07 September 2023
20:30 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memutuskan untuk menaikkan asumsi harga minyak dunia pada RAPBN 2024, merespons dinamika harga di tingkat dunia saat ini. Pasalnya, baik Arab Saudi maupun Rusia berkomitmen untuk menahan atau mengurangi jumlah produksi minyak mentah di dunia.
Pemerintah mengakui harga minyak mentah dalam sepekan terakhir telah bergerak cukup cepat, bahkan cenderung melonjak ke kisaran US$90 per barel. Karena itu, pemerintah merespons dengan menyesuaikan asumsi harga minyak mentah (ICP) dari US$80 per barel menjadi US$82 per barel.
“Kalau kita lihat, keputusan Saudi dan Rusia untuk menahan jumlah produksi juga telah menimbulkan kenaikan dari harga minyak,” sebutnya dalam Pembahasan Postur Sementara RUU APBN TA 2024 hasil pembahasan Panja Asumsi Dasar dengan Banggar DPR RI, Jakarta, Kamis (7/9).
Pemerintah pun terus menyoroti potensi penahanan atau pengurangan jumlah produksi minyak dari kedua negara produsen utama itu akan berlangsung sampai Desember. Karena itu, dirinya mengestimasi dunia akan memasuki musim dingin atau winter dengan jumlah produksi minyak mentah yang tertahan.
Menkeu juga mengabarkan, keputusan pemerintah AS untuk membatalkan eksplorasi minyak di Alaska disinyalir akan menimbulkan dinamika tambahan dari sisi suplai. Negara adidaya itu juga dipercaya akan menghadapi tekanan di sisi permintaan karena berbagai outlook terhadap perekonomiannya di 2024.
Ia melanjutkan, AS masih mencari titik seimbang antara bagaimana cara mendaratkan inflasi lebih rendah, tanpa mendisrupsi pertumbuhan ekonominya. Di sisi lain, prospek perekonomian global dari RRT juga yang melemah akan jadi salah satu faktor yang tak bisa dilepas pantauannya oleh pemerintah Indonesia.
“(Kondisi AS) ini masih akan menjadi salah satu ketidakpastian yang harus kita terus perhatikan. Tentu ekonomi kedua terbesar RRT, yang sedang terus berupaya untuk mengembalikan dan memulihkan ekonomi yang cenderung melemah,” tegasnya.
Baca Juga: Komisi VII Sahkan Lifting Minyak Bumi dan Gas 2024
Secara umum, Menkeu menekankan, tantangan asumsi makro juga muncul dari faktor geopolitik, karena hal ini yang seringkali tidak bisa dimasukkan ke dalam modelling proyeksi pemerintah. Menkeu juga mengabarkan terjadi perubahan naik ke atas untuk asumsi lifting minyak, dari 625 ribu per barel per hari menjadi 635 ribu per barel per hari.
Penyesuaian lifting minyak ini muncul dari permintaan Komisi VII DPR RI yang berharap dapat diwujudkan oleh pemerintah tahun depan. Pemerintah sendiri akan berupaya memenuhi target itu bekerja sama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan SKK Migas.
"(Ini) akan terus kita monitor, agar delivery dari lifting minyak itu bisa betul-betul terwujud pada angka 635 ribu per barel per hari. Untuk lifting gas tetap sama di 1.033 juta barel setara minyak per hari,” urainya.
Adapun, sasaran dan indikator pembangunan tidak mengalami perubahan. Tetapi ditambahkan komitmen penurunan tingkat kemiskinan ekstrem di angka 0-1% sebagai agenda prioritas Presiden Joko Widodo.
Hal yang sama juga berlaku pada tingkat pengangguran, kemiskinan, rasio gini, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Nelayan juga masih belum berubah dalam RUU APBN 2024.
“Bahwa dari asumsi makro 2024, untuk pertumbuhan ekonomi tidak ada perubahan tetap 5,2% sesuai dengan RUU yang kita sampaikan, inflasi tetap di 2,8%, untuk suku bunga SBN 10 tahun juga tetap sama 6,7% dan nilai tukar Rupiah tetap di 15.000 (per dolar AS),” jabarnya.
Pada kesempatan sama, Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah menyampaikan, mencermati perkembangan pembahasan Panja dan hasil kesepakatan antara komisi DPR dengan pemerintah, mayoritas indikator makro ekonomi masih sama dengan RUU APBN 2024 yang telah diajukan sebelumnya.
