c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

27 Desember 2024

20:53 WIB

OJK Ungkap Berbagai Kebijakan Bantu Bank Dorong Program 3 Juta Rumah

OJK berupaya menjaga keseimbangan antara peningkatan akses pembiayaan properti dalam rangka program pemerintah 3 juta rumah dan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.

Penulis: Fitriana Monica Sari

<p dir="ltr" id="isPasted"><span data-originalcomputedfontsize="16" data-originalfontsize="12pt">OJK Ungkap Berbagai Kebijakan Bantu Bank Dorong Program 3 Juta Rumah</span></p>
<p dir="ltr" id="isPasted"><span data-originalcomputedfontsize="16" data-originalfontsize="12pt">OJK Ungkap Berbagai Kebijakan Bantu Bank Dorong Program 3 Juta Rumah</span></p>

Ilustrasi. Kawasan perumahan bersubsidi yang masih dalam tahap pengembangan di Batam, Kepulauan Riau, Minggu (3/12/2023). Antara Foto/Teguh Prihatna

JAKARTA - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menyampaikan langkah-langkah kebijakan yang dilakukan OJK selama beberapa tahun terakhir diharapkan dapat membantu Bank untuk turut mendukung program 3 juta rumah yang diinisiasi oleh Presiden Prabowo Subianto.

"Dengan kebijakan yang adaptif dan pengawasan yang hati-hati, OJK berupaya menjaga keseimbangan antara peningkatan akses pembiayaan properti dalam rangka program pemerintah 3 juta rumah dan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan," kata Dian dalam keterangan resmi yang dikutip Jumat (27/12).

Lebih lanjut, Dian merinci berbagai kebijakan yang dikeluarkan OJK. Salah satunya adalah pengaturan khusus untuk kredit beragun rumah tinggal dalam SEOJK No.24/SEOJK.03/2021 tentang Perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar bagi Bank Umum (SEOJK ATMR Kredit), yang akan berdampak dalam perhitungan KPMM Bank.

"Dalam ketentuan tersebut, diatur bobot risiko yang granular, di mana semakin kecil LTV (Loan to Value), maka bobot ATMR Kredit akan lebih kecil, sehingga lebih menggambarkan risiko kredit yang dihadapi bank untuk masing-masing debitur," jelasnya.

Selanjutnya, terdapat POJK Kualitas Aset mengenai penetapan kualitas Aset Produktif untuk debitur dengan plafon sampai dengan Rp5 miliar yang dapat hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga (satu pilar). Ketentuan ini dapat dimanfaatkan bank untuk kredit perumahan. 

"Perlakuan penilaian kualitas aset tersebut bersifat lebih praktis dibandingkan kondisi umum, di mana bank menilai dengan tiga pilar, yaitu prospek usaha, kinerja debitur, kemampuan membayar," terang Dian.

Lalu, Pengecualian Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang dapat diberikan untuk penyediaan perumahan yang ditujukan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), yang termasuk dalam kategori program pemerintah. 

Pengecualian ini berlaku apabila pembiayaan perumahan tersebut dijamin oleh lembaga penjaminan atau asuransi yang dimiliki oleh BUMN atau BUMD. 

"Ketentuan mengenai pengecualian ini diatur dalam POJK No.32/POJK.03/2018 yang kemudian diubah dengan POJK No.38/POJK.03/2019," ujarnya.

OJK pun turut mengeluarkan POJK No. 27 tahun 2022 tentang KPMM untuk Pencabutan POJK Kredit Tanah per 1 Januari 2023. 

Menurut Dian, larangan pemberian kredit untuk pengadaan/pengolahan tanah pada POJK Kredit Tanah tidak sejalan dengan arah kebijakan principle-based yang tidak membatasi kegiatan bank. 

"Dengan dicabutnya POJK dimaksud, maka Bank dapat memberikan kredit untuk pengadaan/pengolahan tanah sepanjang menerapkan manajemen risiko disertai permodalan yang memadai termasuk menghindari tujuan spekulasi," kata Dian.

Selain itu, lanjutnya, dalam sektor pasar modal, industri perbankan berperan dalam penerbitan produk pengelolaan investasi yang terkait pembiayaan perumahan, yakni Efek Beragun Aset berbentuk Surat Partisipasi (EBA-SP).

Surat berharga tersebut terdiri dari sekumpulan KPR yang diterbitkan melalui proses sekuritisasi, sehingga menjadi instrumen investasi pendapatan tetap yang dapat ditransaksikan di pasar sekunder. 

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia per 29 November 2024, terdapat 9 EBA-SP yang diperdagangkan dengan total nilai sebesar Rp2,21 triliun. 

Jangan Bebani APBN

Secara terpisah, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta Pusat, Rabu (13/11), PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN (BBTN) meminta agar pembiayaan program 3 juta rumah per tahun tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan, untuk mencapai target 3 juta rumah per tahun butuh penyempurnaan skema pembiayaan. 

Pasalnya, pada saat pemerintahan era Joko Widodo (Widodo) dengan program lebih dari 200 ribu rumah per tahun sudah mengkonsumsi anggaran yang cukup besar, yakni senilai Rp24 triliun.

Oleh karena itu, program 3 juta rumah per tahun ditaksir akan memakan anggaran yang jauh lebih besar.

Dirut BTN ini pun mengusulkan alternatif pendanaan selain dari APBN untuk memuluskan rencana 3 juta rumah per tahun. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar