22 Februari 2024
14:44 WIB
Penulis: Fitriana Monica Sari
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum ada permohonan tertulis terkait penggabungan (merger) antara anak usaha PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN), yakni BTN Syariah dan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk.
Padahal, langkah merger antara kedua bank tersebut diperkirakan rampung pada Maret 2024 mendatang.
Meski kedua pihak belum menyampaikan permohonan tertulis, tapi keduanya disebut telah melakukan komunikasi dengan OJK selaku regulator.
"Saat ini belum ada permohonan tertulis terkait rencana aksi korporasi dimaksud. Namun demikian, kedua pihak telah melakukan komunikasi dengan OJK," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (KE PBKN) OJK Dian Ediana Rae kepada wartawan, Kamis (22/2).
Lebih lanjut, Dian menuturkan, adanya pengajuan permohonan tersebut, maka OJK akan segera mengevaluasi dan memproses sesuai ketentuan yang berlaku.
"Dalam hal terdapat bank mengajukan permohonan tersebut kepada OJK, maka kami akan segera mengevaluasi dan memproses sesuai ketentuan yang berlaku," katanya.
Baca Juga: Erick Thohir Kaji Sinergi Bank Muamalat Dan BTN Syariah
Terkait dengan upaya pengembangan dan penguatan industri perbankan syariah, OJK mengaku akan mendukung langkah konsolidasi yang akan dilakukan dalam rangka pengembangan perbankan syariah Indonesia.
Dengan upaya konsolidasi ini, diharapkan struktur pasar perbankan syariah ke depan akan lebih ideal dengan kehadiran beberapa bank syariah berskala besar yang lebih kompetitif.
Dorong Perekonomian Syariah
Sementara itu, Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo mengatakan rencana merger ini merupakan strategi pemerintah dalam memperbesar perannya dalam perekonomian syariah.
"UUS BTN yang memang sudah direncanakan untuk spin-off dari Bank BTN nyata-nyata adalah anak kandung BUMN, sedangkan Bank Muamalat adalah bank swasta yang kemudian sebagian sahamnya dihibahkan IsDB, Bank Boubyan, Atwill Holdings Limited, National Bank of Kuwait, IDF Investment Foundation, dan BMF Holding Limited kepada pemerintah Indonesia melalui BPKH. Sehingga saat ini, keduanya merupakan institusi keuangan syariah milik pemerintah," terang lelaki yang akrab disapa Didiet kepada Validnews, Kamis (22/2).
Menurutnya, tidak ditemukan penjelasan khusus mengapa UUS BTN Syariah tidak bergabung dengan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI).
Namun demikian, ditemukan penjelasan singkat bahwa pada saat BSI didirikan, UUS BTN belum berstatus Bank Umum Syariah, sehingga tidak ikut perjanjian pendirian BSI.
"Namun apapun alasan dibalik merger UUS BTN dan Bank Muamalat akan membuat kepemilikan pemerintah pada Bank Umum Syariah di Indonesia menjadi semakin besar," imbuh Didiet.
Soal prospek Bank Syariah hasil merger, kata Didiet, kepemilikan saham BKPH pada Bank Muamalat menjadikan Bank Muamalat menjadi BUS dengan potensi tertinggi dalam hal pengelolaan dana haji.
Perbaikan telah dilakukan di Bank Muamalat baik dari sisi perbaikan infrastruktur, teknologi informasi, dan juga dalam hal kualitas aset.
Namun, dia menilai akan lebih lengkap apabila Bank Muamalat dapat memperbaiki infrastruktur, teknologi informasi, dan kualitas asetnya dengan merancang rencana strategis jangka panjang yang mencakup investasi dalam teknologi terkini, perbarui sistem informasi, perkuat keamanan TI, dan optimalisasi proses bisnis.
Baca Juga: Ada Rencana Sinergi BTN Syariah-Bank Muamalat, OJK Buka Suara
Selain itu, pemeliharaan dan pembaruan infrastruktur serta manajemen risiko aset yang efektif juga diperlukan.
Pengembangan sumber daya manusia melalui pelatihan staf dan kerja sama dengan mitra teknologi juga dinilai menjadi aspek penting. Sementara, pemantauan kinerja dan responsif terhadap umpan balik pelanggan mendukung evaluasi terus-menerus untuk meningkatkan layanan.
Didiet menyampaikan, lima besar Bank Umum Syariah di Indonesia dari sisi aset diduduki oleh BSI, UUS CIMB Niaga, Bank Muamalat, UUS BTN, dan UUS Maybank.
Oleh karena itu, merger Bank Muamalat dan UUS BTN akan menjadikan pemerintah memiliki dua Bank Umum Syariah dengan aset terbesar di Indonesia.
Validnews sudah mencoba untuk kembali mengonfirmasi hal ini kepada BTN Syariah dan Bank Muamalat. Namun hingga berita ini ditayangkan, masih belum ada tanggapan dari kedua bank tersebut.
Sekadar informasi, laba bersih setelah pajak Bank Muamalat tumbuh 65,6% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp52,36 miliar pada kuartal III/2023 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp31,62 miliar.
Sementara itu, bisnis syariah milik Bank BTN juga menunjukkan kinerja moncer. Laba bersih Unit Usaha Syariah (UUS) BTN melonjak hingga 70,40% yoy menjadi Rp400,89 miliar per kuartal III/2023 dari periode yang sama tahun lalu senilai Rp235,27 miliar.