07 Agustus 2025
20:23 WIB
Konsumen Pindah Beli Beras Ke Pasar Tradisional, Mentan Amran: Sangat Bagus
Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman sebut fenomena masyarakat yang semakin banyak membeli beras di pasar tradisional daripada ritel modern merupakan fenomena menarik.
Penulis: Erlinda Puspita
Ilustrasi beberapa jenis merk beras yang berada di agen koperasi. ValidNewsID/Hasta Adhistra.
JAKARTA - Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mengungkap ada fenomena unik pasca marak penjualan beras turun mutu, atau beras yang dihargai lebih tinggi dari kualitas sebenarnya. Fenomena tersebut adalah masyarakat saat ini lebih memilih membeli beras di pasar tradisional daripada ritel modern.
Ia menilai, keputusan membeli beras di pasar tradisional karena masyarakat atau konsumen beras bisa melihat secara langsung kondisi fisik beras yang akan dibeli.
"Ada fenomena menarik, kami baru baca dari media bahwasannya penjualan (beras) di pasar tradisional meningkat karena (konsumen) beralih. Karena (masyarakat) bisa lihat langsung. Nah ini fenomena menarik, sangat bagus dan sangat bagus untuk didorong," kata Amran dalam Konferensi Pers di Kantor Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta, Kamis (7/8).
Baca Juga: Bapanas: Kebijakan Beras Baru Terapkan Periode Transisi Dan Zonasi Harga
Dia menilai, dengan adanya peningkatan pembelian beras di pasar tradisional tersebut, maka turut mendorong ekonomi kerakyatan.
"(Ini) mendorong ekonomi kerakyatan, meningkatkan ekonomi-ekonomi pedagang kecil. Itu sangat menarik. Itu perlu dicermati dan bagus," tambahnya.
Peningkatan pembelian beras di toko tradisional ini, menurut Amran, terjadi usai maraknya temuan penjualan beras turun mutu, atau beras yang dihargai lebih tinggi dari kualitas sebenarnya.
Terkait penjualan beras turun mutu tersebut, Amran menegaskan beras tersebut aman dikonsumsi. Permasalahan beras yang ramai disebut beras oplosan tersebut hanya karena kualitas beras dijual tak sesuai dengan harga kelasnya, yakni beras berkualitas medium dijual dengan harga premium.
Perbedaan beras premium dan medium tersebut, kata dia, hanya ada pada kadar beras pecah atau broken. Beras medium memiliki kadar broken 25% dan premium sebanyak 15%.
"Sebenarnya beras yang ada di retail itu premium dan medium hanya masalah kualitas, broken-nya saja. Kalau medium itu broken-nya 25% dan premium 15%. Tapi kita lihat kondisi pada saat kita cek itu broken-nya ada yang sampai 40% dan 50%. Tapi itu semua untuk dikonsumsi itu aman," tegas Amran.
Pasokan Beras SPHP
Sementara terkait pasokan beras di retail modern, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Moga Simatupang mengungkapkan saat ini berdasarkan laporan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) baru sekitar 540 ton beras SPHP yang masuk ke ritel modern. Ia berharap jumlah tersebut bisa terus bertambah agar tak terjadi kekosongan stok di ritel modern.
"Dari rakortas (rapat koordinasi terbatas) di Kemenko Pangan, sudah diputuskan mulai tanggal 17 Juli sampai 31 Desember disalurkan SPHP. Sejauh ini memang untuk retail modern, berasnya laporan kemarin dari Aprindo baru 540 ribu ton yang masuk. Dan kita harapkan dalam waktu dekat ini pasokan SPHP akan segera disalurkan," ujar Moga saat ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Rabu (6/8).
Baca Juga: Indef: Kasus Beras Oplosan Tunjukkan Kegagalan Tata Niaga Pangan RI
Meski stok SPHP di ritel modern masih terbatas, namun Moga memastikan distribusi beras SPHP tetap lancar di berbagai stakeholder Perum Bulog, seperti ID Food, PT Pos Indonesia, dan cabang Bulog lainnya.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), I Gusti Ketut Astawa.
Ketut dalam keterangannya, Jumat (1/8) menjelaskan pemerintah telah menugaskan Bulog untuk mempercepat penyaluran beras SPHP ke berbagai jalur mitra Perum Bulog mulai dari pengecer di pasar rakyat, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, pemerintah daerah melalui outlet pangan binaan dan GPM, BUMN (Perum Bulog, ID Food, PT Pos Indonesia, PT Perkebunan dan Pupuk Indonesia Holding Company), instansi pemerintah (kementerian/lembaga, TNI/Polri, dan lainnya), RPK Perum Bulog, yang sudah diversifikasi, dan/atau swalayan/toko modern yang tidak melakukan penjualan secara grosir.