpengaruh pada rantai pasokan dan distribusi/logistik," kata lelaki yang akrab disapa Didiet saat dihubungi Validnews, Selasa (16/4).
Baca Juga: Global Berat, Rupiah Berpotensi Melemah Ke 16.000 Usai Lebaran
Sementara dari sisi aset dan liabilities, lanjut dia, valas akan terpengaruh karena melemahnya rupiah terhadap dolar, posisi long/short valas menuntut bank segera menyusun strategi hedging yang tepat.
Sedangkan pada sisi retail dalam negeri akan terpengaruh. Lantaran, nasabah perorangan akan mulai mempertimbangkan investasi yang aman dalam jangka panjang, meski dengan janji imbal hasil lebih rendah, di mana tabungan akan beralih ke deposito dan pasar uang.
Oleh karena itu, menurut Didiet, bank dapat melakukan beberapa mitigasi dalam upaya agar tetap berdiri kokoh.
"Secara umum bank dapat melakukan mitigasi dengan melakukan hedging valas, melakukan diversifikasi produk/layanan kepada debitur, dan melakukan strategi manajemen risiko yang lebih efektif untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengelola risiko nilai tukar," jelas dia.
Rupiah Ambles
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyampaikan bahwa dalam perdagangan Selasa (16/4) sore ini, mata uang rupiah ditutup melemah 328 poin, walaupun sebelumnya sempat melemah 335 poin di level Rp16.176 dari penutupan sebelumnya di level Rp15.840.
Sedangkan untuk perdagangan besok, ia memproyeksikan mata uang rupiah fluktuatif, namun ditutup melemah direntang Rp16.160-Rp16.250.
Lebih lanjut, Ibrahim menjelaskan, indeks dolar menguat pada hari ini karena sejumlah faktor baik dari eksternal maupun internal.
"Dari eksternal, greenback menguat karena inflasi yang masih stagnan dan pertumbuhan yang kuat menyebabkan investor menunda ekspektasi mengenai kapan Federal Reserve kemungkinan akan mulai menurunkan suku bunganya," ungkap Ibrahim kepada media, Selasa (16/4).
Bank sentral AS kini juga memperkirakan akan melakukan pemotongan lebih sedikit dibandingkan sebelumnya. Para pedagang sekarang memperkirakan kurang dari dua kali pemotongan sebesar 25 basis poin (bps) pada akhir tahun, setelah sebelumnya memperkirakan tiga kali pemotongan.
Presiden Fed New York John Williams mengatakan pada Senin (15/4) bahwa kebijakan Fed berada dalam kondisi yang baik dan masih bersifat restriktif. Ia juga menambahkan pandangannya sendiri bahwa penurunan suku bunga kemungkinan akan dimulai tahun ini.
Investor pun turut fokus pada meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, yang dipandang sebagai peningkatan permintaan terhadap safe haven dolar AS.
Israel menghadapi tekanan yang semakin besar dari sekutunya pada Senin untuk menunjukkan pengendalian diri dan menghindari eskalasi konflik di Timur Tengah. Israel telah menyatakan tengah mempertimbangkan langkah untuk menanggapi serangan rudal dan pesawat tak berawak Iran pada akhir pekan.
Baca Juga: Pengamat Ungkap Dampak Restrukturisasi Kredit Covid-19 Dicabut
Sementara itu, penjualan ritel naik 0,7% bulan lalu dan data bulan Februari direvisi lebih tinggi untuk menunjukkan penjualan meningkat 0,9%, bukan 0,6% seperti yang dilaporkan sebelumnya.
"Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan penjualan ritel, yang sebagian besar berupa barang dan tidak disesuaikan dengan inflasi, naik 0,3% di bulan Maret," imbuhnya.
Di sisi lain, dari faktor internal, di antaranya pasar terus mengamati momentum Ramadan dan Lebaran diyakini dapat berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi domestik sebesar 0,14-0,25 persen poin (ppt). Sehingga, di kuartal I/2024 ekonomi Indonesia berpeluang untuk tumbuh di kisaran 5,0-5,1%.
Adapun, sejumlah faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi tersebut adalah meningkatnya belanja pemerintah, terutama terkait bansos dan pelaksanaan Pemilu.
Seperti diketahui, belanja negara sampai dengan 15 Maret 2024, naik 18,1% yoy. Selain itu, adanya low-base effect dari kuartal I/2023 karena periode terlama Ramadan bergeser dari April pada tahun lalu (kuartal II) menjadi Maret pada tahun ini (kuartal I).
Meski demikian, Ibrahim menilai inflasi berada dalam tren meningkat yang disebabkan oleh kenaikan harga pangan. Hal ini bisa menjadi penghambat bagi pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2024 karena dapat mengganggu daya beli masyarakat.
Selain itu, Bank Indonesia terus melakukan bauran strategi ekonomi guna untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah serta terus melakukan intervensi besar di pasar valuta asing, obligasi di perdagangan Domestic Non Deliverable Forwade (DNDF), walaupun nantinya akan berimbas terhadap menurunnya cadangan devisa.
"Namun apa yang dilakukan oleh BI sudah sesuai dengan regulasi yang bertujuan untuk menahan pelemahan mata uang rupiah, imbas fari kenaikan infalsi global," pungkas Ibrahim.