c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

24 September 2025

10:06 WIB

Lenyapkan Pembangkit Diesel, Pemerintah Bakal Masifkan EBT Di Indonesia Timur

Tarif listrik pembangkit berbasis diesel jauh lebih mahal ketimbang pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT)

Penulis: Yoseph Krishna

<p id="isPasted">Lenyapkan Pembangkit Diesel, Pemerintah Bakal Masifkan EBT Di Indonesia Timur</p>
<p id="isPasted">Lenyapkan Pembangkit Diesel, Pemerintah Bakal Masifkan EBT Di Indonesia Timur</p>

Foto udara kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) on grid Selong kapasitas 7 MWp yang dioperasikan Vena Energy di Kelurahan Geres, Kecamatan Labuhan Haji, Selong, Lombok Timur, NTB, Senin (15/7/2024). Antara Foto/Ahmad Subaidi

JAKARTA - Dalam rangka mengejar target bauran energi baru dan terbarukan (EBT), pemerintah berencana untuk memasifkan proyek-proyek pembangkit listrik bersih di Indonesia Timur.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eniya Listiani Dewi menjelaskan masifikasi pembangkit EBT di Indonesia Timur tak lepas dari banyaknya pembangkit listrik berbasis diesel yang tarifnya jauh lebih mahal

Misalnya di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), tarif listrik di sana mencapai US$45 sen per Kilowatt hour (KWh). Kondisi itu membuat subsidi listrik jauh lebih banyak disalurkan pada kawasan-kawasan tersebut.

"Sementara saat ini kita nikmati harga listrik di sini ya, di ruangan ini US$3 sen per KWh. Jadi, ini subsidi untuk bahan bakar ini luar biasa," imbuh Eniya dalam gelaran Green Energy Summit 2025 di Jakarta, Selasa (23/9).

Baca Juga: Bahlil Siapkan Proyek 1 MW PLTS Di Setiap Desa

Eniya mengatakan perhitungan itu hanya di Flores, NTT. Sedangkan di luar itu, masih banyak pulau-pulau kecil yang juga mengandalkan pembangkit diesel untuk menyalurkan listrik.

"Itu saya hanya menyebutkan satu Flores ya, belum pulau-pulau kecil di situ dieselnya lumayan banyak. Nah, ini arahan dari Pak Presiden dan juga Pak Menteri untuk memasukkan EBT di sektor untuk mengurangi diesel," ucapnya.

Diharapkan, masuknya EBT ke Indonesia Timur perlahan-lahan bisa mengurangi ketergantungan mereka terhadap listrik dari pembangkit berbasis diesel.

Pasalnya, tarif listrik dari diesel sebesar US$45 sen per KWh sangat jauh jika dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di kisaran US$9 per KWh, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sekitar US$6-US$7 sen per KWh, serta PLTS US$5,5-US$6 sen per KWh.

Data-data tersebut jadi gambaran tarif listrik dari pembangkit berbasis EBT sejatinya sudah tidak mahal untuk diterapkan di Indonesia Timur. Bahkan, Eniya menegaskan listrik dari EBT sudah terjangkau dan bisa segera dieksekusi, utamanya di wilayah itu.

"Jika kita apple-to-apple sama diesel, bicara seperti itu, EBT sudah pada posisi yang kalau saya lihat affordable. Nah ini yang kita ingin fokuskan ke Indonesia Timur," kata dia.

PLTS Dan Harapan Kapasitas 100 GW
Jika pembangkit-pembangkit diesel di Flores saja digantikan dengan PLTS, maka ada potensi pengurangan subsidi listrik. Artinya, pemanfaatan EBT di Indonesia Timur justru bisa membuat keuangan negara sedikit lebih sehat.

"Nah kalau di situ diganti substitusinya dengan PLTS yang harganya lebih murah berarti kan subsidinya berkurang, subsidi ke diesel-diesel itu kan berkurang karena di situ sudah 10 kali lipat lebih," ucapnya.

Baca Juga: ESDM Harapkan Pemda Berperan Aktif Masifikasi PLTS

Paralel, pemerintah saat ini juga tengah mengejar target kapasitas terpasang PLTS sebesar 100 Gigawatt (GW). Investasi untuk pabrik-pabrik panel surya pun terus didorong oleh pemerintah guna mengejar target tersebut.

Eniya mengatakan saat ini sudah ada 21 unit pabrik perakitan PLTS yang sudah beroperasi. Ditambah, ada 4 pabrik lagi yang sedang dalam proses, termasuk di Batang, Jawa Tengah.

"Nah kita sedang identifikasi nanti tahun ini bisa suplai berapa, tahun depan bisa suplai berapa," pungkas Eniya Listiani Dewi.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar