24 Januari 2024
20:29 WIB
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Fin Harini
JAKARTA - PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia optimistis minat investasi publik terhadap instrumen investasi di pasar modal akan membaik pada semester II/2024.
Bahkan, Mirae Asset memprediksi jumlah nasabah dapat tumbuh sekitar 10% dari sekitar 330 ribu pada akhir tahun lalu.
CEO Mirae Asset Sekuritas Tae Yong Shim mengatakan, prediksi positif tersebut seiring dengan prediksi pelonggaran kebijakan suku bunga global dan nasional.
Selain itu, optimisme tersebut juga didukung oleh kondisi politik yang diprediksi akan berjalan aman dan damai hingga nantinya akan menghasilkan duet pimpinan negara baru, yang peralihan kepemimpinannya juga akan damai.
“Kami optimis seiring dengan prediksi positif analis kami dan sebagian besar pelaku pasar, terutama pada semester II/2024,” kata Shim di Jakarta, Rabu (24/1) lewat siaran pers.
Baca Juga: Mirae Asset Proyeksikan IHSG Bisa Tembus 8.100 Pada 2024
Dia menjelaskan, iklim investasi tahun ini diyakini akan lebih baik dibanding tahun lalu. Lantaran, pada 2023, kondisi makroekonomi dunia sedang tidak kondusif, terutama karena rezim suku bunga tinggi, panasnya geopolitik, dan polarisasi politik dunia.
Karena gejolak global tersebut, suku bunga acuan domestik kemudian dinaikkan hingga 6% untuk menghadapi potensi gejolak inflasi dan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS).
Walhasil, pasar modal domestik tahun lalu juga diwarnai aksi arus keluarnya dana investor asing (capital outflow) senilai Rp6 triliun.
Data Bursa pun menunjukkan bahwa nilai transaksi harian saham Rata-rata Nilai Transaksi Harian (RNTH) tahun lalu turun menjadi sekitar Rp11 triliun per hari dari sebelumnya Rp15 triliun per hari pada 2022.
Saham Blue Chips
Dalam kesempatan yang sama, Robertus Hardy selaku Head of Research Mirae Asset menuturkan, peningkatan minat investasi publik di pasar saham tahun ini juga didukung optimisme prediksi pasar saham yang akan menguat pada semester II dengan dukungan dari saham-saham unggulan (blue chips).
“Ada potensi penurunan suku bunga bank sentral di tingkat global, termasuk BI rate, yang terutama disebabkan oleh inflasi yang terkendali dan sudah ada kejelasan hasil pemilu. Kami masih memprediksi nilai wajar IHSG akan berada pada level 8.100," tuturnya.
Dua faktor lain, lanjut Robert, adalah investor domestik yang diprediksi masih akan jadi penopang IHSG serta total kapitalisasi saham emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar yang masih kecil.
Baca Juga: 2024, Ini Rekomendasi Strategi Investasi Bank Commonwealth
Ia mengatakan, total kapitalisasi pasar saham lima emiten terbesar di pasar saham Indonesia sangatlah kecil dibanding pasar saham Asia lain, seperti Korea Selatan, Jepang, dan India.
Adapun, lima saham blue chips terbesar di Indonesia, yaitu BBCA, BREN, BBRI, BYAN, BMRI hanya sekitar US$273 miliar.
Angka tersebut jauh di bawah lima perusahaan terbesar di Bursa Korea Selatan, Jepang, dan India, yang masing-masing senilai US$628 miliar, US$ 672 miliar, dan US$691 miliar.
"Dengan optimisme pasar saham tersebut, saham-saham yang dapat menjadi pilihan adalah BBCA, BBRI, ACES, MAPI, TLKM, ISAT, dan ASII," pungkas Robert.