26 Juni 2025
19:51 WIB
Mendag: Pemerintah Masih Kaji Penarikan Pajak Penjual Di E-Commerce
Hingga kini, pemerintah masih mengkaji rencana penerapan pungutan pajak kepada penjual di e-commerce. Mendag mengakui rencana tersebut bukan isu baru, yang saat ini masih terus dibahas pemerintah.
Penulis: Erlinda Puspita
Editor: Khairul Kahfi
Mendag Budi Santoso memberi keterangan setelah menghadiri acara Penandatanganan Kerja Sama Indonesia dan Australia soal Sertifikat Halal Global di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (26/6/2025). Antara/Putu Indah Savitri
JAKARTA - Mendag Budi Santoso turut menanggapi pemberitaan mengenai rencana pungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 kepada pedagang di platform belanja online atau e-commerce.
Menurutnya, pembahasan rencana pemajakan tersebut sebenarnya sudah dikaji sejak lama oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Namun sampai kini, rencana pemungutan pajak tersebut masih belum kunjung terealisasi.
"Ya coba nanti (dibicarakan), ini kan lagi dibahas di Dirjen Pajak ya. Ini ranahnya Kementerian Keuangan," ungkap Budi menjawab pertanyaan awak media saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (26/6).
Baca Juga: DJP Jelaskan Pajak Jualan Online: UMKM Kecil Omzet Di Bawah Rp500 Juta Aman!
Menurut Budi, pembahasan mengenai pungutan pajak bagi para penjual di e-commerce memang telah melalui proses yang panjang. Bahkan, dia tak menampik bahwa Kemendag turut terlibat dalam pembahasan rencana pungutan pajak ini.
"Awal-awal kan prosesnya itu lama sebenarnya. Proses untuk pembahasannya sudah beberapa kali. Coba nanti kita lihat ya," tambah Budi.
Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli menerangkan, rencana pemerintah untuk menunjuk platform e-commerce sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas transaksi barang oleh penjual melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) bukanlah pengenaan pajak baru.
Rosmauli menjelaskan, rencana pungutan pajak ini merupakan pergeseran atau shifting mekanisme pembayaran PPh secara mandiri oleh pedagang di e-commerce, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh platform e-commerce itu sendiri, seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, Blibli, dan lainnya yang beroperasi di Indonesia.
"Perlu dipahami bahwa pada prinsipnya, pajak penghasilan dikenakan atas tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak, termasuk dari hasil penjualan barang dan jasa secara online," kata Rosmauli, Kamis (26/6).
Pedagang mempromosikan barang dagangannya secara daring melalui platform E-commerce di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Rabu (13/9/2023). ValidNewsID/Fikhri Fathoni
Adanya kebijakan ini, menurut Rosmauli, tidak mengubah prinsip dasar pembayaran PPh, namun justru memberikan kemudahan bagi pedagang dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
Alasannya, proses pembayaran pajak dilakukan melalui sistem pemungutan yang lebih sederhana dan terintegrasi dengan platform mereka berjualan.
Baca Juga: Moncer! Setoran Pajak Digital Tembus Rp34,91 T Sampai Maret 2025
Sementara itu, pemungutan PPh Pasal 22 ini juga nantinya hanya berlaku bagi UMKM orang pribadi dengan omzet di atas Rp500 juta. Untuk omzet UMKM yang di bawah Rp500 juta tidak akan dikenakan pungutan PPh Pasal 22.
Rosmauli menegaskan, tujuan dibentuknya aturan ini demi menciptakan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antar pelaku usaha tanpa menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru.
"Ketentuan ini juga bertujuan untuk memperkuat pengawasan dan menutup celah shadow economy," tambah Rosmauli.
Lebih lanjut, Rosmauli menyebut ketentuan ini masih dalam tahap finalisasi di internal pemerintah. Nantinya jika aturan pungutan PPh Pasal 22 ini resmi berlaku, maka pemerintah akan mengumumkan secara terbuka, lengkap, dan transparan kepada publik.