23 Oktober 2025
12:12 WIB
Menperin Minta Asahimas Chemical Pindah Kantor Pusatnya Ke RI
Pemindahan kantor pusat dari Thailand ke Indonesia akan memperkuat komitmen investasi AGC yang telah mencapai US$1,6 miliar melalui PT Asahimas Chemical.
Penulis: Ahmad Farhan Faris
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita berfoto bersama dengan President of AGC Chemicals Company, Tatsuo Momii saat melakukan pertemuan di Jakarta, Rabu (22/10). Kemenperin/dok.
JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita meminta PT Asahimas Chemical dan induk perusahaannya, AGC Chemicals Company, mempertimbangkan pemindahan kantor pusat regional (headquarter) mereka dari Thailand ke Indonesia.
“Indonesia memiliki pasar besar, tenaga kerja kompetitif, dan ekosistem industri yang semakin matang. Sudah saatnya Indonesia menjadi pusat kendali operasi AGC di Asia Tenggara,” kata Agus melalui keterangan resminya pada Kamis (23/10).
Menurut dia, langkah itu akan memperkuat komitmen investasi AGC yang telah mencapai US$1,6 miliar melalui PT Asahimas Chemical, sekaligus menegaskan kepercayaan global terhadap prospek industri manufaktur nasional.
Selain itu, perusahaan yang sudah beroperasi selama 36 tahun di Cilegon, Banten, ini telah menyerap tenaga kerja lebih dari 3.000 orang. Produk-produk PT Asahimas Chemical juga mampu memenuhi kebutuhan bahan baku bagi 400 industri turunan di dalam negeri maupun mancanegara, mulai dari industri pipa plastik, komponen otomotif, peralatan rumah tangga hingga infrastruktur konstruksi.
Baca Juga: Relokasi Pabrik, Asahimas Produksi 420 Ribu Ton Kaca Lembaran
Saat ini, PT Asahimas Chemical memproduksi tiga komoditas utama yang menjadi fondasi bagi berbagai industri manufaktur, yakni Polivinil Klorida (PVC) dengan kapasitas sebesar 750.000 ton per tahun, Kaustik Soda (NaOH) kapasitas sebesar 679.800 ton per tahun, dan Monomer Vinil Klorida (VCM) kapasitas sebesar 800.000 ton per tahun.
“Keberadaan PT Asahimas Chemical sangat berperan penting dalam memperkuat struktur industri kimia nasional, terutama dalam rantai pasok sektor PVC dan chlor-alkali yang menjadi bahan dasar bagi berbagai sektor manufaktur strategis,” ungkapnya.
Agus menyebut industri kimia selama ini menjadi jantung dari rantai pasok manufaktur nasional. Untuk itu, Kementerian Perindustrian terus memperkuat daya saing industri kimia nasional, termasuk sektor polivinil klorida (PVC), chlor-alkali plant (CAP), dan produk turunannya.
“Pemerintah terus berupaya menjaga iklim usaha yang kondusif, menjamin pasokan bahan baku seperti garam industri, serta memastikan ketersediaan energi gas bumi bagi sektor tersebut,” ujarnya.
Jaga Iklim Usaha Industri
Agus menegaskan pemerintah berkomitmen untuk menjaga iklim usaha industri PVC dan produk turunannya melalui revisi SNI 59:2017 tentang Resin Polivinil Klorida (PVC). Menurut dia, revisi ini bertujuan menjadikan SNI PVC sebagai instrumen non-tarif (NTB) untuk melindungi industri dalam negeri serta menjamin keamanan konsumen.
“Revisi SNI ini bukan sekadar panduan teknis, tetapi langkah strategis untuk memperkuat kemandirian industri hulu kita,” jelas Agus.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, rata-rata utilisasi produksi PVC mencapai 88% dalam lima tahun terakhir, dengan nilai ekspor US$321,3 juta dan impor US$53,8 juta pada tahun 2024.
Meski surplus, impor PVC dari Tiongkok meningkat signifikan hingga 22,2% per tahun, karena adanya pengalihan arus perdagangan akibat hambatan non-tarif di negara lain seperti India dan Australia.
Baca Juga: Menperin Ajak Industri Kimia Jepang Ekspansi Investasi Di Indonesia
Selain itu, Agus juga menyoroti pentingnya ketersediaan bahan baku garam industri, yang merupakan input vital bagi industri chlor-alkali plant (CAP) dan soda ash.
Kementerian Perindustrian mencatat, bahwa kebutuhan kebutuhan garam industri CAP mencapai 2,3 juta ton per tahun, sementara pasokan domestik masih bergantung pada impor hingga 90%.
“Ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pengembangan industri garam nasional. Pemerintah akan memperkuat industrialisasi garam untuk mendukung substitusi impor, dan memastikan ketersediaan bahan baku bagi industri kimia,” tegasnya.
Selanjutnya, Agus juga menekankan bahwa pentingnya pasokan gas bumi bagi industri nasional. Kata dia, dampak HGBT lima kali lipat lebih besar dibandingkan nilai fasilitas yang diberikan.
“Ini bukti bahwa kebijakan energi kita efektif memperkuat daya saing industri,” pungkasnya.