JAKARTA - Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menilai, besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 masih rendah untuk mendorong konsumsi rumah tangga. Asal tahu, Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan kenaikan UMP tahun depan sebesar 6,5%.
Berdasarkan kalkulasinya, kenaikan UMP tahun depan paling ideal ditetapkan di atas 8,7-10% untuk bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Prabowo masih terlalu hati-hati untuk gunakan UMP sebagai cara mendorong pemulihan daya beli tahun depan. Kenaikan UMP 6,5% di 2025 masih terlalu rendah untuk mendorong konsumsi rumah tangga," ujarnya kepada awak media dalam keterangan tertulis, Jakarta, Jumat (29/11).
Bhima memaparkan, jika menggunakan formula lama di Peraturan Pemerintah (PP) 78/2015 sebagai cara menentukan UMP dengan menambah besaran pertumbuhan ekonomi dan inflasi, maka seharusnya UMP tahun depan paling minimal ditetapkan 6,79%. Mengacu besaran pertumbuhan ekonomi kuartal III/2024 sebesar 4,95% ditambah inflasi akhir kuartal III/2024 sebesar 1,84%.
Baca Juga: Upah Minimum 2025 Patut Naik 10%, Ekonom Beberkan KeunggulannyaIa pun mempertanyakan kebijakan pemerintah, lantaran setelah UU Cipta Kerja dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK), formula upah minimum malah menjadi lebih kecil dari aturan sebelumnya. Karenanya, Bhima sekali lagi menyampaikan, kenaikan UMP 2025 yang dipatok 6,5% jauh dari cukup.
Bhima pun meminta pemerintah supaya transparan soal formulasi upah minimum. Belum lagi, masyarakat akan dibebani kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai tahun depan.
"Dengan naiknya berbagai beban masyarakat seperti PPN 12%, iuran BPJS Kesehatan naik, Tapera, dan asuransi wajib kendaraan, jelas 6,5% UMP terlalu rendah," tegasnya.
Secara spesifik, Bhima sampaikan, efek naiknya tarif PPN 12% disertai inflasi barang jasa bisa menambah pengeluaran pekerja sebesar Rp357.000 tiap bulannya. Itu sebabnya, kenaikan upah minimum hanya 6,5% belum mampu mengompensasi naiknya berbagai harga kebutuhan pekerja.
Terakhir, dia menjabarkan, idealnya upah minimum naik hingga 10% karena bisa mendongkrak PDB hingga Rp122 triliun. Mengingat konsumsi merupakan salah satu komponen pendorong PDB, dia menyarankan, seharusnya kenaikan UMP lebih tinggi dari yang sekarang.
"Hasil hitung-hitungan Celios, idealnya upah minimum naik diatas 8,7-10% karena bisa dorong PDB hingga Rp106,3-122 triliun," papar Bhima.
Baca Juga: Apindo Kecewa Kebijakan UMP Berubah Lagi dan Bikin Investor Asing RaguDia menambahkan, jika ingin mendorong ekonomi dari sisi permintaan domestik, maka upah minimum perlu dinaikkan lebih tinggi lagi. Logikanya, dengan kenaikan upah minimum yang lebih baik dari formulasi UU Cipta Kerja, maka buruh punya daya beli tambahan, dan uangnya akan langsung memutar ekonomi.
"Prabowo kan belum menuangkan (UMP) dalam aturan pemerintah, jadi masih ada waktu merevisi lagi lah," paparnya.
Untuk diketahui, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5%. Sebelum mengumumkan, Presiden RI telah menggelar rapat terbatas membahas UMP dengan sejumlah menteri.
Di antaranya, Mensesneg Prasetyo Hadi, Seskab Teddy Indra Wijaya, Menaker Yassierli, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
"Setelah membahas juga dan melaksanakan pertemuan dengan pimpinan buruh, kami ambil keputusan untuk menaikkan upah minimum rata-rata nasional 6,5%," ucap Prabowo di Istana Negara, Jakarta, Jumat (29/11).