15 Agustus 2025
20:39 WIB
Mentan Amran Buka Suara Banyak Penggilingan Padi Tutup
Mentan Amran Sulaiman menjelaskan penutupan pabrik penggilingan padi sering terjadi sejak lama, imbas jumlah penggilingan lebih besar daripada produksi gabah.
Penulis: Erlinda Puspita
Editor: Fin Harini
Menteri Pertanian Amran Sulaiman saat ditemui di sela Konferensi Pers RAPBN 2026 di Dirjen Pajak, Jakarta, Jumat (15/8). ValidNewsID/Erlinda PW
JAKARTA - Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mengungkapkan, banyaknya penggilingan kecil yang tutup saat ini merupakan fenomena yang sudah sering terjadi sejak lama. Hal ini lantaran jumlah pabrik penggilingan padi yang jauh lebih banyak dibandingkan jumlah gabah yang digiling.
Amran menjelaskan, penggilingan di Indonesia terbagi menjadi tiga klaster, yakni klaster kecil, menengah, dan besar. Masing-masing jumlah penggilingan tersebut antara lain 161 ribu pabrik kecil, 7.300 pabrik menengah, dan 1.065 pabrik besar.
Adapun kapasitas produksi untuk klaster kecil saja, kata Amran, per tahun mencapai 116 juta ton gabah. Angka tersebut jauh lebih besar dibandingkan kemampuan produksi gabah nasional per tahunnya yang rata-rata hanya 65 juta ton.
Baca Juga: Jaga Harga, Prabowo Wajibkan Penggilingan Padi Besar Miliki Izin Khusus
"Kalau kapasitas 116 juta ton tapi produksi padi hanya 65 juta ton, idle nggak? Idle," ungkap Amran saat ditemui di sela Konferensi Pers RAPBN 2026 di Dirjen Pajak, Jakarta, Jumat (15/8).
Idle yang dimaksud Amran adalah pabrik tidak aktif atau menganggur, lantaran tak memiliki bahan baku gabah untuk digiling.
Maraknya penutupan pabrik penggilingan saat ini makin bertambah, setelah sejumlah pabrik berkapasitas besar ikut membuka usaha penggilingan gabah. Pabrik-pabrik besar tersebut lantas turut mengganggu operasional pabrik penggilingan kecil.
"Mungkin juga di 15 sampai 20 tahun yang lalu tiba-tiba ada perusahaan besar masuk dengan kapasitas 30 sampai 50 juta ton (per tahun). Terganggu nggak (penggilingan) kecil? Terganggu," ucapnya.
Alasan lebih lanjut banyak penggilingan tutup, menurut dia, lantaran produksi gabah di semester II/2025 ini mulai menyusut karena memasuki panen gadu, karena puncak panen raya sudah terjadi di semester awal.
"Karena di bulan 1 sampai 6 produksi 70% dari total produksi. Artinya 42 juta ton (gabah) sudah selesai giling dan selebihnya 23 juta ton itu yang terpasang penggilingannya ada 165 juta ton, besar, sedang, kecil," tutur Amran.
Dari kondisi tersebut, Amran menegaskan seharusnya penggilingan besar tidak ikut masuk memproduksi penggilingan, karena berdampak pada kenaikan harga gabah imbas pasokan yang minim.
Baca Juga: Ombudsman Sebut Banyak Penggilingan Beras Tutup Imbas Stok Menipis
Dampak lain di samping maraknya penutupan pabrik adalah kenaikan harga beras dan fenomena penjualan beras turun mutu yang terjadi pada beras premium. Namun, kondisi itu kata Amran, juga turut mengubah perilaku konsumen yang akhirnya lebih memilih berbelanja beras di pasar tradisional daripada ritel modern karena beras yang tak sesuai mutu.
Dari fenomena-fenomena tersebut, Amran meyakini fenomena yang ada akan membentuk struktur pasar baru di sektor perberasan. Menurutnya, pemerintah pun akan membenahi struktur pasar beras.
"Ini tutup ya (penggilingan) kondisi dari dulu terjadi dan kita akan perbaiki. Kenapa kita berani perbaiki? Karena ada perintah langsung Bapak Presiden," tandas Amran.