02 Agustus 2024
17:11 WIB
Menkeu Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II Sebesar 5%
Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi Kuartal II akan didorong konsumsi dan investasi yang mulai meningkat.
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelum konferensi pres Komite Stabilitas Sistem Keuangan di Jakarta, Jumat (2/8). ValidNewsID/ Khairul Kahfi
JAKARTA - Menkeu Sri Mulyani optimistis pertumbuhan ekonomi kuartal II/2024 akan berada di kisaran 5% (yoy). Ekonomi Indonesia dinilai masih cukup baik di tengah gonjang-ganjing situasi ekonomi global yang masih diliputi ketidakpastian akibat geopolitik maupun tensi pemilu negara besar dunia.
Pemerintah pun bersyukur ekonomi Indonesia tetap terjaga, setelah pertumbuhan ekonomi kuartal I/2024 tercapai di kisaran 5,11% (yoy).
“Situasi yang eskalatif risikonya atau downside risk-nya (global) cenderung meningkat, Alhamdulillah kalau kita lihat perekonomian Indonesia sampai dengan triwulan I menunjukkan kinerja yang baik… Kami memperkirakan untuk triwulan II akan tumbuh di 5,0% atau bahkan sedikit di atas 5% (yoy),” katanya dalam konpers KSSK Hasil Rapat Berkala Rapat KSSK III/2024 untuk asesmen Kuartal II/2024, Jakarta, Jumat (2/8).
Adapun sektor yang bakal mendongkrak perekonomian kuartal II berasal dari konsumsi dan investasi yang mulai meningkat. Di sisi lain, kinerja ekspor barang juga diperkirakan meningkat untuk produk manufaktur dan pertambangan, terutama ke negara emerging seperti India dan Tiongkok.
“Kedua negara ini merupakan mitra dagang utama Indonesia, dan kita diuntungkan bahwa India memiliki pertumbuhan ekonomi yang sehat dan relatif tinggi,” urainya.
Ke depan, pemerintah optimistis peningkatan aktivitas perekonomian domestik masih akan berlanjut hingga akhir tahun ini. Karena itu, pemerintah juga akan konsekuen dengan memberikan berbagai langkah konkret untuk menjaganya.
Baca Juga: Global Kusut, KSSK Nilai Perekonomian RI Kuartal II Terjaga
Dari sisi fiskal, Kemenkeu akan menggunakan instrumen APBN 2024 berupa belanja pemerintah yang akan terus difokuskan menjaga stabilitas harga. Upaya ini dilakukan karena akan sangat menentukan daya beli masyarakat atau konsumsi yang menjadi motor penggerak penting di dalam pertumbuhan ekonomi RI.
Pemerintah juga akan berkomitmen terus menjalankan program perlindungan sosial, terutama bagi masyarakat ekonomi rentan. Sehingga daya beli dan konsumsi masyarakat terjaga.
“Kemudian dari sisi fiskal, kita juga lihat pada akhir tahun akan dilakukan penyelenggaraan Pilkada serentak pada November 2024. Sama seperti siklus pemilu Februari, (Pilkada) November 2024 ini pasti akan menimbulkan dampak positif terhadap aktivitas belanja,” jelasnya.
Menurutnya, jumlah belanja penyelenggaraan Pilkada akhir tahun tersebut hampir sebanding dengan Pemilu, baik untuk KPU dan Bawaslu. Gelontoran belanja ini agar penyelenggaraan Pilkada serentak di seluruh Indonesia bisa berjalan sukses.
Sejalan dengan itu, aktivitas konsumsi diperkirakan juga akan mendapatkan imbas positif. Adapun, dia juga memperkirakan, sektor investasi akan menguat sejalan dengan penyelesaian berbagai proyek-proyek infrastruktur nasional yang akselerasi penyelesaiannya terus terjaga.
“Dan juga investasi dari sektor swasta PMDN dan PMA,” ucapnya.
Menkeu pun optimis kinerja perdagangan internasional RI yang akan tetap terjaga di sisa 2024. Terutama perdagangan yang mengandalkan peningkatan nilai tambah untuk hilirisasi dan output produksi yang didukung oleh keberlanjutan dari proses hilirisasi.
Secara keseluruhan, permintaan domestik, konsumsi, investasi, hingga ekspor ke mitra dagang utama akan menjaga pertumbuhan ekonomi hingga pengujung tahun.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk 2024, keseluruhan kita perkirakan masih di dalam kisaran 5 hingga 5,2%,” jelasnya.
Rupiah Masih Kuat
Menkeu Sri melanjutkan, hingga 26 Juli 2024, nilai tukar rupiah masih menguat atau terapresiasi sepanjang bulan sebesar 0,52% (month-to-date). Kendati rupiah masih keok atau depresiasi jika ditarik sepanjang tahun berjalan sebesar 5,48% (year-to-date/ytd).
Adapun pelemahan ini, Sri anggap masih lebih baik ketimbang pelemahan mata uang negara lain yang terbiasa punya kinerja ekspor impresif, yakni Korea Selatan dan Jepang yang masing-masingnya terdepresiasi lebih dalam sekitar 6,93% dan 8,27% (ytd).
“Jadi kalau Indonesia (depresiasi rupiah) 5,48% itu masih relatif comparable,” jelasnya.
Kinerja baik rupiah tersebut ditopang oleh komitmen BI yang terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, berlanjutnya aliran masuk modal asing, serta neraca perdagangan barang RI yang masih alami surplus.
Saat ini, posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia per Juni meningkat mencapai US$140,2 miliar, yang setara 6,3 bulan kebutuhan impor atau 6,1 bulan kebutuhan impor dan pembayaran ULN pemerintah. Capaian ini masih berada di atas standar kecukupan internasional yang hanya mengkover sekitar 3 bulan impor.
Baca Juga: Apindo: Kondisi Global Tidak Suportif Untuk Arus Investasi Ke Indonesia
“Dalam hal ini, dengan cadangan devisa kita di 6,3 bulan itu memadai. Ke depan, tentu nilai tukar rupiah akan terus dimonitor dan dijaga stabil dengan kecenderungan menguat, seiring dengan menariknya imbal hasil dari surat berharga kita,” ungkapnya.
Sementara itu, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, hingga kini BI fokus mengarahkan kebijakan moneter dalam jangka pendek untuk memperkuat efektivitas stabilisasi nilai tukar rupiah dan menarik aliran masuk modal asing.
BI juga terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi, terutama imported inflation. Upaya ini dilakukan melalui penguatan strategi operasi moneter yang pro-market untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter dan stabilisasi nilai tukar Rupiah.
“Termasuk melalui struktur suku bunga di pasar uang rupiah untuk menjaga daya tarik imbal hasil dan meningkatkan aliran masuk portofolio asing ke aset keuangan domestik, dan optimalisasi SRBI, SVBI, dan SUVBI,” sebut Perry.
Kemudian, BI juga terus memperkuat intervensi di pasar valas dengan transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan SBN di pasar sekunder. Begitu pula, penguatan strategi transaksi term-repo dan swap valas yang kompetitif guna menjaga kecukupan likuiditas perbankan.
“Serta, penguatan koordinasi dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas DHE SDA,” katanya.