31 Mei 2024
19:13 WIB
Pemerintah Nilai Skema Tapera Mampu Atasi Backlog di Indonesia
Pemerintah menilai dengan makin besarnya BP Tapera, maka semakin banyak anggotanya yang membayar dan memperbesar kemungkinan untuk menyelesaikan masalah backlog perumahan.
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Fin Harini
Kawasan perumahan bersubsidi yang masih dalam tahap pengembangan di Batam, Kepulauan Riau, Minggu (3/12/2023). Antara Foto/Teguh Prihatna
JAKARTA - Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR, Herry Trisaputra Zuna mengatakan skema Tapera (tabungan perumahan rakyat) bisa menyelesaikan masalah backlog rumah di Indonesia.
“Justru dengan makin besarnya BP Tapera, makin banyak anggotanya yang bayar, makin besar kemungkinan kita untuk menyelesaikan masalah backlog,” kata dia dalam konferensi pers, Jumat (31/5).
Sebagai informasi, backlog merupakan indikator yang digunakan oleh pemerintah untuk mengukur jumlah kebutuhan rumah di Indonesia. Sedangkan dalam kamus istilah properti, backlog perumahan adalah kondisi kesenjangan antara total hunian terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan oleh rakyat.
Herry menyatakan, hingga saat ini terdapat 9,9 juta kepemilikan atau masyarakat yang belum memiliki rumah. Namun di luar itu, berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023 terdapat 26 juta yang rumahnya tidak layak huni. Sehingga jika dihitung totalnya ada sekitar 36 juta yang harus dielesaikan.
“Sehingga besarannya unit yang harus diselesaikan, tentu kalau yang belum punya rumah solusinya bisa KPR atau kredit membangun rumah. Tetapi kalau rumah yang tidak layak huni mereka butuh yang namanya kredit renovasi rumah. Nah, dua hal ini yang harus kita selesaikan,” kata Herry.
Baca Juga: Diragukan, Iuran Tapera Atasi Backlog Perumahan
Dia menuturkan, PUPR sendiri saat ini memiliki beberapa program sejenis untuk mengatasi backlog. Pertama, program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang bersumber dari APBN dengan rata-rata tahun lalu terdapat sekitar 229 ribu unit rumah yang disediakan. Namun, tahun ini jumlahnya menurun menjadi sekitar 167 ribu unit rumah.
Kemudian program lainnya dari Kementerian PUPR adalah Tapera. Tapera sendiri saat ini jumlahnya dinilai masih kecil karena sampai saat ini belum dilakukan pungutan.
"Nanti kalau sudah besar diharapkan bisa menopang bersama-sama dengan APBN untuk bisa menyelesaikan backlog yang besar tadi. Itu kondisi riil yang dihadapi," kata Herry.
Di luar itu juga pihaknya mengatakan terdapat fasilitas Subsidi Uang Muka sebesar Rp4 juta dari Kementerian PUPR kepada para penerima manfaat.
Program bantuan perumahan lainnya di Kementerian PUPR yakni Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) yang diperuntukkan bagi masyarakat Desil 1 dan Desil 2 yang memang pendapatannya tidak memungkinkan untuk membeli rumah.
"Tentu kembali lagi bagaimana angka backlog yang besar tadi bisa terukur dan kita selesaikan maka kita butuh skema pembiayaannya," ujar Herry.
Dari hasil pemupukan tabungan peserta oleh BP Tapera, maka akan dimanfaatkan untuk menyediakan KPR dengan bunga yang terjangkau.
"Tentu tantangan besarnya adalah di skala seperti tadi kami sampaikan bahwa hari ini baru sekitar 250 ribu unit rumah. Padahal kalau melihat jumlah backlog yang harus diselesaikan besar yakni 36 juta unit, maka perlu inovasi pembiayaan," kata Herry.
Baca Juga: Baca Juga: Masuk Lembaga Sui Generis, OJK: BP Tapera Diawasi Bersama
Tumbuh Tiap Tahun
Senada, Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko juga mengatakan skema Tapera bisa menyelesaikan masalah backlog rumah di Indonesia.
“Kesenjangan pemilikan rumah di Indonesia masih sangat tinggi. Ya, saat ini di angka 9,95 juta orang atau keluarga tidak memiliki rumah,” kata dia.
Sementara itu pihaknya mengatakan kemampuan pemerintah dengan berbagai skema subsidi dan fasilitas pembiayaan, hanya mampu menyediakan kurang lebih 250 ribu rumah.
“Pertumbuhan demand setiap tahun, ini data statisik juga, 700 ribu sampai 800 ribu keluarga baru yang belum punya rumah. Jadi kalau hanya mengandalkan pemerintah saja, tidak akan mengejar sampai kapan development-nya mau selesai,” jelas dia.
Untuk itu, ia menyatakan perlu ada grand design dengan melibatsertakan masyarakat agar bersama-sama pemerintah membantu atasi backlog.