20 Agustus 2025
11:00 WIB
OJK Ultimatum Pengikut Gerakan Gagal Bayar Pinjol Susah Dapat Kerja
OJK ultimatum pengikut gerakan Gagal Bayar Pinjol sulit mendapat kerja lewat pengecekan SLIK. Selain itu, pengikut gerakan ini juga terancam tidak bisa melanjutkan studi sampai pengajuan KPR.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Khairul Kahfi
Ilustrasi - peringatan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mewaspadai jebakan pinjaman online ilegal, Minggu (10/9/2023). Antara/Cahya Sari
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau dan mengultimatum masyarakat untuk menghindari gerakan 'Gagal Bayar Pinjol' atau yang akrab dikenal dengan nama Galbay. Pasalnya, pinjaman daring (pindar) legal akan ditautkan dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), atau yang sebelumnya dikenal sebagai BI Checking.
"Kan ada yang ngajakin supaya jangan bayar (pinjol). Dibedain kalau yang (pinjol) ilegal sama legal," kata perempuan yang akrab disapa Kiki kepada media di Jakarta, Selasa (19/8).
Baca Juga: OJK: Jangan Ikut Gerakan "Gagal Bayar Pinjol"
Dengan terintegrasinya pinjol legal ke SLIK, terdapat pencatatan konsumen yang tidak mau membayar pinjaman karena mengikuti gerakan 'Gagal Bayar Pinjol'.
SLIK sendiri merupakan sistem yang dikelola oleh OJK untuk mencatat dan menyimpan informasi mengenai riwayat kredit debitur.
Kiki menegaskan, masyarakat pengikut gerakan 'Gagal Bayar Pinjol' hanya akan untung sementara. Keuntungan sementara ini justru dapat merenggut masa depan mereka.
"Aku cuma mau bilang, jangan ngerasa untung sekarang. Misalnya punya BNPL (Buy Now, Pay Later), punya utang pinjol Rp5 juta. Udah deh, enggak usah bayar. Kita merasa asik untung Rp5 juta. Padahal, Rp5 juta itu enggak ada apa-apanya dibanding masa depan," jelasnya.
Baca Juga: OJK Imbau Industri Pindar Perkuat Manajemen Risiko Mitigasi Gagal Bayar
Apabila dalam catatan tersebut termaktub nama konsumen yang tidak mau membayar pinjol, akan membuat catatan pada SLIK menjadi buruk. Hal ini dapat berimbas saat melanjutkan pendidikan sampai mencari pekerjaan. Lantaran, sejumlah perusahaan melakukan pengecekan SLIK sebagai profiling pelamar kerja.
"Masa depan artinya, mau ngelamar (kerja) enggak bisa, mau ngambil S-2 enggak bisa. Karena sekarang semuanya cek SLIK. Misalnya mau kontrak diperpanjang, juga dicek dulu SLIK-nya, ini banyak utang enggak. Semuanya nanti akan terhubung seperti itu. Jadi jangan ikut-ikut kaya gitu, apalagi anak-anak muda," ujarnya.
Selain melanjutkan pendidikan dan mencari kerja, lanjut Kiki, SLIK juga berpengaruh pada saat ingin mengajukan cicilan rumah. Apabila tercatat memiliki SLIK buruk, seseorang akan sulit ketika ingin mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR).
"Apalagi (pengajuan) KPR apalagi, itu udah paling utama. Saya banyak info dari bank yang banyak menyalurkan kredit perumahan itu. Mereka banyak sering mau ngasih kredit pertama rumah enggak bisa karena mereka udah kena SLIK (buruk) ini," pungkasnya.
Baca Juga: Marak PHK, OJK: Perusahaan Pinjol Waspadai Risiko Gagal Bayar!
Sebelumnya, OJK melaporkan, outstanding pembiayaan industri pinjaman daring (pindar) atau Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) Juni 2025 tercatat tumbuh 25,06% (yoy) dengan nominal sebesar Rp83,52 triliun.
Adapun, tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) per Juni 2025 berada di posisi 2,85%, menurun apabila dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 3,19%.
Selanjutnya, berdasarkan SLIK, pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan pada Juni 2025 tercatat meningkat sebesar 56,26% (yoy) menjadi Rp8,56 triliun, dengan NPF gross sebesar 3,25%.