23 Desember 2023
17:09 WIB
Penulis: Aurora K M Simanjuntak
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Topik tentang State of the Global Islamic Economy (SGIE) menjadi "senjata" Calon Wakil Presiden (Cawapres) Gibran Rakabuming untuk membuat bingung lawan debatnya, Muhaimin Iskandar saat debat kedua Pilpres 2024 kemarin malam (22/12).
"Karena Gus Muhaimin ini adalah ketua umum partai PKB, saya yakin Gus Muhaimin paham sekali masalah ini, bagaimana langkah Gus Imin untuk menaikkan peringkat Indonesia di SGIE?" tanya Gibran, Jumat (22/12).
Namun Muhaimin tidak langsung menjawab lawan debatnya, dan justru menanyakan kembali apa itu SGIE. Dia mengaku tidak pernah mendengar istilah SGIE sebelumnya.
Baca Juga: BI: Peluang Indonesia Jadi Industri Halal Dunia Terbuka Lebar
"Terus terang saya SGIE tidak paham, SGIE itu apa? Saya tidak pernah mendengar istilah SGIE," ungkap Cawapres Nomor Urut 1 Muhaimin.
Waktu jawab Cak Imin pun disetop sementara oleh pemandu debat, lalu beralih ke Gibran untuk meminta penjelasan singkat. Gibran pun mengatakan saat ini Indonesia fokus mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah.
Oleh karena itu, dia menuturkan seharusnya Cak Imin mengetahui masalah SGIE. Dengan sedikit sarkasme, Cawapres Nomor Urut 2 itu meminta maaf apabila pertanyaannya tergolong susah untuk dijawab Cak Imin.
"SGIE adalah State Of Global Islamic Economy. Misalnya, sekarang yang masuk 10 besar adalah makanan halal kita, skincare halal kita, fesyen kita. Ya mohon maaf kalau pertanyaannya agak sulit ya Gus," imbuh Gibran.

Mengenal Fungsi dan Tugas SGIE
Untuk diketahui, State of Global Islamic Economy (SGIE) adalah laporan tahunan mengenai kondisi ekonomi Islam atau halal secara global. Laporan SGIE diterbitkan oleh DinarStandar di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA).
Perusahaan riset strategi dan manajemen DinarStandar telah meluncurkan SGIE sebanyak 9 edisi. SGIE pun berfungsi sebagai referensi global para pelaku usaha, industri, dan pemerintah untuk melihat potensi ekonomi Islam atau halal.
SGIE mencakup laporan enam sektor ekonomi Islam, terdiri dari keuangan syariah, makanan dan minuman halal, kosmetik dan farmasi halal, fesyen halal, media dan rekreasi halal, serta destinasi wisata muslim.
Pada 2022, Indonesia menempati peringkat keempat dunia dalam hal pengembangan ekosistem ekonomi syariah. Adapun 3 negara lain yang peringkatnya di atas Indonesia secara berurutan, yakni Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA). Sementara posisi Top 10, di bawah Indonesia ada Turki, Bahrain, Singapura, Kuwait, Iran, dan Yordania.
Baca Juga: Gelar Halal World, Kemenag Undang 118 Lembaga Halal Dari 41 Negara
Indonesia berhasil mempertahankan posisi ke-4 pada GIEI 2022. Sebelumnya, Indonesia tercatat berada di urutan ke-10 dalam laporan SGIE 2019, dan urutan ke-5 pada 2020, dan urutan ke-4 juga pada 2021.
Menurut data SGIE Report (SGIER) 2022, pengeluaran umat muslim secara global akan tumbuh hingga 9,1%. Ini untuk sektor-sektor ekonomi syariah, dan belum termasuk sektor keuangan syariah.
Adapun pertumbuhan itu pun diproyeksi bakal meningkat mencapai US$2,8 triliun pada 2025, dengan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) sebesar 7,5% dalam empat tahun.
SGIE 2022 juga memuat peringkat 10 besar negara untuk tiap indikator penilaian ekonomi Islam.
Adapun posisi Indonesia pada 6 segmen tersebut adalah peringkat dua untuk makanan halal (halal food). Peringkat tersebut mencerminkan Indonesia berhasil membawa produk makanan halal mendunia. SGIE menilai Indonesia telah meningkatkan sertifikasi halal, seperti kodifikasi dan digitalisasi sertifikat halal. Itu bertujuan untuk melacak informasi, nilai dan volume produk halal.
Kemudian, Indonesia menduduki peringkat enam untuk kategori keuangan syariah (islamic finance), peringkat tiga untuk fesyen halal (modest fashion), dan peringkat sembilan untuk kosmetik dan farmasi halal.
Sementara itu, Indonesia belum masuk dalam Top 10 untuk dua kategori, yakni destinasi wisata muslim (muslim-friendly travel), serta media dan rekreasi halal. Namun secara keseluruhan, Indonesia meraih posisi nomor 4 sedunia.