30 Juni 2025
20:53 WIB
Pemerintah Taksir Subsidi Listrik 2025 Membengkak Sampai Rp90,32 Triliun
Kementeria ESDM mengungkapkan bobot subsidi listrik pada 2025 berpotensi membengkak jadi Rp90,32 triliun. Pembengkakkan subsidi listrik akibat volatilitas kurs, ICP, dan tingkat inflasi.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Khairul Kahfi
Warga mengisi nomor token pada meteran listrik di Rusunawa Puday, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (27/5/2025). Antara Foto/Andry Denisah/Spt.
JAKARTA - Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman P. Hutajulu mengungkapkan, ada potensi bobot subsidi listrik pada tahun ini membengkak.
Sampai Mei 2025, uang negara yang disalurkan untuk subsidi listrik sudah menyentuh Rp34,59 triliun. Adapun subsidi listrik dalam APBN TA 2025, dianggarkan sebanyak Rp87,72 triliun atau naik 13,84% dari realisasi 2024 sebesar Rp77,05 triliun.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR, Jisman memperkirakan realisasi subsidi listrik sampai akhir tahun ini bisa tembus ke angka Rp90,32 triliun atau membengkak sekitar Rp2,6 triliun dari alokasi yang ditetapkan dalam APBN.
"Kalau kami hitung untuk outlook 2025 ini (anggaran subsidi listrik) Rp90,32 triliun," sebutnya di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (30/6).
Baca Juga: Pemerintah Putuskan Tarif Listrik PLN Tetap Untuk Jaga Daya Beli
Jisman menjelaskan, potensi pembengkakkan subsidi listrik tahun ini diakibatkan oleh tiga parameter, yakni harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP), kurs Rupiah terhadap Dolar AS, hingga tigkat inflasi.
"Memang ini dipicu oleh parameter yang tidak bisa dikendalikan, ICP, kurs, dan inflasi. Jadi, kurs ini memang sangat menentukan yang selalu naik terus, sehingga ada kenaikan di samping ya. Kita bersyukur juga bahwa jualan kita secara TWh itu meningkat," kata dia.
Warga memeriksa meteran listrik prabayar di Rumah Susun Benhil, Jakarta, Kamis (14/9/2022). Antara Foto/Aprillio Akbar
Adapun penetapan anggaran Rp87,72 triliun untuk subsidi listrik tahun ini didasarkan pada asumsi kurs Rp16.000 per dolar AS dan ICP di level US$82 per barel.
Anggaran subsidi itu terbagi menjadi pelanggan rumah tangga dengan daya 450 VA sebesar Rp39,93 triliun; pelanggan rumah tangga 900 VA Rp16,57 triliun; sosial Rp12,97 triliun; bisnis kecil Rp10,09 triliun; industri kecil Rp6,44 triliun; pemerintah Rp390 miliar; dan kategori lainnya Rp1,33 triliun.
"Kurs dan ICP ini sangat volatile yang tidak bisa kita kendalikan. Bapak-ibu bisa melihat dari Rp14.000, kemudian di Rp15.000, lalu Rp16.000 (per dolar AS), jadi ada peningkatan daripada subsidi. Kemudian ICP-nya juga demikian, ada volatile-nya," jabar Jisman.
Baca Juga: Tak Jadi Beri Diskon Tarif Listrik, Pemerintah Alihkan Insentif Jadi Bantuan Subsidi Upah
Di lain sisi, realisasi penjualan listrik sampai Mei 2025 lalu berada di angka 31,17 Terawatt Hour (TWh) dan pada akhir tahun nanti, diperkirakan bisa tembus ke angka 76,63 TWh atau lebih besar dari target yang dipatok sebesar 73,13 TWh.
Prognosa penjualan listrik sampai akhir 2025 itu juga lebih tinggi dari realisasi tahun 2024 yang hanya sebesar 71,52 TWh, ataupun tahun 2023 yang kala itu hanya di level 66,3 TWh.
"Target kita 2025 (penjualan listrik) 73,13 TWh dan sudah menyerap di Mei itu 31 TWh, outlook-nya 76,63 TWh. Jadi, ini ada penambahan penjualan mungkin lebih baik ekonominya barangkali, sehingga penggunaan listriknya juga bertambah," tandas Jisman.