30 Mei 2023
20:25 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
JAKARTA – Direktur Hilirisasi Mineral dan Batubara Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Hasyim Daeng Barang menyebut pihaknya telah berkomunikasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dalam rangka menjalankan moratorium smelter nikel.
Hal itu dikarenakan pembangunan smelter berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) semakin masif, khususnya untuk produk feronikel (FeNi) dan Nickel Pig Iron (NPI). Padahal, cadangan sumber daya nikel hanya bisa bertahan selama 9-10 tahun ke depan.
Karena itu, pemerintah dewasa ini tengah membuat moratorium agar ke depannya tidak lagi memberi perizinan bagi pembangunan smelter berteknologi RKEF bagi produk FeNi ataupun NPI, tetapi didorong untuk produksi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).
"Kita coba buat moratorium untuk mendorong investasinya membangun untuk MHP, bukan lagi bangun smelter di RKEF," sebut Hasyim kepada awak media di Jakarta, Selasa (30/5).
Dia menegaskan bahwa pembahasan moratorium akan dilakukan dalam waktu dekat untuk menentukan soal pembatasan antara produknya atau teknologinya. Pasalnya, teknologi RKEF bukan hanya bisa menghasilkan FeNi maupun NPI, melainkan juga MHP.
"Teknologi juga ada yang bisa menghasilkan MHP. Jadi, kita buat kebijakan yang memang ramah untuk investasi, kita tidak ingin anak-cucu kita tidak sempat melihat nikel, kita ingin mereka juga bisa rasakan," katanya.
Baca Juga: Perusahaan Tambang Kena Denda Jika Progres Smelter Tak Mencapai 90%
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba Irwandy Arif menjelaskan serapan bijih nikel untuk memproduksi NPI dan FeNi saat ini mencapai 160 juta ton.
Andai semua pembangunan smelter dilakukan untuk produksi kedua jenis itu, serapannya diperkirakan menyentuh 450 juta ton. Di lain sisi, cadangan bijih nikel Indonesia saat ini hanya sebesar 5,2 miliar ton.
"Bisa bayangkan bagaimana cepat habis. Smelter masih ada, tetapi tidak ada lagi input bijih kalau eksplorasi dan penemuan cadangan baru tidak ada. Ini cukup kritis kalau tidak kita ambil suatu langkah," tutur Irwandy di Kantor Kementerian ESDM beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Izin Ekspor Konsentrat Tembaga Pertimbangkan Progres Smelter
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Investasi Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto menganggap tak hanya cadangan bijih nikel yang terbatas, smelter-smelter nikel dewasa ini juga enggan membangun fasilitas pemurnian baru untuk produk NPI.
"Dengan kondisi harga yang sekarang, akan rugi (kalau bangun pemurnian (NPI). Tapi saya lihat yang MHP itu masih bagus profitability-nya," imbuh Seto.
Lebih lanjut, Hasyim menjabarkan saat ini sudah ada kurang lebih empat investor yang berminat membangun fasilitas pemurnian untuk produk MHP. Dua diantaranya sudah berproduksi dan sisanya sedang dalam tahap konstruksi.
"Memang investasinya (MHP) ini tinggi, tapi kita kan juga melakukan pengolahan nikel dengan kadar yang tinggi karena cadangan kita tidak banyak," tegasnya.