23 Mei 2023
15:10 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
JAKARTA – Pemberlakuan kontrak bagi hasil gross split telah diterapkan pemerintah sejak 2018 dalam rangka simplifikasi bisnis hulu minyak dan gas bumi supaya lebih sederhana, cepat, kompetitif, efektif dan akuntabel.
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Noor Arifin Muhammad menyebut, agar bisnis hulu minyak dan gas bumi bisa lebih sederhana, pihaknya tengah berupaya merevisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split menjadi New Simplified Gross Split.
"Dalam perkembangannya, kontrak ini mengalami beberapa kali perubahan dengan harapan agar tujuan kontrak gross split dapat dicapai yaitu menciptakan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan bisnis penunjangnya menjadi global dan kompetitif, serta mendorong usaha eksplorasi dan eksploitasi yang lebih efektif dan cepat," ujar Arifin lewat keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa (23/5).
Tujuan lain dari revisi regulasi tersebut ialah supaya KKKS lebih efisien untuk mengatasi gejolak harga minyak dari waktu ke waktu, mendorong bisnis proses KKKS dan SKK Migas menjadi lebih sederhana dan akuntabel, serta mendorong KKKS untuk mengelola biaya operasi dan investasinya dengan berpijak pada sistem keuangan korporasi, bukan sistem keuangan negara.
Arifin juga menjelaskan, setidaknya terdapat empat urgensi dalam penyempurnaan kontrak gross split, pertama ialah memberikan kepastian nilai bagi hasil yang lebih kompetitif bagi KKKS dengan negara lain dengan target total bagi hasil sebelum pajak KKKS pada rentang 80%-90%.
"Itu ditentukan berdasarkan profil risiko lapangan untuk meningkatkan kegiatan dan iklim investasi hulu minyak dan gas," sebut dia.
Urgensi berikutnya ialah meminimalisir ketergantungan keekonomian KKKS terhadap tambahan split diskresi Menteri. Dalam hal ini, rancangan sistem baru bagi hasil akan meminimalisir kebutuhan split diskresi tersebut dan menjamin keekonomian bagi para KKKS kontrak Gross Split.
Baca Juga: Hingga Akhir Maret, Investasi Hulu Migas Lampaui US$2,5 Miliar
Kemudian, simplifikasi dan penyempurnaan komponen dan parameter bagi hasil berdasarkan parameter teknis yang tidak menimbulkan perdebatan dalam penentuan dan efektif ketika diterapkan.
"Pemilihan didasarkan pada parameter primer yang memberikan koreksi split utama pada kontrak gross split eksisting," tambah Arifin.
Keempat, perancangan kebijakan fiskal yang cocok untuk Migas Non Konvensional (MNK), dimana pemberian skema baru kontrak GS bagi hasil tetap (fixed split) akan mengacu pada profil risiko, kebutuhan teknologi baru, dan penekanan biaya pengusahaan Migas Non Konvensional.
"Pemerintah membuka diri terhadap masukan dari pelbagai pihak agar tujuan pemberlakuan kontrak gross split ini dapat tercapai" tegas Arifin.
Tak sebatas kontrak gross split, dia menerangkan pemerintah juga memiliki bentuk kontrak lainnya, yaitu Kontrak Bagi Hasil Cost Recovery yang telah diberlakukan sejak puluhan tahun silam. Dengan adanya dua bentuk kontrak tersebut, KKKS memiliki pilihan bentuk kontrak.
Ia menegaskan kontrak bagi hasil migas di Indonesia terus mengalami perubahan untuk mengakomodir kebutuhan industri. Pemerintah pun selalu berusaha menyempurnakan kontrak menjadi terus lebih baik.
"Minat calon investor terhadap dua bentuk kontrak baik cost recovery dan gross split tetap ada sehingga pemerintah tetap membuka opsi bentuk kontrak tersebut dalam setiap Penawaran Wilayah kerja (WK), baik untuk WK yang ditawarkan melalui penawaran langsung maupun melalui lelang reguler," kata dia.
