c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

EKONOMI

13 Februari 2025

18:23 WIB

Pemerintah Sayangkan Sektor Manufaktur RI Terus Merosot

Kontribusi sektor manufaktur terhadap perekonomian nasional terus merosot pada 2003-2023. Pemerintah perlu memperbarui strategi menjaga kinerja manufaktur agar bisa kembali bertumbuh tinggi.

Penulis: Siti Nur Arifa

Editor: Khairul Kahfi

<p><span class="selectable-text copyable-text false" id="isPasted">Pemerintah Sayangkan Sektor Manufaktur RI Terus Merosot</span></p>
<p><span class="selectable-text copyable-text false" id="isPasted">Pemerintah Sayangkan Sektor Manufaktur RI Terus Merosot</span></p>

Pekerja memantau produksi tisu basah yang dibuat dengan mesin di PT The Univenus Cikupa, Tangerang, Banten, Rabu (11/11/2020). Antara Foto/Sigid Kurniawan

JAKARTA - Tim Asistensi Menko Perekonomian Raden Pardede menegaskan, sektor manufaktur sejatinya dapat menjadi salah satu penyumbang paling berpengaruh terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Guna menggenjot pertumbuhan ekonomi mencapai 8% yang ditargetkan tercapai pada 2029 mendatang.

Sayangnya, Raden menyoroti kondisi sektor manufaktur yang saat ini justru mengalami kemerosotan dan sulit untuk kembali mendapatkan momentum pertumbuhan tinggi.

"Sektor manufaktur (Indonesia) mengalami kemorosatan sumbangan di PDB yang turun dan dalam jobs... (Padahal) bisa dilihat bahwa sumber pertumbuhan (ekonomi) kita saat bertumbuh sangat cepat adalah manufaktur," bebernya dalam seminar 'Menggali Sumber Ekonomi Potensial Menuju Pertumbuhan 8%', Jakarta, Kamis (13/2).

Berdasarkan paparan datanya, sektor manufaktur menjadi sumber pertumbuhan paling berpengaruh yang dimiliki Indonesia pada saat mengalami pertumbuhan ekonomi sangat cepat di kisaran tahun 1988-1996. Pada saat itu, baik pertumbuhan ekonomi maupun capaian ekspor Indonesia bisa tumbuh hingga double digit.

"Manufaktur kita pada tahun 1988-1996 rata-rata pertumbuhannya 10,8% dan ekspor pada saat itu 14%," ujarnya.

Baca Juga: Pertumbuhan Kinerja Industri Pengolahan 2024 Melambat, Ini Respons Kemenperin

Karena itu, dirinya juga mengingatkan pemerintah untuk dapat memperbarui strategi dalam menjaga kinerja manufaktur agar bisa kembali bertumbuh tinggi. Dirinya pun menyayangkan pertumbuhan manufaktur yang cenderung minimal saat ini.

"Jadi kalau ditanya, apakah kita bisa me-refine strategy supaya manufaktur bisa bertumbuh di 10,8%, sekarang di 4,7-4,8% atau di bawah (pertumbuhan) PDB rata-rata. Dulu manufaktur sebagai the engine of growth yang mendorong ekonomi semuanya," urainya.

Di sisi lain, dia juga mengingatkan agar Indonesia tidak salah menerapkan taktik industrialisasi di tanah air. Menurutnya, taktik proteksionisme dengan menyubtitusi impor tidak berpengaruh positif pada perokonomian. Ketimbang itu, ada baiknya industrialisasi punya target untuk menggenjot ekspor.

"Industrialisasi itu pada saat kita ketika melakukan export orientation, tapi saat kita mencoba menjadi proteksionis atau import substitution kita enggak maju. Itu pengalaman lalu, enggak tahu ke depan, mudah-mudahan tidak akan beubah, rasanya pakem-pakem begini bisa dipakai," sebutnya.

Karena itu, Raden tidak heran pertumbuhan industri manufaktur kala itu bisa berkontribusi maksimal perekonomian nasional. Puncaknya, kontribusi manufaktur bisa mencapai hingga 32% dari PDB di 2022.

Namun, sayangnya, capaian itu tak berlangsung lama karena kontribusinya terhadap PDB terus melorot selama 2003 hingga 2023. Pada 2023, kontribusi manufaktur terhadap PDB menurun drastis menjadi sekitar 18,7%.

Adapun per 2024, industri pengolahan selaku penggerak utama perekonomian, berkontribusi sebesar 18,98% terhadap PDB Indonesia.

Baca Juga: Industri Pengolahan Hingga Pertanian Perlu Didorong Jadi Penggerak Ekonomi

Lebih lanjut, Raden mengidentifikasi, sektor manufaktur Indonesia sulit untuk tumbuh double digit kembali akibat dua hal. Yakni, situasi informalitas khususnya di sektor jasa serta buruknya iklim bisnis di industri padat karya.

"Rendahnya daya saing global akibat produktivitas yang rendah serta tidak jelasnya arah kebijakan industri Indonesia menyebabkan manufaktur terus merosot," urai paparannya.

Sementara itu, dilihat dari segi produktivitas atau total factor productivity index sepanjang 2010-2019, performanya jauh merosot dibandingkan dengan negara tetangga bahkan di kawasan Asia Tenggara seperti Malaysia, Vietnam, dan Thailand.

"Ukuran produktivitas (manufaktu) kita dibandingkan berbagai negara, sejak 2010 itu turun... kalah kita. Jadi ukuran competitiveness kita secara keseluruhan dibanding India, China, Malaysia, Vietnam dan Thailand harus diperbaiki," jelasnya.

KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar