c

Selamat

Senin, 10 November 2025

EKONOMI

06 Februari 2025

18:02 WIB

Pakar Sarankan Pemerintah Mulai Kembangkan CNG

Sumber gas C1 untuk CNG di Indonesia jauh lebih banyak ketimbang C3 dan C4 untuk LPG

Penulis: Yoseph Krishna

<p>Pakar Sarankan Pemerintah Mulai Kembangkan CNG</p>
<p>Pakar Sarankan Pemerintah Mulai Kembangkan CNG</p>

Ilustrasi. Saluran pipa gas PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) Regional Sumatera Zona 4 di Prabumulih, Sumatra Selatan. Antara Foto/Nova Wahyudi

JAKARTA - Praktisi Minyak dan Gas Bumi (Migas) Hadi Ismoyo menilai pemerintah lebih baik mengembangkan pabrik Compressed Natural Gas (CNG) ketimbang pabrik Liquified Petroleum Gas (LPG).

Menurutnya, pengembangan CNG punya potensi yang lebih besar daripada pembangunan pabrik LPG. Hal itu dikarenakan tak semua lapangan gas bumi di Indonesia memiliki kandungan yang bisa digunakan untuk memproduksi LPG, yakni propana dan butana (C3 dan C4).

"Perlu diketahui bahwa tidak semua lapangan gas mengandung C3 dan C4. Kalau mengandung C3 dan C4 belum tentu ekonomis," sebut Hadi saat dihubungi Validnews, Kamis (6/2).

Sebagaimana diketahui, total kebutuhan LPG di Indonesia mencapai kisaran 8 juta ton per tahunnya. Dari angka itu, sekitar 6 juta ton harus diimpor mengingat kapasitas produksi di dalam negeri baru mencapai lebih kurang 2 juta ton.

"Total produksi LPG 1 sektor hulu 1 juta ton, produksi LPG dari Kilang 1 juta ton, in total 2 juta ton, demand 8 juta ton. Artinya, 6 juta ton harus impor," sambungnya.

Baca Juga: PGN Pastikan Gas Bumi Siap Mengalir Ke IKN Jelang Upacara HUT RI

Pemerintah lewat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun berencana membangun pabrik LPG guna menekan impor barang bersubsidi tersebut.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia berulang kali menyampaikan pihaknya bersama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tengah memetakan lapangan-lapangan gas yang memiliki kandungan C3 dan C4 untuk diolah menjadi LPG.

Tapi, Hadi Ismoyo mengungkapkan ada baiknya pemerintah mengembangkan CNG ketimbang membangun pabrik LPG. CNG sendiri merupakan hasil dari metana (C1) yang sudah terkompresi.

"CNG ini C1 yang dicompressed. Beda dengan LPG, dimana C3 atau C4 dimasukkan tabung tekanan yang lebih rendah," kata dia.

Dirinya menyebut sumber gas metana (C1) di Indonesia jauh lebih banyak daripada source C3 dan C4 yang terus dicari oleh Kementerian ESDM maupun SKK Migas.

Baca Juga: KITB Resmi Beroperasi, PGN Gercep Salurkan Gas Bumi Ke Produsen Kaca

"Source gas C1 lebih banyak dari C3 dan C4. Tangguh, Masela, Kasuri, Bontang, Andaman, Natuna," jabar Hadi.

Dia menambahkan, ada dua tipe tabung CNG yang bisa dirilis oleh pemerintah, yakni tabung besar dan tabung kecil. Untuk tabung kecil, bobotnya ekuivalen dengan 7 kg LPG, sementara yang tabung besar setara 17 kg LPG.

Namun demikian, Hadi tak menampik ada tantangan dalam upaya mengembangkan CNG, khususnya pada aspek teknologi. Saat ini, PT PGN Tbk menggunakan teknologi Pressure Reducing Station (PRS) yang notabene harganya mahal, sehingga konsumen juga harus merogoh kocek dalam-dalam guna mendapatkan CNG.

"Sementara jika menggunakan konsep plug and play dengan safety valve khusus, harganya murah, sehingga harga di end user juga murah. Itu kenapa tabung CNG PGN tidak berkembang," pungkas Hadi Ismoyo.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar