c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

13 Januari 2023

13:29 WIB

Mengenal Metode Dollar Cost Averaging untuk Investasi Kripto

Menuju momen Bitcoin Halving Day pada 2024, Indodax membagikan metode investasi kripto agar terhindar dari kerugian.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma

Mengenal Metode <i>Dollar Cost Averaging</i> untuk Investasi Kripto
Mengenal Metode <i>Dollar Cost Averaging</i> untuk Investasi Kripto
Pelaku bisnis Kripto, Nanda Rizal memantau grafik perkembangan nilai aset kripto, Bitcoin di Malang, Jawa Timur, Sabtu (12/3/2022). Antara Foto/Ari Bowo Sucipto

JAKARTA – Setelah diterpa fase bearish pada 2022, optimisme terhadap kripto disebut akan mulai terbangun pada 2023. Momen Bitcoin Halving Day yang menjadi sejarah disebut akan berdampak menaikkan harga Bitcoin nantinya, membuat Harga altcoin pun memiliki kesempatan besar untuk turut naik mengikuti harga Bitcoin.

"Bagi para investor kripto, momen di tahun 2023 ini tentu adalah momen tepat untuk mengakumulasikan portofolio kripto di harga yang cukup rendah. Salah satu strategi mengakumulasikan kripto untuk investasi jangka panjang yaitu melalui metode dollar cost averaging," kata CEO Indodax Oscar Darmawan dalam pernyataan resminya, Jumat (13/01). 

Diketahui, dollar cost averaging adalah upaya investor membagi porsi investasi dengan memasukkan jumlah nominal yang sama dan rutin, dalam rentang waktu tertentu.

Oscar menjelaskan dollar cost averaging merupakan cara yang terbilang cukup ciamik untuk terhindar dari kerugian dan agar investor bisa terhindar dari ketakutan kehilangan momen (FOMO), tidak impulsif, investasi sesuai rencana, dan lebih bijak dalam mengatur pengeluaran.

Baca Juga: Mengenal Kripto dan Regulasinya di Indonesia

Dengan membeli kripto menggunakan metode dollar cost averaging misalnya, investor memiliki uang dingin sebesar Rp3 juta. Dibanding membeli Bitcoin langsung senilai Rp3 juta, dengan metode dollar cost averaging, menurutnya investor membeli Bitcoin secara rutin sebesar Rp250 ribu setiap bulannya selama satu tahun.

"Dengan begitu, potensi risiko kerugian akan lebih kecil terlebih jika harga Bitcoin tiba-tiba turun. Bahkan, dengan metode dollar cost averaging ini, investor akan cenderung lebih beruntung dalam beberapa momen tertentu," jelas Oscar.

Oscar menambahkan, meskipun menggunakan strategi DCA, pertumbuhan profitnya tidak terlalu besar dan cenderung lambat, namun hal tersebut tentu tidak mengapa mengingat hakikat investasi adalah sebagai tempat lindung nilai tidak semata mata mencari profit dalam jumlah besar.

"Metode dollar cost averaging, Kenaikan profit memang tidak terlalu besar, namun jika kita melihat secara kacamata jangka panjang, ini berpotensi menghasilkan nilai aset yang lebih tinggi," ujar Oscar

Tidak hanya untuk investasi jangka panjang, ia menuturkan metode dollar cost averaging adalah cara yang cocok bagi para investor pemula ataupun investor yang tidak memiliki waktu luang yang banyak.

"Jadi, bagi para investor yang ingin menggunakan metode dollar cost averaging bisa memulai dilakukan di harga saat ini ketika pasar sedang bearish," timpal Oscar

Baca Juga: Mengenal Bitcoin Halving Day yang Terjadi 4 Tahun Sekali

Metode ini juga bisa digunakan dengan Bitcoin yang ditukarkan dengan USDT. USDT adalah kripto yang merupakan 1:1 dengan US Dollar. Market Bitcoin USDT juga tersedia di Indodax yang bisa ditukarkan dengan kripto lain, seperti Ethereum.

Untuk diketahui memasuki bulan Januari 2023, harga Bitcoin terlihat cenderung mengalami kenaikan. Berdasarkan data dari Indodax per hari Kamis 12 Januari 2023 jam 14.00, Bitcoin (BTC) berada di harga 277 juta rupiah per 1 bitcoin, sementara harga Ethereum (ETH) berada di harga 21 juta rupiah per 1 Ethereum.

Transaksi Kripto Turun
Menurut data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan hingga November 2022, pelanggan terdaftar aset kripto nasional telah mencapai 16,55 juta orang, jumlah ini lebih banyak sekitar 5,35 juta orang dibanding tahun sebelumnya (11,2 juta orang).

Berdasarkan demografinya, sekitar 48% pelanggan aset kripto nasional berusia 18-35 tahun. Dengan rata-rata nilai transaksi sekitar 70%-nya di bawah Rp500.000. Global Webindex (GWI) mencatat, persentase pengguna internet Indonesia yang memiliki aset kripto ada sebanyak 16,4%.

Nilai transaksi kripto dari Januari hingga November 2022 pun mencapai Rp296,66 triliun, atau turun sekitar 65% dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp859,4 triliun.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar