c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

18 Juni 2025

17:00 WIB

Payung Hukum Kopdes Merah Putih Langgar Banyak Aturan

Laporan CELIOS menyebutkan banyak kecacatan hukum pada aturan yang mendasari terbentuknya Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih.

Penulis: Erlinda Puspita

<p id="isPasted">Payung Hukum Kopdes Merah Putih Langgar Banyak Aturan</p>
<p id="isPasted">Payung Hukum Kopdes Merah Putih Langgar Banyak Aturan</p>

Sejumlah warga membeli bahan kebutuhan harian di gerai Koperasi Desa Merah Putih Desa Hutadaa, di Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, Selasa (17/6/2025). Antara/Adiwinata Solihin

JAKARTA – Center of Economic and Law Studies (CELIOS) baru saja merilis laporan yang menyoroti sisi hukum Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih. Laporan yang bertajuk “Ko Peras Desa Merah Putih: Risiko Hukum Menanti Kepala Desa” memuat adanya berbagai cacat hukum dalam pembentukan dan pelaksanaan program andalan pemerintah tersebut.

Direktur Hukum CELIOS, Mhd. Zakiul Fikri menyampaikan, terbentuknya Kopdes Merah Putih ini berlandaskan pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025, yang dilanjuti dengan surat edaran (SE) lintas kementerian.

Dasar hukum ini menurutnya cenderung rapuh dibandingkan dengan aturan melalui perundang-undangan. Inpres dinilai Zakiul lebih berdasarkan pada kewenangan bebas seorang pejabat tata usaha negara, dalam hal ini adalah Presiden.

Baca Juga: Menko Zulhas Umumkan Sudah 37 Ribu Kopdes Merah Putih Resmi Berdiri

“Pembentukan koperasi ini tidak memiliki dasar hukum perundang-undangan yang kuat. Inpres dan Surat Edaran bukanlah instrumen yang sah untuk membentuk lembaga baru yang mengelola dana publik,” tegas Zakiul dalam Webinar Peluncuran Studi Celios, Rabu (18/6).

Sementara dalam operasionalnya nanti, Kopdes Merah Putih akan menggunakan pendanaan dari APBN, APBD, dan APBDes, dan sumber sah lainnya. Zakiul pun menyoroti, artinya hal tersebut akan mengutak atik kedaulatan desa dan rakyatnya. Oleh karena itu, ia menegaskan, seharusnya pembahasan aturan dasar yang memayungi pembentukan Kopdes Merah Putih melibatkan wakil rakyat di DPR.

“Pembentukan kelembagaan dan keuangan negara untuk desa itu harusnya diatur melalui undang-undang, bukan Inpres yang berdasarkan kebijaksanaan,” imbuhnya.

Mengingat payung hukum Kopdes Merah Putih tersebut berbentuk Inpres, maka aturan tersebut ke depannya tidak bisa diuji melalui Judicial Review karena tidak masuk dalam hierarki perundang-undangan. Kondisi ini pun membuat masyarakat tak memiliki ruang pengawasan publik pada penyelenggaraan dan pelaksanaan Kopdes Merah Putih.

Potensi Jerat Pidana
Zakiul pun mewanti-wanti jika program ini berlanjut dengan basis aturan Inpres saja. Maka dari itu, pada masa depan terdapat potensi tindakan yang melampaui kewenangan, penyalahgunaan wewenang, bahkan maladministrasi.

“Salah satu contoh kasusnya adalah Surat Edaran Menteri Keuangan yang baru dirilis. SE itu meminta kepada desa, kalau mau dicairkan termin kedua dana desanya, maka dia harus sudah memastikan terlebih dahulu Kopdes Merah Putih. Dan dana desa itu nanti kemudian dijadikan modal awal dalam penyelenggaraan Kopdes Merah Putih,” ungkapnya.

Aturan tersebut lagi-lagi menurut Zakiul melanggar berbagai Undang-Undang (UU), seperti UU Desa dan UU tentang Keuangan Negara.

“Sebetulnya ini tidak boleh, tidak ada kewenangan secara spesifik Menteri Keuangan untuk mengintervensi melalui Surat Edaran itu,” ucap dia.

Lebih lanjut, Zakiul juga mengingatkan agar seluruh Kepala Desa mewaspadai adanya potensi jerat pidana imbas penyelewengan penyelenggaraan Kopdes Merah Putih. Dia menuturkan, dari hasil survei CELIOS, 65% perangkat desa mengakui adanya potensi penyelewengan penggunaan anggaran dalam Kopdes Merah Putih ini.

Penyelewengan tersebut bisa terjadi di berbagai tahapan Kopdes Merah Putih, mulai dari pembentukan hingga penyelenggaraan.

“Kami ingin warning ke pemerintah desa, ini harus berhati-hati menyikapi Kopdes Merah Putih. Jangan sampai program yang diharapkan populis ini justru menjadi penyebab pemerintah desa kena pidana korupsi. Jadi ini peraturannya masih kabur tidak jelas, sementara nanti desanya buntung. Ini desanya rugi, Kepala Desa (Kadesnya) masuk penjara, ini yang kami warning,” tandas Zakiul.

Baca Juga: Kritik Kopdes Merah Putih, CORE Indonesia: Tak Sesuai Semangat Bung Hatta

Daftar Aturan yang Dilanggar Kopdes Merah Putih
Melengkapi pernyataan Zakiul, Peneliti Hukum CELIOS, Muhamad Saleh menuturkan secara rinci aturan-aturan yang dilanggar oleh program ini. Pertama, UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang di dalamnya diatur mengenai Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) dan bersifat wajib, dengan berdasarkan pada pertimbangan yang cermat sesuai ketentuan hukum.

“Kalau sebuah kebijakan tanpa didasari kajian saintifik yang memadai, maka sangat memungkinkan pembentukan Kopdes Merah Putih ini berpotensi melanggar AUPB tadi, dan tidak memiliki dasar objektivitas yang kokoh,” ujar Saleh.

Aturan yang dilanggar berikutnya adalah UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pada beleid tersebut di Pasal 3 Huruf A, tertulis bahwa ada jaminan bagi masyarakat untuk mengetahui setiap program yang dirancang oleh pemerintah. Hal ini mulai dari perencanaan, pembuatan kebijakan, hingga proses pengambilan keputusan dan evaluasi.

“Kopdes MP ini muncul di tiga bulan pertama pemerintahan (Prabowo). Nah, ini sangat mengkhawatirkan karena proses kebijakannya tidak melibatkan publik sesuai yang diatur UU Keterbukaan Informasi Publik,” tambahnya.

Kemudian aturan ketiga adalah UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Tepatnya di Pasal 39 Ayat 1 yang menjelaskan adanya peran masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik mulai dari penyusunan, pemberian penghargaan, apresiasi, evaluasi, dan seterusnya. Namun menurut Saleh, seluruh instrumen hukum tersebut tidak dilakukan dalam pembentukan Kopdes Merah Putih.

“Kopdes ini semuanya sifatnya instruksi, surat edaran, petunjuk, juknis, dan sebagainya. Tidak ada sanggahan yang praktis bisa kita berikan. Makanya pembentukan Kopdes Merah Putih ini jadi sangat tidak akuntabel dan tidak responsif terhadap kebutuhan masyarakat,” kata Saleh.

Pelanggaran berikutnya adalah Kopdes Merah Putih menyalahi aturan mengenai UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Pada aturan tersebut di Pasal 1, Pasal 2, dan Pasal 5 disebutkan bahwa koperasi merupakan ekonomi kerakyatan dan kekeluargaan yang pada umumnya sifat basis dan prinsipnya terbuka, demokratis, dan adil. Namun hal ini tak berlaku pada Kopdes Merah Putih.

“Hari ini koperasi sifatnya justru instruksi langsung dari pemerintah pusat dan bersifat wajib. Wajib ini karena diikuti dengan perintah dan hukuman secara tidak langsung, jika desanya tidak membentuk Kopdes Merah Putih, maka pencairan dana desa tahap kedua ditahan,” tandas Saleh.

UU kelima yang dilanggar Kopdes Merah Putih adalah UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Di aturan ini, ia menitikberatkan pelanggaran pada Pasal 67 Ayat 9, Pasal 71 Ayat 1, dan Pasal 87 yang seluruhnya menyinggung pembentukan Kopdes Merah Putih berpengaruh pada dana desa.

Padahal di aturan tersebut, kata Saleh, desa memiliki hak untuk memperoleh pendanaan. Sedangkan Kopdes Merah Putih justru cenderung memberikan batas desa untuk mengakses pendanaan tersebut.

Terkait pendanaan desa, pendirian Kopdes juga menabrak aturan UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang BumDes, tepatnya Pasal 2 dan 3.

“Pendapatan desa itu oleh UU ditetapkan juga dari APBN, dan BumDes itu juga dikelola dengan keuangan masyarakat. Ini membuat struktur pemerintah desa yang dimasukkan dalam Kopdes. Dan dana desa untuk menjamin program Kopdes juga menjadi problem yang signifikan,” tutup Saleh.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar