08 Juli 2024
20:08 WIB
Menkeu Proyeksi Anggaran Subsidi Energi Melonjak Di Semester II
Salah satu faktor yang memengaruhi lonjakan anggaran subsidi energi di semester II tahun ini adalah nilai tukar rupiah pada dolar.
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
Antrean panjang pengendara motor saat mengisi bahan bakar jenis Pertalite di SPBU COCO Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (31/08/2022). ValidnewsID/Fikhri Fathoni
JAKARTA - Menkeu Sri Mulyani memperkirakan, besaran subsidi energi akan mengalami kenaikan di sisa tahun ini. Kenaikan besaran subsidi ini disebabkan oleh sejumlah faktor teknis.
Secara umum, fluktuasi harga Indonesian Crude Price (ICP), depresiasi nilai tukar, serta kenaikan volume LPG dan listrik bersubsidi akan tercermin pada semester kedua tahun ini, baik di sisi anggaran subsidi maupun kompensasi energi.
“Subsidi energi dalam hal ini diperkirakan akan mengalami kenaikan dengan beberapa parameter perubahan, (yaitu) harga minyak, maupun dari sisi lifting dan nilai tukar,” katanya dalam Raker dengan pemerintah soal Laporan Realisasi Semester I dan prognosis Semester II Pelaksanaan APBN 2024, Jakarta, Senin (8/7).
Hingga 30 Juni 2024, pemerintah telah membayarkan subsidi energi dalam bentuk BBM sebanyak 7.164,2 ribu kiloliter, yang mengalami pertumbuhan -0,05% dibanding tahun lalu sebanyak 7.167,7 ribu kiloliter.
Baca Juga: Meski Rupiah Anjlok, Pemerintah Belum Berencana Utak-Atik Subsidi BBM
Kemudian, pemerintah juga telah membayarkan subsidi LPG ukuran 3kg sebanyak 3.365,8 juta kg, atau naik 1,4% dari besaran volume LPG 3kg tahun lalu yang sebesar 3.318,2 juta kg. Lalu, pembayaran listrik subsidi kepada 40,6 juta pelanggan, atau naik 3,4% dibanding tahun lalu yang sebesar 39,2 juta pelanggan.
“(Ini anggaran) subsidi yang kita bayarkan secara teratur setiap bulan dan realisasinya hingga semester I (2024)… Belanja non-K/L (berupa) subsidi energi Rp72,6 triliun,” urainya.
Sekilas, mengacu data outlook APBN 2024, belanja non-K/L pemerintah pusat sudah memperhitungkan dampak depresiasi rupiah terhadap subsidi energi dan kompensasi sebesar Rp37,1 triliun.
Menkeu Sri menyebut, kenaikan anggaran subsidi ini telah berdampak langsung pada masyarakat sehingga harga energi di dalam negeri masih relatif stabil. Meski, sekali lagi, perubahan parameter harga energi ini menyebabkan APBN yang harus mengemban bebannya.
“Ini ditujukan agar momentum pertumbuhan dan daya beli masyarakat masih bisa terjaga,” ucapnya.
Adapun, Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata menyampaikan, angka detail subsidi dan kompensasi energi di sisa tahun ini akan pemerintah pelajari lebih lanjut. Pasalnya, kepastian besaran kenaikan anggaran subsidi-kompensasi energi perlu memperhitungkan faktor-faktor teknis, seperti pembayaran dan lainnya.
Isa pun menjelaskan, kenaikan anggaran subsidi energi disebabkan pelemahan nilai tukar rupiah ketimbang harga minyak mentah dunia. “(Faktor) ICP mungkin enggak terlalu banyak, (lebih) banyak kurs,” katanya.
Baca Juga: Menkeu: Rupiah Lemah Potensial Lebarkan Belanja Subsidi 2024
Rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) direalisasikan sebesar US$81,28/barel pada semester pertama 2024. Sementara, Kemenkeu memproyeksi rerata ICP di semester kedua sebesar US$79-85/barel.
Dengan demikian, outlook rerata ICP pada 2024 akan berada di rentang US$79-85/barel. Adapun besaran ICP masih berada dalam rentang ICP yang dipatok dalam APBN 2024 sebear US$82/barel. Pergerakan harga minyak dipengaruhi faktor geopolitik dan kebijakan produksi dari OPEC+.
Lainnya, Kemenkeu memproyeksi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada semester II sekitar Rp16.000-16.200. Torehan ini lebih besar dari semester pertama yang direalisasikan sekitar Rp15.901 per dolar AS.
Secara keseluruhan outlook nilai tukar rupiah 2024 Rp15.900-16.100 per dolar AS. Ke depan, volatilitas nilai tukar akan mengekor dinamika kebijakan The Fed atas suku bunga FFR selanjutnya.