01 Agustus 2025
12:11 WIB
Neraca Perdagangan Juni 2025 Surplus US$4,10 M
BPS melaporkan adanya surplus neraca perdagangan di Juni 2025 senilai US$4,10 miliar.
Penulis: Erlinda Puspita
Pekerja membongkar muat peti kemas di Terminal Peti Kemas (TPK) Pelabuhan Batu Ampar Batam, Kepulauan Riau, Senin (28/4/2025). AntaraFoto/Teguh Prihatna
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, neraca perdagangan barang Indonesia pada Juni 2025 mengalami surplus sebesar US$4,10 miliar. Surplus ini ditopang oleh ekspor komoditas nonmigas sebesar US$5,22 miliar.
Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengungkap, komoditas yang mendongkrak ekspor nonmigas pada Juni 2025 adalah lemak dan minyak hewani/nabati (HS15), bahan bakar mineral (HS27), serta besi dan baja (HS72).
“Pada Juni 2025, neraca perdagangan barang mencatat surplus sebesar US$4,10 miliar. Neraca perdagangan Indonesia telah mencatat surplus selama 62 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,” ujar Pudji dalam Konferensi Pers rilis BPS, Jumat (1/8).
Pudji merincikan, surplus neraca perdagangan barang Indonesia di Juni 2025 ini diperoleh dari total nilai ekspor yang lebih tinggi ketimbang impor. Total ekspor Indonesia mencapai US$23,44 miliar atau naik dari Juni 2024 sebesar 11,29% (year on year/yoy), namun mengalami penurunan secara bulanan dari Mei 2025 yang sebesar US$24,61 miliar.
Baca Juga: Mendag: Kebijakan Tarif AS Bikin Surplus Neraca Dagang RI Makin Merosot
Total nilai ekspor ini berasal dari ekspor nonmigas senilai US$22,33 miliar atau naik 12,61% (yoy) dari Juni 2024 yang mencapai US$19,83 miliar.
“Kenaikan nilai ekspor Juni 2025 terutama didorong oleh kenaikan ekspor nonmigas, yaitu komoditas yang pertama bijih logam, terak dan abu (HS26) yang naik 3.736,49% dengan andil 3,09%, kemudian lemak dan minyak hewani/nabati (HS15) naik 22,05% dengan andil 2,85% serta logam mulia dan perhiasan/permata (HS71) naik 104,44% dengan andil 2,59%,” jelas Pudji.
Sementara untuk ekspor migas diketahui mengalami defisit sebesar US$1,11 miliar yang disumbang secara dominan dari defisit ekspor komoditas minyak mentah dan hasil minyak.
Dilihat berdasarkan sektornya, Pudji menyampaikan seluruh sektor ekspor nonmigas mengalami kenaikan di Juni 2025, kecuali sektor pertambangan dan lainnya. Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan berkontribusi sebesar US$0,59 miliar atau naik 49,55% dari tahun lalu. Sektor industri pengolahan sebesar US$19 miliar atau naik 16,75% dengan andil sebesar 12,95%.
“Peningkatan (sektor industri) secara tahunan ini utamanya disebabkan meningkatnya nilai ekspor minyak kelapa sawit, barang perhiasan dan barang berharga, kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, kemudian semikonduktor dan komponen elektronik lainnya, serta peralatan listrik lainnya,” tambah Pudji.
Penurunan ekspor nonmigas hanya terjadi di sektor pertambangan dan lainnya yang mencatatkan nilai US$2,74 miliar atau turun dari tahun lalu sebesar -13,36%.
Impor
Sementara dari sisi impor, Pudji menuturkan nilai impor di Juni 2025 mencapai US$19,33 miliar atau naik 42,28% dari Juni 2024. Impor ini didominasi oleh peningkatan impor nonmigas.
Lebih detail, impor nonmigas Juni 2025 tercatat US$17,11 miliar atau naik 12,07% yoy dari Juni 2024 yang sebesar US$15,27 miliar, dan impor migas mencapai US$2,22 miliar atau turun 32,07% yoy dari US$3,27 miliar di Juni 2024.
Lebih lanjut, Pudji menyatakan impor secara tahunan ini jika dilihat dari sisi penggunaan, maka meningkat karena didorong oleh impor barang modal.
Baca Juga: Neraca Dagang Masih Defisit dengan China, Ini Jurus Kemendag Naikkan Ekspor
“Nilai impor barang modal naik 37,89% pada Juni 2025 (yoy) dengan andil peningkatan sebesar 6,20%,” tutur Pudji.
Dilihat lebih detail, peningkatan impor menurut penggunaan ini tertinggi terjadi pada barang modal senilai US$4,18 miliar atau naik 37,89% dari Juni 2024 yang sebesar US$3,03 miliar. Disusul kenaikan pada impor barang konsumsi dengan total nilai di Juni 2025 sebesar US$1,8 miliar atau naik 1,18% dari Juni 2024 yang sebesar US$1,78 miliar.
Sedangkan penurunan impor bahan baku penolong tercatat sebesar -2,74% dari US$13,73 miliar pada Juni 2024 menjadi US$13,35 miliar di Juni 2025.