15 Maret 2024
10:42 WIB
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan barang Februari 2024 mengalami surplus sebesar US$0,87 miliar. Namun, angka surplus itu melemah atau turun US$1,13 miliar secara bulanan (month to month/mtm).
Capaian surplus neraca perdagangan RI berasal dari nilai ekspor yang lebih tinggi dibandingkan impor. Adapun kinerja ekspor Februari 2024 sebesar US$19,31 miliar, sedangkan impor sebesar US$18,44 miliar.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, meski surplus US$0,87 miliar, neraca perdagangan RI pada Februari 2024 nilainya lebih rendah dibandingkan surplus Januari 2024 yang sebesar US$2,02 miliar dan periode yang sama tahun lalu.
"Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia surplus 46 bulan berturut-turut sejak Mei 2020, namun yang menjadi catatan adalah surplus Februari 2024 relatif lebih rendah dibandingkan bulan-bulan sebelumnya dan bulan yang sama pada tahun 2023," ujarnya dalam Rilis BPS, Jumat (15/3).
Baca Juga: Neraca Dagang Merosot, Kemendag Perketat Impor dan Permudah Ekspor
Amalia melaporkan surplus perdagangan RI pada Februari 2024 ditopang oleh surplus komoditas non-migas sebesar US$2,63 miliar. Dia menyebutkan komoditas penyumbang surplus di antaranya, bahan bakar mineral (HS27), lemak dan minyak hewan nabati (HS15), serta besi dan baja (HS72).
Pada saat yang sama, neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit sebesar US$1,76 miliar. Dia menyebutkan komoditas penyumbang defisit berasal dari hasil minyak dan minyak mentah.
BPS mencatat, surplus neraca perdagangan non migas dan defisit neraca perdagangan migas pada Februari 2024 sama-sama lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan lalu dan Februari 2023.
"Defisit neraca perdagangan migas Februari 2024 ini lebih rendah daripada bulan sebelumnya maupun dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun 2023," kata Amalia.
Jika dilihat secara tahunan (year on year/yoy), surplus neraca perdagangan RI pada Februari 2024 yang sebesar US$0,87 miliar itu jauh lebih rendah dibandingkan posisi surplus Februari 2023, yakni sebesar US$5,4 miliar.
Surplus neraca perdagangan pada Februari 2024 tercatat turun 4,54% dibandingkan Februari 2023. Dengan demikian, surplus neraca dagang RI melemah, baik secara bulanan maupun secara tahunan.
Kemudian secara kumulatif, neraca perdagangan RI periode Januari-Februari 2024 mencatatkan surplus sebesar US$2,87 miliar. Namun angka tersebut turun US$6,42 miliar dibandingkan surplus periode Januari-Februari 2023 lalu.
"Secara kumulatif hingga Februari 2024, surplus neraca perdagangan barang Indonesia mencapai US$2,87 miliar atau mengalami penurunan sebesar US$6,42 miliar dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu," ucap Amalia.
Adapun neraca dagang RI berasal dari capaian ekspor Januari-Februari 2024 sebesar US$39,80 miliar atau turun 8,81% dibandingkan periode yang sama di 2023. Sementara itu, impor mencapai US$36,93 miliar atau naik 7,49% dibandingkan periode yang sama 2023.
Baca Juga: INDEF: Ekspor Produk Hilirisasi RI Bisa Melemah Imbas Jepang Resesi
Neraca Dagang RI Menurut Mitra
Berikutnya, Plt Kepala BPS memaparkan kinerja neraca perdagangan RI menurut negara mitra dagang pada Februari 2024. Amalia melaporkan Indonesia mengalami surplus perdagangan barang dengan beberapa negara.
Tiga teratas surplus dagang terjadi dengan Amerika Serikat sebesar US$1,44 miliar, kemudian dengan India yang surplusnya sebesar US$1,15 miliar dan Filipina sebesar US$627,8 juta.
"Surplus terbesar yang kita perdagangkan dengan Amerika Serikat terutama disumbang oleh kelompok komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS85), pakaian dan aksesoris yang bukan rajutan (HS62), serta alas kaki (HS64)," terang Amalia.
Sementara itu, Indonesia juga mengalami defisit perdagangan dengan beberapa negara. BPS mencatat ada tiga defisit terdalam, antara lain dengan Tiongkok defisit sebesar US$1,86 miliar, lalu Thailand defisitnya US$549,6 juta dan Singapura sebesar US$317,1 juta.
"Defisit terdalam yang dialami dengan Tiongkok itu tercatat pada kelompok barang mesin dan peralatan mekanik serta bagiannya (HS84), kemudian mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS85), plastik dan barang plastik (HS39)," ujar Amalia.