23 Agustus 2025
10:06 WIB
Pemerintah Rancang Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Menuju NZE 2050
Dekarbonisasi industri tahap awal menyasar pada 9 subsektor industri yang paling lahap mengonsumsi energi.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
Ilustrasi dekarbonisasi. Dekarbonisasi untuk menurunkan emisi CO2 untuk membatasi pemanasan global dan perubahan iklim. Sumber: Shutterstock
JAKARTA - Pemerintah lewat Kementerian Perindustrian bersama Institute for Essential Services Reform (IESR) dan World Resources Institute (WRI) tengah merumuskan peta jalan dekarbonisasi sektor industri.
Road map tersebut membidik sektor industri bisa mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2050, lebih cepat dari target NZE yang ditargetkan Pemerintah Indonesia tahun 2060.
Ada 9 subsektor industri yang menjadi fokus dalam peta jalan dekarbonisasi itu, yakni semen, besi dan baja, pupuk, kimia, pulp dan kertas, tekstil, kaca dan keramik, otomotif, serta makanan dan minuman. Subsektor-subsektor tersebut selama ini dinilai menjadi yang paling lahap dalam mengonsumsi energi.
Baca Juga: Industri Besi dan Baja, Semen, Hingga Pupuk Jadi Kunci Dekarbonisasi
Berdasarkan profil emisinya, sekitar 46% emisi industri manufaktur berasal dari energi yang dibangkitkan secara langsung, 16% dari pembelian listrik, dan 38% dari proses kimiawi produksi dan aplikasi produk.
Tak sekadar menetralkan, strategi utama yang menjadi prioritas dalam peta jalan dekarbonisasi itu ialah mengurangi emisi. Strategi tersebut dijalankan antara lain dengan efisiensi material, penggantian bahan bakar, elektrifikasi dan listrik rendah karbon, serta pemutakhiran teknologi untuk proses produksi.
Sementara untuk netralisasi emisi, dilakukan dengan menangkap, memanfaatkan, dan mengutilisasi karbon dioksida (CO2) lewat teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS).
Kepala Pusat Industri Hijau Kemenperin Apit Pria Nugraha lewat keterangan tertulisnya menerangkan peta jalan dekarbonisasi untuk 9 subsektor dproyeksikan bisa mereduksi 66,5 juta ton setara CO2 (tCO2e) pada tahun 2035 dan 289,7 juta tCO2e tahun 2050 mendatang.
"Dokumen ini masih bersifat living document dan akan terus dilengkapi untuk sektor-sektor yang saat ini belum terlingkupi," sebut Apit, Jumat (22/8).
Sementara itu, CEO IESR Fabby Tumiwa menilai peta jalan dekarbonisasi industri memegang peran krusial untuk mewujudkan ambisi pertumbuhan ekonomi sebesar 8% yang dimimpikan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Baca Juga: Ekonom: Upaya Dekarbonisasi Industri Otomotif Tak Cuma Elektrifikasi
Tanpa adanya transisi dari energi fosil, ambisi itu sulit untuk tercapai di tengah ketatnya standar emisi global pada perdagangan internasional. Saat ini, Fabby mengatakan permintaan pasar global semakin tinggi atas produk-produk yang rendah emisi.
"Implementasi peta jalan tidak hanya memastikan produk Indonesia berdaya saing di pasar ekspor, tetapi juga menarik investasi baru, meningkatkan produktivitas, menekan biaya operasional, serta memperkuat kemandirian energi melalui pemanfaatan energi terbarukan," tambahnya.
IESR sendiri terlibat menyusun peta jalan dekarbonisasi industri pada empat subsektor, yakni tekstil, kaca dan keramik, otomotif, serta makanan dan minuman.
"Dampak lainnya dari industri yang minim emisi adalah dapat membuka jalan bagi berkembangnya industri manufaktur hijau dan penciptaan lapangan kerja baru," tandas Fabby Tumiwa.