c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

11 Januari 2023

21:00 WIB

Pemerintah Berencana Revisi Aturan Devisa Hasil Ekspor

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam disebut akan direvisi.

Penulis: Khairul Kahfi

Pemerintah Berencana Revisi Aturan Devisa Hasil Ekspor
Pemerintah Berencana Revisi Aturan Devisa Hasil Ekspor
Petugas menunjukan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta I nti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Antara Foto/Muhammad Adimaja

JAKARTA – Pemerintah Indonesia berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Hal ini dilakukan agar pertumbuhan ekspor selaras dengan cadangan devisa.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan hal itu akan dilakukan untuk menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memimpin rapat terbatas tentang ekspor dan investasi di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1).

"Tadi arahan Bapak Presiden bahwa ekspor yang selama ini terus positif perlu diikuti dengan peningkatan cadangan devisa. Oleh karena itu Bapak Presiden meminta agar PP 1/2019 tentang devisa hasil ekspor itu untuk diperbaiki," kata Airlangga dalam keterangan pers pascarapat.

Ia menjelaskan berdasarkan PP Nomor 1/2019 hanya sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan, yang diwajibkan mengisi cadangan devisa dalam negeri.

"Nah ini kita akan masukkan juga beberapa sektor, termasuk manufaktur. Dengan demikian kita akan melakukan revisi sehingga tentu kita berharap bahwa peningkatan ekspor dan surplus neraca perdagangan akan sejalan dengan peningkatan devisa," kata Menko Airlangga Hartarto. 

Selain menambah sektor komoditas ekspor, lanjutnya, pemerintah juga akan meninjau lebih jauh terkait besaran jumlah yang harus masuk dalam cadangan devisa.

"Jadi jumlah devisa berapa, sektor mana, dan berapa lama dia parkir di dalam negeri," kata Airlangga.

Baca Juga: Masih Banyak Eksportir Yang Parkir Uang di Luar Negeri

Ia mencontohkan pengalaman regulasi serupa di India dan Thailand yang mengharuskan cadangan devisa hasil ekspor sekurang-kurangnya harus ditahan selama enam bulan, sedangkan beberapa negara lain ada yang menerapkan hingga satu tahun.

"Bahkan Bank Indonesia (itu hanya) mencatat, jadi kalau mencatat dan mengatur kan berbeda. Justru dalam revisi PP 1/2019 ini akan kita atur supaya devisa itu masuk dulu, sehingga itu akan memperkuat devisa kita," ujarnya.

Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2022 bertambah US$3,2 miliar ke posisi US$137,2 miliar. Capaian ini berhasil meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir November 2022 sebesar US$134,0 miliar.

Sebelumnya, Airlangga mengatakan devisa hasil ekspor (DHE) masih belum mengalir ke dalam negeri. Saat ini ia melihat banyak eksportir memarkir dananya di luar negeri karena mendapatkan imbal hasil dari penitipan dana tersebut. Kata Airlangga dengan memarkirkan dananya di bank luar negeri, eksportir bisa mendapatkan bunga 3%.

“Kalau kita lihat banyak para eksportir dananya tidak parkir (di dalam negeri). Ini kan persoalannya klasik, selalu mereka mengatakan bahwa parkir dulu karena banknya di luar ada escrow account, bahasa jelasnya di sana dapat bunga 3%,” ucapnya.

Optimistis Ekspor
Airlangga menyampaikan nilai perdagangan ekspor Indonesia pada 2022 mengalami peningkatan yang signifikan, dengan nilai ekspor mencapai Rp268 miliar. Peningkatan ekspor tersebut ditunjang berbagai komoditas utama seperti besi baja, bahan bakar fosil, dan minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO).

Menurutnya, ekspor batu bara bisa mengkompensasi impor dari minyak sehingga Indonesia di bidang energi ini positif sebesar hampir US$6,8 miliar secara year to date (ytd), sedangkan iron and steel US$29 miliar, dan CPO sekitar US$30 miliar. “Sehingga tentu ini menunjukkan bahwa ekspor Indonesia relatif kuat,” kata Airlangga.

Pemerintah pun memproyeksikan pertumbuhan ekspor pada 2023 akan tetap tumbuh positif, meski lebih melambat daripada tahun lalu. Airlangga menuturkan, pemerintah memproyeksikan nilai ekspor naik di 12,8% dan nilai impor di 14,9%.

“Tahun 2022 ekspor kita tumbuh 29,4%, impor tumbuh 25,37%. Tahun depan (2023) diproyeksikan ekspornya, karena kita basisnya sudah tinggi, itu ekspornya naik di 12,8%, impornya 14,9%,” ujarnya.

Baca Juga: Neraca Dagang RI Surplus 31 Bulan Beruntun, November US$5,16 Miliar

Terkait negara tujuan ekspor, Airlangga menyampaikan, China masih menjadi negara dengan pangsa pasar yang tertinggi. Diikuti Amerika Serikat, India, Jepang, serta Malaysia. 

Nilai perdagangan antarnegara anggota ASEAN (intra-ASEAN trade) juga masih cukup tinggi. Hal ini menjadi potensi bagi Indonesia untuk dapat memperkuat pangsa pasar Indonesia di negara ASEAN dan berketetapan dengan Presiden Indonesia memegang keketuaan ASEAN. 

“Jadi ini menjadi prioritas yang diarahkan Bapak Presiden,” imbuhnya.

Selain itu, Airlangga juga mengungkapkan, Presiden juga mendorong jajarannya untuk mengeksplorasi dan membuka pasar non-tradisional, seperti di Afrika juga untuk dibuat dan dikejar, terutama di pantai timur melalui Nigeria dan pantai barat itu Kenya.

“Tentu LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia) untuk didorong agar bisa membantu ekspor kita,” sebutnya. 

Capaian Investasi 2022
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyampaikan, realisasi investasi di Tanah Air selama 2022 mampu mencapai target.

“Insya Allah target investasi di 2022 akan mencapai target, bahkan akan kemungkinan besar lebih, tapi angkanya dan breakdown-nya akan dijelaskan nanti pada saat rilis resmi Kementerian Investasi,” ujar Bahlil.

Pada 2022, Indonesia menargetkan untuk bisa menggaet investasi sebesar Rp1.200 triliun, sementara untuk 2023 investasi ditargetkan dapat mencapai sebesar Rp1.400 triliun. Bahlil menegaskan, pihaknya terus melakukan pembenahan untuk meningkatkan iklim investasi di Tanah Air.

Ia menambahkan, tidak ada kendala dalam pengurusan nomor izin berusaha (NIB) melalui OSS untuk usaha menengah kecil. Namun, masih terdapat kendala untuk usaha besar terkait dengan rencana detail tata ruang (RDTR) dan rencana kerja pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (RKPPL).

“Kendalanya itu adalah yang kelas besar ini terkait dengan RDTR, yang mana izin-izin lokasinya di daerah-daerah yang memang belum ada RKPPL-nya. Ini yang kami akan lakukan dalam kurun waktu 3-4 bulan ini, agar kemudian proses pengurusan izin lokasinya bisa segera kita lakukan, termasuk amdal,” ujarnya.

Senada, Airlangga menyampaikan, pemerintah akan melakukan sejumlah penyempurnaan regulasi untuk meningkatkan iklim investasi di Indonesia.

“Perlu ada beberapa regulasi yang disempurnakan, yaitu tentunya penyempurnaan peraturan pemerintah, kemudian juga penyempurnaan OSS RBI dan daftar prioritas investasi,” ujarnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar