20 Mei 2024
20:01 WIB
OJK Luncurkan Roadmap Pengembangan Industri BPR dan BPRS 2024-2027
OJK menyebut Roadmap ini diharapkan dapat memberikan arah yang jelas bagi pengembangan dan penguatan BPR dan BPRS di Indonesia
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Fin Harini
Ilustrasi Bank Perkreditan Rakyat. Shutterstock/Kmpzzz
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi meluncurkan Peta Jalan atau Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (RP2B) 2024-2027 hari ini, Senin (20/5).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan, Roadmap ini diharapkan dapat memberikan arah yang jelas bagi pengembangan dan penguatan BPR dan BPRS di Indonesia.
"Dalam rangka mewujudkan visi RP2B 2024-2027 yaitu mewujudkan BPR dan BPRS menjadi bank yang berintegritas, tangguh, dan kontributif dalam memberikan akses keuangan kepada usaha kecil dan masyarakat di wilayahnya," kata Dian dalam acara peluncuran Roadmap BPR-BPRS 2024-2027, Senin (20/5).
Baca Juga: Salah Urus Penyebab BPR Tergerus
Dian menuturkan pengaturan yang signifikan terkait BPR dan BPRS dilakukan untuk mengakselerasi penguatan aspek kelembagaan industri BPR dan BPR Syariah sesuai amanat Undang Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
"Ini bertujuan untuk merespon kondisi dan tantangan mewujudkan sektor keuangan yang inklusif inovatif dan stabil," kata dia.
Undang-Undang P2SK membuka peluang bagi BPR dan BPRS untuk berekspansi. Salah satunya dengan mendapatkan permodalan dari bursa efek bagi BPR dan BPRS yang memenuhi kriteria tertentu.
"Kemudian melakukan kegiatan usaha yang terkait dengan sistem pembayaran serta aktivitas lainnya. Melalui pengaturan diharapkan BPR dan BPRS dapat berperan lebih luas dalam ekosistem keuangan Indonesia," imbuhnya.
Tantangan Industri Sertai Kinerja Maret 2024
Namun, lanjut Dian, di tengah potensi ekspansi itu, industri BPR dan BPRS masih memiliki tantangan, terutama tantangan struktural yang dikelompokkan menjadi tiga aspek utama. Pertama, permodalan dan disparitas skala usaha.
Menurut data OJK, jumlah BPR dan BPRS yang banyak dan sebagian besar didominasi oleh skala usaha kecil masih dihadapkan dengan kewajiban pemenuhan modal inti minimum sebesar Rp6 miliar pada bulan Desember akhir tahun 2024 bagi BPR dan 31 Desember 2025 bagi BPRS.
Tantangan yang kedua terkait tata kelola dan manajemen risiko. Menurutnya, kualitas dan kuantitas pengurus serta SDM industri BPR dan BPRS masih perlu dioptimalkan.
"Dibutuhkan penerapan tata kelola yang baik dan manajemen risiko yang efektif untuk meningkatkan kinerja industri BPR dan BPRS," ucap dia.
Ketiga, dari sisi persaingan usaha BPR dan BPRS menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan lembaga keuangan lain, khususnya untuk segmen usaha mikro kecil dan menengah atau UMKM, dari hulu sampai hilir.
"Terlebih lagi dengan masifnya teknologi informasi atau IT yang mendorong inovasi produk dan layanan keuangan juga menjadi pesaing yang cukup berat bagi industri BPR dan BPRS," sebut dia.
Baca Juga: Menjaga Keandalan Bank Kecil Melalui Saringan Modal
Meski begitu, menurut penuturan Dian, kinerja dan ketahanan industri BPR BPRS Maret 2024 masih terbilang bagus. Dari sisi jumlah, BPR dan BPRS masing-masing sebesar 1.392 BPR dan 174 BPRS.
"Kinerja BPR dan BPRS secara umum masih terjaga baik dengan mencatatkan kinerja positif dan tumbuh secara berkelanjutan. Total aset tumbuh sebesar 7,34% year-on-year menjadi senilai Rp216,73 triliun," ungkap Dian.
Selanjutnya, pertumbuhan penyaluran kredit dan pembiayaan mencapai 9,42% year-on-year menjadi senilai Rp161,90 triliun, penghimpun dana pihak ketiga dengan pertumbuhan sebesar 8,60% year-on-year menjadi senilai Rp158,8 triliun.
Terakhir, dari aspek permodalan profitabilitas likuiditas BPR dan BPRS, Dian mengatakan keduanya memiliki rasio keuangan yang relatif terjaga. Antara lain tercermin dari rasio yang menunjukkan ketahanan yang baik dan mampu menopang risiko kredit atau pembiayaan yang sedang menunjukkan tren meningkat pada saat ini.