c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

03 Oktober 2023

08:00 WIB

Pengamat: Permendag Yang Baru Belum Atur Soal Afiliator

Revisi Permendag yang baru belum sepenuhnya mengatur soal cross border oleh e-commerce maupun social commerce, terutama terkait afiliator atau reseller.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma

Editor: Fin Harini

Pengamat: Permendag Yang Baru Belum Atur Soal Afiliator
Pengamat: Permendag Yang Baru Belum Atur Soal Afiliator
Ilustrasi. Pemandu mempromosikan produk melalui siaran langsung atau live streaming di Tangerang Selatan, Banten, Jumat (29/9/2023). ValidNewsID/Fikhri Fathoni

JAKARTA - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Izzuddin Al Farras Adha mengungkapkan revisi permendag yang baru belum sepenuhnya mengatur soal cross border oleh e-commerce maupun social commerce, terutama terkait afiliator atau reseller.

Menurutnya, permendag yang baru ini belum secara gamblang mengatur soal reseller yang justru menjadi jalan masuk utama barang impor ke Indonesia. 

"Masalahnya adalah cross border selama ini menjadi jalan masuk barang-barang impor melalui afiliator atau reseller yang ada di Indonesia. Yang mana mereka menjual barang secara murah dan tidak bisa terkena cross border. Itu tidak berpengaruh dengan adanya revisi Permendag soal prosedur ini," katanya kepada Validnews, Senin (2/10).

Sebagaimana diketahui, Permendag Nomor 31 Tahun 2023 merupakan peraturan baru hasil revisi. Beleid ini mengatur tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE).

Baca Juga: Menilik Dilema Pelarangan Perdagangan Cross Border

Namun Izzudin menilai, pemerintah kurang jeli terkait penegakan hukum pada cross border ini terutama pada reseller. Pasalnya, kebanyakan mereka sudah memiliki izin legal dan berbadan hukum sehingga revisi Permendag yang baru tidak bisa langsung menindaki afiliator ini.

"Artinya di social commerce maupun di e-commerce itu mereka tetap bisa berdagang dengan cara affiliator untuk barang impor murah ini," ujarnya.

Sebagai informasi, praktik perdagangan lintas batas alias cross border adalah masuknya barang impor ke dalam wilayah atau negara tanpa melewati proses pemeriksaan pabean. 

Umumnya barang yang dipesan melalui e-commerce dan social commerce akan dikirimkan langsung ke konsumen oleh penjual dari luar negeri.

Praktik ini memungkinkan masyarakat bisa mengimpor langsung dengn mudah. Selain memilih barang pada layar handphone, pembayaran pun dalam rupiah dan bisa membeli dalam kuantitas kecil. 

Keunggulan lain bagi pembeli adalah harga yang jauh lebih murah dibandingkan produk serupa di Indonesia.  

Akibatnya, cross border meningkat. Data Kementerian Perdagangan mencatat, jumlah dokumen Consignment Notes (CN), barang kiriman sepanjang tahun 2021, mencapai mencapai 61,49 juta. Dan, 90% dari barang kiriman tersebut merupakan barang kiriman melalui perdagangan elektronik.

Lalu, sebanyak 98,71% harga barang kiriman luar negeri bernilai di bawah US$100.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar