05 Maret 2025
10:01 WIB
Mendagri Minta Seluruh Kepala Daerah Intensfikan Sertifikasi Produk Halal Usaha Lokal
Mendagri Tito Karnavian memperingatkan agar Indonesia sebagai negara muslim terbesar jangan sampai hanya menjadi pasar produk halal dari negara-negara luar bahkan negara non-muslim.
Penulis: Erlinda Puspita
Seorang pengunjung mengambil makanan di sebuah restoran di Jakarta yang sudah memasang label halal untuk produk yang dijajakannya. ValidNews.ID/ Faisal Rachman
JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyampaikan, Indonesia harus segera mengejar ketertinggalan dalam penjaminan produk halal melalui sertifikasi. Dia mewanti-wanti agar jangan sampai Indonesia yang didominasi penduduk beragama Islam, justru hanya menjadi target pasar negara-negara non-muslim dengan produk halal mereka.
"Kepentingan kita untuk memberikan jaminan halal dengan sertifikasi produk halal, ini bukan mengenai teologi atau keagamaan. Tapi lebih kepada pertarungan dagang antardunia yang tanpa batas saat ini," kata Tito dalam pemaparannya di Rapat Koordinasi Inflasi Daerah, dipantau secara daring, Selasa (4/3).
Tito menjelaskan, dari data yang ia peroleh, jumlah penduduk dunia saat ini 8,116 miliar orang, dan Indonesia menduduki posisi ke empat dengan jumlah 284 juta orang. Dari total penduduk dunia tersebut, sebanyak 2,002 miliar memeluk agama Islam atau setara dengan 24,8%.
Sementara itu Indonesia memiliki penduduk muslim terbesar di dunia dengan jumlah 242 juta orang, disusul Pakistan 240,7 juta orang, India 22200 juta orang, dan Bangladesh 150,8 juta orang. Indonesia saat ini pun menduduki sebagai negara konsumen produk halal terbesar di dunia, yakni pada 2021 total nilai produk halal yang dikonsumsi mencapai US$144 miliar, atau sebanyak 87,2% total penduduknya, yang memilih produk halal.
"Di Indonesia, kalau dihadapkan produk halal atau tidak, mereka 87,2% akan lebih memilih produk halal. Artinya produk halal otomatis menjadi nomor satu, karena dipilih dan dianggap tidak berdosa, yang kedua masalah kesehatan karena produk halal dianggap lebih sehat," kata Tito.
Baca Juga: BPJPH Inisiasi Pengawasan Terpadu Produk Halal Jelang Ramadan
Berikutnya, posisi konsumen produk halal kedua terbesar ada Bangladesh US$107 miliar, Mesir US$95 miliar, Nigeria US$83 miliar, dan Pakistan US$822 miliar.
Di sisi lain, negara-negara pengekspor produk halal justru didominasi oleh negara dengan penduduk muslim bukan sebagai mayoritas, yakni ekspor terbanyak dari Brasil mencapai US$18,2 miliar, India US$14,4 milir, Amerika Serikat (AS) US$13,8 miliar, Rusia US$11,9 miliar, dan Argentina US$10,2 miliar.
Melihat kondisi tersebut, Tito pun menegaskan sertifikasi produk halal merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa diabaikan lagi. Produk halal saat ini berkaitan erat dengan masalah pasar dan gaya hidup, bukan hanya sekadar agama.
Dia pun mengaku ironis dengan posisi Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar, justru hanya menjadi target pasar produk halal nomor satu dari negara-negara pengekspor yang bukan didominasi kaum muslim.
"Kenapa? Why? Karena negara-negara tersebut (pengekspor) memahami bahwa berdagang tidak mengenal batas agama, yang terpenting profit atau keuntungan. Kalau kita tidak segera mengambil langkah dengan sertifikasi halal pada produk halal, maka penduduk kita akan mengambil produk halal yang terserah itu dari mana negaranya," ucap dia.
Baca Juga: Kejar 10.000 Sertifikat Halal Per Hari, BPJPH Gencar Berkolaborasi
Tito mencontohkan, salah satu negara tetangga Indonesia yakni Australia yang bukan sebagai negara muslim, justru memiliki agresivitas tinggi dalam meningkatkan produk halal mereka. Sebagai contoh adalah, makin banyaknya rumah potong hewan bak skala kecil maupun besar untuk memiliki sertifikasi halal. Melalui sertifikasi halal tersebut, maka produk hewan potong Australia bisa mengincar pasar Indonesia.
Sama halnya dengan China yang saat ini gencar mendorong produk halal melalui "China's Burgeoning Halal Trade", yang menunjukkan pertumbuhan pesat perdagangan produk halal di Negeri Tirai Bambu tersebut, yang mengincar pasar negara-negara Arab. Begitu pun dengan Hongkok yang mulai mengekspansi makanan halal mereka untuk menarik minat turis muslim dari berbagai penjuru dunia.
"Oleh karena itu kita tidak boleh persisten dengan pemahaman sertifikasi halal, jaminan halal. Karena kita akan mengecilkan market kita sendiri. Produsen kita akan terkucil dan kalah dengan produsen luar negeri," ucap Tito.
Dia pun mendorong seluruh kepala daerah di Indonesia untuk mendorong dan mengintensifkan sertifikasi halal pada produk-produk UMKM setempat.