28 Juli 2023
15:22 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, kebijakan PP 36/2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam berpotensi menambah devisa Indonesia sebesar US$60-100 miliar per tahun. Jumlah ini sekitar 30% dari total potensi ekspor sektor yang terdampak.
Potensi tersebut dihitung mengacu capaian ekspor dari empat sektor yang masuk dalam PP 36/2023, yakni pertambangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan selama 2022 yang totalnya mencapai US$203 miliar atau setara 69,5% dari total ekspor nasional.
Adapun, Pasal 7 Ayat 1 dalam PP 36/2023 mewajibkan eksportir untuk memasukkan dan menempatkan DHE SDA sebanyak paling sedikit 30% ke dalam rekening khusus dalam sistem keuangan Indonesia selama jangka waktu tertentu.
“Potensinya besar (PP 36/2023), jadi antara US$60 sampai dengan US$100 billion dollar (devisa), itu range yang bisa kita dapatkan,” katanya dalam Konferensi Pers Devisa Hasil Ekspor (DHE), Jakarta, Jumat (28/7).
Airlangga merinci, sektor pertambangan menyumbang hingga US$129 miliar atau 44% kepada kinerja ekspor keseluruhan. Capaian ini sekitar hampir 36%-nya dikontribusikan oleh komoditas batu bara.
Baca Juga: Masih Banyak Eksportir Yang Parkir Uang di Luar Negeri
Lalu, sektor perkebunan menyumbang hingga US$55,2 miliar atau 18% kepada kinerja ekspor keseluruhan. Dengan komoditas penyumbang utamanya adalah kelapa sawit sebesar US$27,8 miliar atau 50,3% ekspor kebun.
Kemudian, sektor kehutanan menyumbang US$11,9 miliar atau 4,1% kepada kinerja ekspor keseluruhan, yang utamanya berasal dari industri pulp dan kertas. Terakhir, sektor perikanan menyumbang US$6,9 miliar kepada kinerja ekspor keseluruhan, utamanya disetor dari komoditas udang dan yang lainnya.
“PP 36 mendorong agar sumber pembiayaan dan pembangunan ekonomi bisa ada di dalam negeri, meningkatkan investasi dan juga meningkatkan kualitas dari pada SDA serta untuk menjaga stabilitas makro dan domestik,” bebernya.
Menko Ekonomi juga menjelaskan, PP itu diterapkan kepada empat sektor tersebut yang diolah. Ketentuan ini juga hanya berlaku pada kegiatan ekspor yang nominalnya mencapai US$250 ribu per dokumen.
Untuk itu, Airlangga menggarisbawahi, ketentuan DHE ini tak akan berdampak dan mewajibkan pada usaha skala mikro-menengah atau UMKM yang melaksanakan kegiatan ekspor. Ia mencontohkan, pengapalam furnitur yang rata-rata ekspornya di bawah US$250 ribu tak terdampak kebijakan kewajiban parkir devisa ini.
“Artinya, yang ekspornya di bawah itu (US$250 ribu) tidak diwajibkan, sehingga tentu UMKM tidak terdampak. Ini perlu dijelaskan,” tegasnya.
Ia melanjutkan, kewajiban DHE ini juga tidak berlaku untuk pengusaha yang mengirim sampel hingga imbal-beli atau counter trade, baik dari segi value atau lainnya yang tidak menghasilkan devisa. Bersamaan itu, pemerintah akan melakukan segenap evaluasi kebijakan.
“Evaluasi akan dilakukan dalam bentuk selama tiga bulan, tentu kita akan melihat (pelaksanaan lapangan), sehingga sosialisasi akan terus dilakukan pemerintah,” terangnya.
Pos Tarif Terdampak PP 36/2023
Pada kesempatan sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, pihaknya juga menambahkan sebanyak 260 pos tarif jenis barang aturan DHE menjadi 1.545 pos tarif. Ketentuan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) 272/2023 tentang Penetapan Jenis Barang Ekspor Sumber Daya Alam dengan kewajiban Memasukkan DHE ke dalam Sistem Keuangan Indonesia.
“Dengan demikian total pos tarif yang tadinya sudah diatur melalui KMK 744/2020 adalah 1.285 pos tarif, sekarang ditambah 260 pos tarif menjadi 1.545 pos tarif,” jelas Menkeu.
Bendahara Negara merinci, sektor pertambangan ketambahan 29 pos tarif baru yang yang terkena DHE, dari yang tadinya 180 pos tarif menjadi 209 pos tarif. Lalu, sektor perkebunan ketambahan 67 pos tarif baru yang yang terkena DHE, dari yang tadinya 500 pos tarif menjadi 567 pos tarif.
Kemudian, sektor kehutanan ketambahan 44 pos tarif baru yang yang terkena DHE, dari sebelumnya 219 pos tarif menjadi 263 pos tarif. Terakhir, sektor perikanan ketambahan 120 pos tarif baru yang terkena DHE, dari 386 pos tarif menjadi 506 pos tarif.
Baca Juga: Luhut: PP DHE Bisa Tambah Cadangan Devisa Hingga US$300 Miliar
Menkeu menegaskan, ketentuan anyar ini pun merevisi KMK 744/KMK.04/2020 tentang Penetapan Barang Ekspor Sumber Daya Alam dengan Kewajiban Memasukkan DHE ke dalam Sistem Keuangan Indonesia. Dalam ketentuan ini, pemerintah hanya menetapkan sebanyak 1.285 pos tarif yang terkena kewajiban DHE.
“Barang atau sektor yang terkena adalah pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan dan jenis barang ekspor yang terkena DHE,” sebutnya.
Meski ditetapkan lewat Kepmenkeu, Sri menegaskan, ketentuan ini bisa final sesudah Kemenkeu mendapatkan masukan dari hasil rapat koordinasi bersama Kementerian/Lembaga terkait.
“Jadi walaupun ini bentuknya Kepmenkeu, ini bukan Menkeu sendiri yang memutuskan, namun melalui koordinasi K/L terkait yang membawahi sektor-sektor tersebut,” paparnya.