Poin Perubahan
Lebih lanjut, Koordinator Pokja Pengembangan WK Migas Non Konvensional Dwi Adi Nugroho menjelaskan, terdapat 11 poin utama perubahan Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017, mulai dari penyederhanaan jumlah komponen variabel dari 10 komponen menjadi hanya 3 komponen, penyederhanaan jumlah komponen progresif dari 3 komponen menjadi hanya 2 komponen, hingga penyeimbangan nilai bagi hasil dasar (base split).
Poin lainnya ialah penyeimbangan nilai total bagi hasil secara keseluruhan, perubahan formula komponen progresif harga minyak dan gas bumi, pemberian batas nilai sliding scale pada parameter komponen progresif harga minyak dan gas bumi, dan pemisahan unsur kewajiban TKDN KKKS dari komponen bagi hasil.
"Termasuk pemisahan terms & conditions antara sumber daya Migas Konvensional dan Non Konvensional, lalu kesembilan adalah penambahan komponen variabel tetap khusus untuk sumber daya Migas Non Konvensional," jabar Dwi.
Sedangkan dua poin terakhir ialah penyempurnaan penentuan nilai parameter berdasarkan metode statistik dari data realisasi 5 tahunan terakhir, dan pemindahan komponen variabel dan progresif dari lampiran Permen ke Keputusan Menteri untuk kepentingan kemudahan penyesuaian parameter terhadap data realisasi di masa depan.
Baca Juga: SKK Migas-KKKS Gelar Forum KapNas Ketiga
Soal perubahan base split, Dwi menjelaskan pemerintah akan menyeimbangkan bagi hasil dengan KKKS agar lebih menarik. Nantinya, base split minyak bumi diubah menjadi 53% milik pemerintah dan 47% KKKS. Sedangkan untuk gas bumi, base split-nya adalah 51% pemerintah dan 49% jadi porsi KKKS.
"Pada aturan yang lama, base split minyak bumi adalah 57% Pemerintah 43% KKKS, sedangkan gas bumi 52% Pemerintah dan 48% KKKS" ucapnya.
Terkait term and conditions, terdapat penyederhanaan jumlah komponen variabel dari 10 komponen menjadi hanya 3 komponen, yakni jumlah cadangan, lokasi cadangan, dan ketersediaan infrastruktur.
"Sedangkan jumlah komponen progresif dari 3 komponen menjadi hanya 2 komponen yaitu, harga minyak bumi, dan harga gas bumi," papar dia.
Untuk MNK, Pemerintah memberikan penambahan komponen variable tetap khusus sebesar 46%. Artinya, term and conditions MNK lebih sederhana karena semangat dalam New Simplified Gross Split ini salah satunya ialah untuk mendorong Migas Non Konvensional agar lebih berkembang.
Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) memberikan tanggapan positif terhadap rancangan perubahan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang saat ini digodok Pemerintah.
Hal ini terlihat dalam Konsultasi Publik Rancangan Perubahan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split di Alila Hotel Solo, Jawa Tengah, Jumat (19/5) lalu.
“Kami mengapresiasi langkah yang dilakukan Pemerintah untuk perbaikan kontrak Gross Split untuk meningkatkan competitiveness migas Indonesia. Ini tindak lanjut workshop di Bandung bulan Desember 2022. Dalam waktu 6 bulan sudah ada draft. Ini luar biasa,” kata Ali Nazir mewakili Indonesia Petroleum Asocation (IPA).
Hal senada juga disampaikan Imelda dari Pertamina Hulu Energi dan Gunawan dari Pertamina Hulu Rokan. “Rancangan baru ini menjadi angin segar bagi KKKS seperti PT Pertamina,” kata Imelda.
Pada kesempatan tersebut, KKKS juga menyampaikan masukan dan pertanyaan terkait rancangan tersebut. Antara lain, usulan agar mempertimbangkan biaya yang tinggi (maintenance) wilayah kerja (WK) alih kelola dan tambahan split untuk WK migas mature.