19 Juli 2024
15:12 WIB
Motor-Mobil Wajib Miliki Asuransi TPL, Pengamat: Potensinya Capai Rp12 T
Pengamat menilai potensi kasar dan yang bisa ditarik dari sektor asuransi wajib TPL ini sekitar Rp12 triliun.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Sejumlah pengunjung melihat koleksi mobil listrik yang dipamerkan dalam Indonesian International Motor Show (IIMS) 2024 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (15/2/2024). ValidNewsID/Darryl Ramadhan
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, mulai Januari 2025 mendatang, seluruh pemilik kendaraan bermotor, baik motor dan mobil di Indonesia wajib memiliki asuransi third party liability (TPL). Hal ini lantas menuai pro dan kontra dari berbagai pihak.
Pengamat asuransi Irvan Rahardjo menjelaskan bahwa hal tersebut sebenarnya sudah diatur di Undang-Undang (UU) Lalu Lintas. Akan tetapi, ketentuan tersebut belum pernah terlaksana dan kemudian diaktifkan lagi dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) di bawah Asuransi Wajib.
"Hal ini bagus untuk mendorong literasi dan inklusi asuransi kita yang masih rendah. Untungnya, penetrasi dan inklusi asuransi diharapkan meningkat," kata Irvan kepada Validnews, Jumat (19/7).
Keuntungan lainnya, lanjut dia, ada jaminan proteksi bagi korban kecelakaan lalu lintas. Di sisi lain, ruginya tentu ada beban premi tambahan bagi pemilik mobil dan operator kendaraan umum.
Untuk itu, Irvan meminta OJK untuk menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) tentang asuransi wajib TPL. Hal ini tidak hanya soal premi, tetapi prosedur klaim bila melibatkan beberapa kendaraan sekaligus, dengan berkoordinasi bersama pihak Asosiasi.
"Kalau soal ada yang tidak memiliki asuransi, tentu merupakan pengecualian, karena sifat asuransi TPL sendiri wajib dimiliki. Seperti halnya BPJS yang sekalipun wajib, namun juga banyak yang tidak memilikinya," terang dia.
Baca Juga: AAUI Harapkan PP Asuransi Third Party Liability Direalisasikan Tahun Depan
Irvan mengakui dengan adanya asuransi TPL kemungkinan besar beban masyarakat akan bertambah besar dengan situasi ekonomi yang tidak baik-baik saja saat ini, di mana daya beli masyarakat menurun dan sulitnya lapangan kerja serta banyak PHK.
Oleh karena itu, agar premi lebih murah hingga terjangkau masyarakat luas, Irvan menilai bahwa seharusnya diberlakukan untuk semua jenis kendaraan.
Dengan catatan, nilai pertanggungannya juga harus dibatasi agar tidak menimbulkan beban premi yang besar karena sifatnya wajib.
Sementara itu, kepada Validnews, Jumat (19/7), pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu mengatakan bahwa secara normatif, negara-negara maju telah mewajibkan asuransi TPL bagi semua pemilik kendaraan bermotor.
Hal tersebut didasarkan pada pemahaman bahwa kecelakaan lalu lintas dapat menimbulkan kerugian finansial yang besar bagi pihak ketiga, dan asuransi TPL adalah cara yang efektif untuk memastikan bahwa korban kecelakaan mendapatkan kompensasi yang adil.
Oleh karena itu, menurutnya, penerapan asuransi wajib TPL di Indonesia dapat dilihat sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk mengikuti standar internasional dalam perlindungan korban kecelakaan lalu lintas dan meningkatkan keselamatan jalan raya.
"Kebijakan ini juga dapat memberikan manfaat bagi Indonesia dalam hal peningkatan citra negara di mata internasional, terutama dalam hal perlindungan konsumen dan keselamatan jalan," ujar Yannes.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, sistem database kepemilikan asuransi TPL nantinya diintegrasikan dengan STNK dan SIM hingga NIK.
Selain itu, besaran premi asuransi wajib TPL kelak akan merangkum untuk mobil hingga sepeda motor.
"Dengan demikian, potensi kasar dan yang bisa ditarik dari sektor asuransi wajib TPL ini sekitar Rp12 triliun. Namun, totalnya bergantung faktor-faktor, seperti jenis sepeda motor, usia sepeda motor, riwayat klaim, dan wilayah geografis juga dapat mempengaruhi besaran premi yang akan ditetapkan nanti," tutur Yannes.
Tunggu Restu
Kendati demikian, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menyampaikan bahwa Program Asuransi Wajib, termasuk asuransi kendaraan, masih menunggu terbitnya peraturan pemerintah (PP) sebagai payung hukum pelaksanaannya, seperti ruang lingkup dan waktu efektif penyelenggaraan program.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) mengatur bahwa Pemerintah dapat membentuk Program Asuransi Wajib sesuai dengan kebutuhan, di antaranya mencakup asuransi kendaraan berupa tanggung jawab hukum pihak ketiga (third party liability-TPL) terkait kecelakaan lalu lintas, asuransi kebakaran, dan asuransi rumah tinggal terhadap risiko bencana.
"Dalam persiapannya, tentu diperlukan kajian mendalam terlebih dahulu mengenai Program Asuransi Wajib yang dibutuhkan. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Program Asuransi Wajib tersebut akan diatur dengan PP setelah mendapat persetujuan dari DPR," ujar Ogi dalam keterangan resmi, Kamis (18/7).
Baca Juga: Lender Amsyong, OJK Minta Fintech P2P Lending Genjot Asuransi Kredit
Dalam UU P2SK dinyatakan bahwa setiap amanat UU P2SK, diikuti dengan penyusunan peraturan pelaksanaan yang penetapannya paling lama dua tahun sejak UU P2SK diundangkan. Setelah PP diterbitkan, OJK akan menyusun peraturan implementasi terhadap Program Asuransi Wajib tersebut.
Ogi menjelaskan, program asuransi wajib TPL terkait kecelakaan lalu lintas dimaksudkan untuk memberikan perlindungan finansial yang lebih baik kepada masyarakat karena akan mengurangi beban finansial yang harus ditanggung oleh pemilik kendaraan jika terjadi kecelakaan, dan lebih jauh lagi akan membentuk perilaku berkendara yang lebih baik.
"Dengan meningkatnya perlindungan terhadap risiko, masyarakat akan lebih terlindungi dan merasa lebih aman, serta juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan," pungkasnya.
Tinjau Ulang
Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar meminta rencana kebijakan asuransi wajib bagi kendaraan bermotor yang mulai diberlakukan tahun 2025 oleh Otoritas Jasa Keuangan agar ditinjau ulang.
Muhaimin mengatakan rencana kebijakan tersebut justru akan memberatkan masyarakat pemilik kendaraan bermotor karena pembelian kendaraan bermotor saat ini sudah dikenakan pajak serta pajak atas kepemilikannya.
"Kalau memang perlu pemasukan, ayo pakai cara-cara yang kreatif, bukan malah membebani masyarakat dengan asuransi," kata Muhaimin dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (18/7).
Menurutnya, pemerintah perlu mendorong dan mengoptimalkan Jasa Raharja dibandingkan menambah beban asuransi kendaraan bermotor dengan pihak lain.
Jasa Raharja adalah perusahaan asuransi sosial milik negara yang bertanggung jawab mengelola asuransi kecelakaan lalu lintas.
"Saya kira OJK jangan terlalu gegabahlah, tinjau ulang rencana itu," kata Muhaimin.