Ia bulang, perbedaan hanya tampak pada target lifting minyak bumi tahun depan. Komisi VII DPR RI menghendaki pemerintah Indonesia bisa meningkatkan target tersebut yang bergerak naik dari 625 ribu/barel/hari menjadi 635 ribu/barel/hari.
Said menerangkan, usulan agar lifting minyak bumi lebih besar lebih didasari agar pemerintah bisa mendorong peran investasi lebih besar pada sektor hulu. Dengan begitu, Indonesia bisa memproduksi minyak bumi dengan jumlah lebih besar.
“(Sehingga) pemerintah akan memiliki dompet lebih tebal, devisa lebih kuat, serta tandon minyak bumi lebih besar, untuk bisa melindungi rakyat pada sektor hilir tatkala ada lonjakan harga minyak bumi dunia,” terang Said.
Penyesuaian Target Penerimaan
Sri Mulyani juga mengungkapkan, target pendapatan negara dinaikkan sebesar Rp21 triliun, dari Rp2.781,3 triliun menjadi Rp2.802,3 triliun.
Jika dirinci, penerimaan perpajakan meningkat Rp2 triliun menjadi Rp2.309,9 triliun. Terutama didorong dengan implementasi coretax system, kegiatan digital forensic, dan menjaga efektivitas implementasi reformasi perpajakan.
Sementara, target PNBP meningkat lebih besar sebanyak Rp19 triliun menjadi Rp492 triliun dipengaruhi oleh penyesuaian asumsi makro, upaya inovasi layanan, dan perbaikan tata kelola yang akan dilakukan.
Rencananya, kenaikan pendapatan sebanyak Rp21 triliun tersebut akan langsung diarahkan untuk memenuhi kebutuhan belanja di tahun depan. Dirinya pun menggaransi rencana ini tidak akan berpengaruh maupun tidak mengurangi defisit fiskal pada level Rp522,8 triliun atau 2,29% PDB.
"Kita telah membahas dan nanti akan disampaikan juga tambahan untuk belanja sebesar Rp21 triliun. Defisit tetap dijaga pada Rp522,8 triliun secara nominal atau secara GDP adalah 2,29%. Jadi nominal untuk defisitnya tidak berubah," jelas Menkeu.
Ia menuturkan, tambahan Belanja Negara antara lain dialokasikan untuk Belanja K/L sebesar Rp3,8 triliun, tambahan subsidi energi Rp3,2 triliun, kompensasi BBM dan Listrik Rp10,1 triliun, serta cadangan pendidikan Rp3,9 triliun.
Baca Juga: Subsidi Energi 2024 Tinggi, Kemenkeu: Antisipasi Ketidakpastian Dunia
Peningkatan subsidi energi dilakukan terutama karena penyesuaian asumsi harga minyak mentah, serta penetapan volume yang diarahkan agar lebih realistis sesuai kebutuhan.
“Tambahan belanja (untuk) subsidi energi (karena) harga minyak yang lebih tinggi. Lalu, kompensasi BBM dan listrik karena kita lihat kecenderungan volume yang meningkat seperti yang terjadi pada tahun ini sehingga memang perlu mendapat bantalan tambahan. Sedangkan, mandatory… ada Rp3,9 triliun untuk cadangan pendidikan yang dimasukkan dalam pemanfaatan belanja,” sebutnya.
Lebih lanjut, Bendahara Negara menjelaskan pembiayaan non utang dalam bentuk investasi juga mengalami beberapa perubahan. Pertama, investasi kepada BUMN atau PMN dinaikkan Rp12,1 triliun, dari Rp18,6 triliun menjadi Rp30,7 triliun. Sementara, cadangan pembiayaan dialihkan menjadi PMN sebesar Rp12,1 triliun.
Dengan demikian, hanya komposisi pembiayaan non-utang RAPBN 2024 saja yang berubah, sebagaimana kesepatakan dalam pembahasan Panja A sebelumnya.
"Tidak ada perubahan total yaitu Rp176,2 triliun. Namun komposisi berubah dari cadangan pembiayaan dari Rp25,8 triliun, dinaikkan menjadi PMN pada BUMN sebesar Rp12,1 triliun. Sehingga total PMN BUMN menjadi Rp30,7 triliun, sedangkan cadangan pembiayaan turun menjadi Rp13,7 triliun,” urainya.
Kemenkeu mencatat, terdapat penambahan investasi kepada BUMN PT HK sebesar Rp6,10 triliun dan kepada PT WIKA sebesar Rp6 triliun. Tambahan tersebut berasal dari realokasi cadangan pembiayaan investasi.