05 Agustus 2025
11:04 WIB
PDB Diproyeksi Rebound, Rupiah Menguat ke Rp16.370 per Dolar AS
Analis memperkirakan nilai tukar rupiah akan menguat seiring potensi rebound data PDB Indonesia kuartal II/2025. Perekonomian Indonesia diekspektasikan tumbuh kuat di kuartal kedua.
Editor: Khairul Kahfi
Petugas menunjukan uang pecahan dolar AS dan rupiah di Bank BSI, Jakarta. Antara Foto/Muhammad Adimaja/Spt.
JAKARTA - Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong memperkirakan nilai tukar (kurs) rupiah menguat seiring potensi rebound data Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia kuartal II/2025.
“Investor menantikan data PDB kuartal II Indonesia hari ini yang diharapkan akan menunjukkan rebound dari kontraksi -0,98% di kuartal I menjadi tumbuh 3,7%,” katanya melansir Antara, Jakarta, Selasa (5/8).
Berdasarkan pantauan, nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Selasa pagi (5/8) di Jakarta menguat sebesar 0,19% atau 31 poin, dari sebelumnya Rp16.401 menjadi Rp16.370 per dolar AS.
Baca Juga: Rupiah Menguat Usai Data NFP AS Jauh Di Bawah Ekspektasi Pasar
Melansir Bloomberg, pada perdagangan Senin (4/8), Indeks Dolar AS (DXY) yang mengukur kinerja terhadap mata uang lainnya, termasuk EUR, JPY, GBP, CAD, CHF, dan SEK terpantau menguat ke level 98,84 poin atau naik 0,06 persen poin dibandingkan penutupan sebelumnya yang berkisar 98,78 poin.
Adapun pergerakan DXY kemarin (4/8) berkisar antara 98,58-98,86 poin atau cenderung melemah dibanding kondisi beberapa waktu belakangan terhadap rentang level DXY 52 pekan terakhir di kisaran 96,37-110,17 poin.
Di sisi lain, dolar AS yang dipantau pada pukul 10.48 WIB hari ini (5/8) terpantau melemah 0,07% atau turun sekitar Rp12 terhadap mata uang rupiah. Sementara ini, rupiah ditransaksikan Rp16.389 per dolar AS, dengan proyeksi pergerakan harian sekitar Rp16.366-16.395 per dolar AS.
Pengingat saja, BPS akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II/2025 pada siang ini.
Lukman menilai, peluang penguatan PDB dipengaruhi faktor belanja pada hari raya Idul Fitri. Kemudian, didukung peningkatan investasi, belanja negara, permintaan ekspor, dan beberapa stimulus pemerintah.
Di samping itu, sentimen terhadap rupiah juga berasal dari kekhawatiran peningkatan tensi dagang antara AS dengan India.
Sentimen India 'Melawan' Kebijakan AS
Mengutip Kyodo, Presiden AS Donald Trump mengancam akan menaikkan tarif impor India 'secara substansial' dari nilai 25% yang berlaku, setelah menuduh India terus membeli dan menjual ulang minyak dari Rusia.
Meski AS memandang India sebagai mitra strategis untuk menandingi China, Trump, yang juga semakin resah akibat mandeknya upaya menghentikan perang di Ukraina, mengklaim bahwa India meraup 'keuntungan besar' saat menjual ulang minyak dari Rusia tersebut ke pasar terbuka.
Pekan lalu, Trump menandatangani perintah eksekutif yang mengenakan tarif tinggi terhadap setiap negara mitra dagang dengan AS yang berlaku Kamis, 7 Agustus 2025.
Sebelum AS menyatakan penangguhan implementasi 'tarif resiprokal' beberapa waktu yang lalu, Trump dan pemerintah AS berulang kali mengisyaratkan bahwa India akan menjadi salah satu negara yang paling pertama meneken kesepakatan dagang dengan AS.
Baca Juga: Inflasi AS Naik, Rupiah Melemah Tertekan Indeks Dolar AS
Namun, tak seperti mitra dagang kunci AS lainnya seperti Jepang, Korea Selatan, dan Uni Eropa, India tak kunjung meneken kesepakatan dagang dengan AS hingga penangguhan implementasi tarif berakhir pada Jumat (1/8)
Trump pun secara sepihak menetapkan tarif 25% terhadap produk India. Merespons kritik dari AS, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) India pada Senin (4/8) menyatakan bahwa tindakan Trump 'tak dapat dibenarkan dan tak beralasan'.
India menyebut bahwa AS pun masih mengimpor produk Rusia, seperti uranium heksafluorida untuk industri nuklirnya serta bahan-bahan kimia dan produk pupuk.
Harapan penguatan kurs rupiah juga masih disebabkan data pekerjaan Non Farm Payrolls (NFP) AS yang sangat melemah.
Mengutip Anadolu, NFP AS tercatat mencapai 73 ribu lapangan kerja pada Juli 2025, jauh di bawah ekspektasi pasar yang sebesar 106 ribu. Adapun penambahan lapangan kerja untuk Juni direvisi turun sebesar 133 ribu, dari 147 ribu menjadi 14 ribu.
Adapun tingkat pengangguran naik tipis sesuai perkiraan, dari 4,1% pada Juni menjadi 4,2% pada Juli.
Jumlah pengangguran sedikit berubah di angka 7,2 juta pada Juli, sementara tingkat partisipasi angkatan kerja berada di angka 62,2%.