25 Juli 2025
10:27 WIB
Oracle Hingga Microsoft Jajaki Peluang Investasi Lanjutan Di RI
Di tengah kesepakatan tarif 19%, pemerintah menegaskan perusahaan asal AS termasuk Oracle dan Microsoft berkomitmen untuk berinvestasi di Indonesia.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Fin Harini
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024). Antara Foto/Aprillio Akbar
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkap, Amerika Serikat (AS) tetap akan melanjutkan langkah investasi di Indonesia di tengah kesepakatan tarif resiprokal 19%.
Hal tersebut, menurut Airlangga memperkuat komitmen AS dalam menjadi salah satu dari Top 5 penanam modal asing (PMA) RI, yang pada tahun 2024 lalu mencapai US$3,7 miliar.
"Untuk penanaman modal itu top 5, di tahun lalu (investasi AS) sampai dengan US$3,7 miliar," ujarnya dalam Konferensi Pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Kamis (24/7).
Lebih lanjut, Menko Airlangga merinci peluang investasi apa saja yang sedang dijajaki oleh berbagai perusahaan asal AS. Salah satunya adalah Exxon Mobil yang disebut sedang dalam pembicaraan membangun fasilitas Capture Carbon Storage (CCS) dengan nilai investasi US$10 miliar.
Baca Juga: Wamen Investasi: Realisasi Investasi Kuartal II Capai Rp475 T
Beberapa perusahaan teknologi juga disebut menjadi pihak yang sedang menjajaki peluang investasi di tanah air, di antaranya Oracle, Microsoft dan Amazon.
"Oracle masih berbicara untuk investasi di sekitar US$6 miliar. Microsoft juga akan membangun infrastruktur cloud dan AI nilainya juga US$1,7 miliar. Kemudian Amazon akan memperkuat pengembangan AI dan cloud juga besarnya US$5 miliar," beber Airlangga.
Lebih lanjut, General Electric dan GE Healthcare jadi perusahaan AS selanjutnya yang sedang bekerja sama dengan Kalbe, untuk membuat CT Scan lokal pertama di Indonesia, lebih tepatnya berupa fasilitas pabrik di Jawa Barat, dengan investasi tahap awal mencapai Rp178 miliar.
Menjaga Keseimbangan
Dengan adanya komitmen investasi dari AS tersebut, Menko kembali menegaskan bahwa kesepakatan tarif yang dimiliki AS dan RI sejatinya sudah diperhitungkan dengan sangat hati-hati.
Dirinya menyorot posisi AS sejauh ini tercatat menyumbang kontribusi 11,22% terhadap pangsa pasar ekspor RI.
Menurutnya, jika RI bertahan pada tarif 32% maka tidak akan ada perdagangan yang terjadi dengan AS, sehingga berdampak pada 1 juta tenaga kerja industri padat karya lantaran hilangnya pasar ekspor 11,22% yang dimaksud.
Meski sudah menjalin perjanjian dagang baru dengan negara lain seperti melalui IEU-CEPA, Menko mengaku mencari pengganti pasar ekspor AS tidak semudah yang diperkirakan.
Baca Juga: KKKS Saling Berlomba Merayu Chevron Untuk Garap Blok Migas RI
"Kalau (tarif) 32% artinya tidak ada dagang... dan itu 1 juta pekerja di sektor padat karya bisa terkena hal yang tidak kita inginkan, karena kita harus mencari pasar baru yang 11% itu. Untuk mencari pangsa pasar baru yang 11% itu bukan sesuatu langkah yang seperti tinggal membalik tapak tangan," ujar Airlangga.
Karena itu, dengan adanya peluang investasi baru dari beberapa perusahaan teknologi AS, pemerintah berharap perjanjian serta kesepakatan yang diperoleh akan meningkatkan daya saing sekaligus inovasi sebagai hal yang akan didapat dari AS.
"Apa yang dilakukan pemerintah dengan kerja sama dengan AS adalah menjaga kesimbangan internal dan eksternal. Agar neraca perdagangan terjaga dan momentum ekonomi dan penciptaan lapangan kerja bisa terjamin," pungkas Menko Airlangga.