22 Juli 2025
08:38 WIB
KKKS Saling Berlomba Merayu Chevron Untuk Garap Blok Migas RI
Chevron, perusahaan energi asal AS, hanya ingin menggarap blok migas di Indonesia dengan cadangan besar.
Penulis: Yoseph Krishna
Karyawan berjalan di lokasi Rig (alat pengeboran minyak bumi) PDSI 49 milik PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) di Duri, Riau, Senin (8/8/2022). Antara Foto/Aditya Pradana Putra
JAKARTA - Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Djoko Siswanto mengungkapkan sampai saat ini Chevron masih melihat-lihat peluang pengembangan blok migas di Indonesia.
Dalam sesi konferensi pers di kantornya, Djoko menerangkan perusahaan asal Amerika Serikat itu hanya ingin menggarap blok migas dengan potensi yang besar.
Bahkan bila perlu, Chevron ingin bergabung dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) lain yang saat ini mengoperatori blok migas jumbo.
"Jadi gini, Chevron itu dia lihat, mau cari lapangan-lapangan besar dan kalau bisa join dari lapangan yang sudah discovery besar-besar," ungkap Djoko, Senin (21/7).
Baca Juga: Sumbangsih Hulu Migas Pada Penerimaan Negara Melorot Nyaris 23%
Tak heran, ada sejumlah KKKS yang meminta pemerintah lewat SKK Migas untuk membuka data cadangan migas untuk ditawarkan kepada Chevron.
Sayangnya, Eks-Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) itu belum mau mengungkapkan KKKS mana saja yang telah atau ingin membuka data kepada Chevron.
"Tentu KKKS itu minta buka open room ke pemerintah melalui SKK Migas. Dari situ kita lihat 'Kamu buka data untuk siapa?', salah satunya untuk Chevron. Itu menjawab teka-teki pertanyaan besar Chevron," kata dia.
Sementara itu, Deputi Bidang Eksplorasi SKK Migas Rikky Rahmat Firdaus mengakui ada pembicaraan di antara KKKS terkait peluang kembalinya investasi dari Chevron ke industri hulu migas Indonesia.
Perusahaan-perusahaan migas yang saat ini sudah mengantongi izin kelola lapangan migas pun saling berbincang supaya mereka bisa mendapat bantuan dari Chevron dalam menggarap blok yang mereka miliki.
"Kita melihat bahwa antarkontraktor kontrak kerja sama (KKKS) itu saling bicara, saling ngobrol karena untuk kegiatan dengan investasi besar itu harus berbagi risiko," imbuh Rikky.
Sebelumnya, Djoko menerangkan Chevron ingin mencari blok migas raksasa dengan jumlah cadangan yang lebih dari 15 triliun kaki kubik (Trillion Cubic Feet/TCF). SKK Migas pun dalam hal ini menawarkan potensi di sekitar Bali dan Indonesia Timur.
"Di Timur potensinya cukup besar dan perlu investasi yang cukup besar juga. Dari mereka ingin cari yang besar supaya sekalian, potensinya besar, investasi besar, dapatnya juga besar," jelasnya saat ditemui di sela IPA Convex 2025 di ICE BSD City, Kabupaten Tangerang, Banten beberapa waktu lalu.
SKK Migas sendiri memperkirakan keputusan Chevron untuk berinvestasi di Indonesia bakal mencapai tahap akhir pada tahun 2025 ini. Sekarang, Chevron sedang mencari dan mengevaluasi potensi-potensi yang sudah ditawarkan.
Risiko Tinggi
Kajian oleh Chevron diakui Djoko harus dilakukan secara mendalam. Pasalnya, Chevron berencana untuk fokus berinvestasi pada tahap eksplorasi hulu migas yang notabene punya risiko yang tinggi.
"Karena ini high risk kan, eksplorasi ya. Mereka fokus di eksplorasi," imbuh Djoko.
Pada kesempatan berbeda, Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal menyebut pengurangan risiko adalah hal yang penting bagi perusahaan migas skala global untuk mempertimbangkan investasi mereka di Indonesia.
Dia menekankan pemerintah harus terjun menyuntikkan modal terlebih dahulu pada kegiatan eksplorasi di setiap cekungan yang potensial. Hal itu dilakukan untuk menambah dan melengkapi data-data seputar blok migas dari Sabang sampai Merauke.
"Kalau data itu lengkap, itu akan menurunkan tingkat risiko dari proyek. Jadi, data-datanya harus makin banyak, risiko makin turun," ungkap Moshe kepada Validnews, Senin (14/7).
Menurutnya, kegiatan eksplorasi harus didominasi oleh investasi dari pemerintah. Dengan begitu, pemerintah bisa melengkapi data pada profil setiap blok migas yang akan ditawarkan kepada perusahaan.
"Pemerintah harus bisa sikapi ini, itu investasi (eksplorasi) harus dari pemerintah sendiri," imbuhnya.
Baca Juga: Investasi Hulu Migas RI Tembus US$7,19 Miliar Sepanjang Semester I/2025
Kemitraan Dan Pembenahan Pertamina
Moshe juga tak menampik ada peluang bagi Chevron untuk masuk ke blok migas yang sudah memiliki operator. Pasalnya, perusahaan tersebut hanya ingin menggarap lapangan dengan cadangan yang besar.
Karena itu, ia mendorong pembenahan pengelolaan perusahaan migas milik Indonesia, yakni PT Pertamina. Hal ini harus dilakukan paralel dengan upaya melengkapi data cadangan migas.
Pembenahan pengelolaan perusahaan migas menjadi penting, lantaran perusahaan akan mencari partner yang bisa dipercaya. Ia mencontohkan TotalEnergies yang kembali berinvestasi di industri hulu migas Indonesia karena digandeng PETRONAS.
Perusahaan energi asal Prancis tersebut sebelumnya dikabarkan telah mengakuisisi 24,5% hak partisipasi (Participating Interest/PI) PETRONAS atas Wilayah Kerja (WK) Bobara di Provinsi Papua Barat.
"Total balik ke Indonesia itu karena siapa? Karena dia tahu partner yang mereka percaya siapa. Mereka masuk tidak sendiri, mereka masuk karena diundang PETRONAS," sambung Moshe.
Karena itu, Moshe menegaskan PT Pertamina harus bisa memperketat aspek Good Corporate Governance (GCG), serta membuktikan pengelolaan lapangan migas selama ini dilakukan secara profesional.
"Jadi, Pertamina harus bisa mencontoh perusahaan NOC (National Oil Company) yang lain untuk bisa mengelola perusahaan sendiri dengan GCG yang ketat, itu akan meningkatkan kepercayaan," tandasnya.