c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

EKONOMI

14 Januari 2025

15:59 WIB

OJK Beberkan Dukungan Untuk Program 3 Juta Hunian

OJK optimistis berbagai dukungan kebijakan dapat mendukung program pemerintah untuk menyediakan 3 juta hunian. 

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Khairul Kahfi

<p dir="ltr" id="isPasted">OJK Beberkan Dukungan Untuk Program 3 Juta Hunian</p>
<p dir="ltr" id="isPasted">OJK Beberkan Dukungan Untuk Program 3 Juta Hunian</p>

Pekerja menyelesaikan pembangunan rumah di salah satu perumahan di Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (29/10/2024).Antara Foto/Andry Denisah

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan berbagai dukungan terhadap program 3 juta hunian yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto. Salah satunya, kebijakan-kebijakan yang mendukung sektor perumahan.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menegaskan, kualitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dapat dinilai hanya berdasarkan ketepatan pembayaran. 

"Hal ini sesuai dengan POJK 40/2019 tentang penilaian kualitas aset Bank Umum, penetapan kualitas aset produktif untuk debitur dengan platform sampai Rp5 miliar, yang dapat dilakukan hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok atau bunga yang dikenal dengan istilah satu pilar saja, yang juga dapat diberlakukan untuk KPR," ujarnya di Jakarta, Selasa (14/1).

Baca Juga: OJK Ungkap Berbagai Kebijakan Bantu Bank Dorong Program 3 Juta Rumah

Menurutnya, pemberlakuan penilaian kualitas aset itu bersifat lebih longgar dibandingkan kredit lainnya, di mana bank menilai dengan tiga pilar. Yakni, prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan membayar. 

"Dan saya ulangi, penggunaan dari peraturan POJK 40 Tahun 2019 ini, maka pemberian untuk debitur sampai Rp5 miliar dapat hanya menggunakan satu pilar saja," tegas Bos OJK.

Sementara yang lainnya, KPR dapat dikenakan bobot risiko yang rendah dan ditetapkan secara granular dalam penghitungan aset tertimbang menurut risiko atau Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) kredit. 

Hal ini sesuai dengan SEOJK 24 Tahun 2021 tentang penghitungan ATMR untuk risiko kredit dengan menggunakan pendekatan standar bagi Bank Umum.

"Kredit untuk properti rumah tinggal dapat dikenakan bobot risiko ATMR kredit yang rendah dibandingkan kredit lainnya, antara lain kredit kepada korporasi. Dalam ketentuan itu, bobot risiko ditetapkan secara granular dengan bobot rendah sebesar 20% berdasarkan loan to value," jelas dia.

Dengan begitu, menurutnya, perbankan memiliki ruang pemodalan yang lebih besar untuk menyalurkan KPR selanjutnya. 

Baca Juga: Menteri ATR: Ketersediaan Tanah Untuk 3 Juta Rumah Tak Ada Masalah

Di sisi lain, untuk mendukung sisi pendanaan kepada pengembang perumahan, maka larangan pemberian kredit pengadaan pengolahan tanah telah dicabut sejak 1 Januari 2023.

"OJK telah memberikan keleluasan bagi pengembang perumahan untuk memperoleh pembiayaan dari perbankan guna melakukan pengadaan atau pengolahan tanah yang sebelumnya dilarang. Dengan dicabutnya larangan itu, bank dihimbau agar lebih menekankan pada penerapan manajemen risiko yang baik," terangnya.

Selain inisiatif tersebut, dukungan likuiditas untuk penyediaan pembiayaan perumahan juga dilakukan melalui penerbitan instrumen Efek Beragunan Aset Surat Partisipasi (EBA-SP).

Mahendra menilai, potensi mengoptimalkan EBA-SP masih sangat besar. Oleh karena itu, OJK bersama stakeholders terkait akan terus memperkuat dan merumuskan antara lain penyempurnaan skema EBA-SP di pasar modal. 

"Dengan berbagai dukungan kebijakan itu, maka kami optimis program pemerintah untuk menyediakan 3 juta hunian bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah (MBR) dapat terlaksana dengan baik," ucapnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar