20 September 2023
13:38 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
BALI – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan, harga minyak dunia masih akan diliputi ketidakpastian dengan peluang tren naik akibat dinamika negara produsen. Pemerintah pun sudah mulai mengantisipasi hal ini dengan meningkatkan asumsi patokan harga minyak tahun depan dan berkoordinasi dengan legislator.
“Kita lihat perkembangan akhir-akhir ini, (harga minyak dunia) yang naik sangat tinggi karena di sisi suplainya (Arab) Saudi dan Rusia, OPEC secara khusus mengendalikan atau menurunkan jumlah produksinya,” katanya kepada wartawan pada 4th International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2023, Bali, Rabu (20/9).
Baca Juga: Harga Minyak Naik, Sri Mulyani Kerek Asumsi ICP ke US$82 per Barel
Saat ini, permintaan minyak mentah masih cukup tinggi, sehingga pemerintah akan terus memonitor tren ini secara terus-menerus. Pasalnya, hal ini akan berpengaruh pada kinerja APBN, baik dari penerimaan pajak maupun PNBP, serta belanja pemerintah.
Mengacu Laporan Panja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan dalam Pembicaraan Tingkat I RUU APBN 2024, pemerintah bersama Banggar DPR telah menyepakati dan menarget penerimaan pajak via PPh Migas 2024 sebesar Rp76.373,8 miliar atau Rp76,37 triliun.
Kemudian, PNBP SDA Migas ditetapkan dapat mencapai Rp104.936,4 miliar atau Rp104,93 triliun. Pendapatan ini berasal dari PNBP minyak bumi senilai Rp75.902,1 miliar atau Rp75,9 triliun; serta PNBP gas bumi sebesar Rp29.034,3 miliar atau Rp29,03 triliun.
Menkeu melanjutkan, pemerintah juga terus mengawasi kenaikan harga komoditas ini, serta kaitannya dengan permintaan minyak di dalam negeri yang disinyalir akan terus mengalami kenaikan. Optimisme perekonomian Indonesia yang berlanjut di tahun depan bakal jadi pendorong kebutuhan energi di dalam negeri.
“Di sisi lain, juga kebutuhan energi di Indonesia dengan pemulihan dan pertumbuhan ekonomi di atas 5%, pasti akan meningkat terus (permintaan komoditas minyak),” ucapnya.
Banggar DPR memproyeksi, harga komoditas minyak mentah, sebagaimana harga komoditas global lainnya, masih akan dipengaruhi banyak hal. Mencakup situasi geopolitik global, kebijakan negara-negara penghasil minyak yang berdampak pada suplai, dan prospek ekonomi dunia yang berdampak pada tingkat permintaan.
Kondisi-kondisi tersebut diyakini dapat memengaruhi harga secara signifikan dan produksi harian minyak mentah global ke depan.
Subsidi Energi
Menkeu Sri pun meyakini, pemerintah sudah menyiapkan fiskal yang cukup dalam bentuk subsidi, kompensasi dan mekanisme untuk menghadapi kenaikan harga minyak global. Dirinya pun menginformasikan, bahwa ketetapan itu tak lama lagi akan dikukuhkan oleh DPR lewat Paripurna.
“Kita kan sudah tetapkan bersama DPR yang besok akan diketuk mengenai jumlah subsidi kompensasi dan mekanisme, terutama untuk permintaan baik listrik, dan LPG 3 kg. Semuanya itu menyangkut energi prices,” jelasnya.
Baca Juga: Subsidi Energi 2024 Tinggi, Kemenkeu: Antisipasi Ketidakpastian Dunia
Sebelumnya, pemerintah juga telah mengantongi izin DPR untuk memberikan tambahan belanja negara berkaitan subsidi energi di 2024 sebesar Rp3,2 triliun, dari Rp185,9 triliun menjadi Rp189,1 triliun.
Rinciannya, pagu subsidi jenis BBM tertentu mencapai Rp25,8 triliun; subsidi LPG 3 kg sebanyak Rp87,5 triliun; dan subsidi listrik Rp75,8 triliun. Pemerintah juga telah menyiapkan anggaran untuk kompensasi BBM dan Listrik sebesar Rp10,1 triliun.
Kemenkeu menilai, peningkatan subsidi energi dilakukan terutama karena penyesuaian asumsi harga minyak mentah serta penetapan volume yang diarahkan, agar lebih realistis sesuai kebutuhan.
Menkeu Sri juga menjelaskan, Kemenkeu akan menggandeng Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN untuk dapat menjaga berbagai objektif. Seperti stabilitas harga, kenaikan produksi di tingkat upstream dan downstream-nya, hingga upaya subsidi lebih tepat sasaran.
“Itu menjadi salah satu PR yang harus kita lakukan,” tegasnya.