16 Juni 2025
19:06 WIB
Konflik Iran-Israel Memanas, Rupiah Menguat Jadi Rp16.265
Pengamat menyebutkan terdapat beberapa faktor eksternal maupun internal yang membuat rupiah menguat saat ini. Apa saja?
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Khairul Kahfi
Ilustrasi - Karyawan menunjukan uang rupiah pecahan 100 ribu dan 50 ribu. Antara Foto/Rivan Awal Lingga/wsj.
JAKARTA - Mata uang rupiah pada perdagangan Senin (16/6) ditutup menguat 39 poin dari penutupan sebelumnya di level Rp16.310 per dolar AS menjadi Rp16.265 per dolar AS. Padahal sepanjang hari, rupiah sempat melemah sebesar 7 poin. Sementara itu, indeks dolar AS juga menguat.
Pengamat Mata Uang dan Komoditas Ibrahim Assuaibi mengatakan, terdapat beberapa faktor baik eksternal maupun internal yang membuat rupiah menguat. Untuk faktor eksternal, 'saling jual serangan' oleh Israel dan Iran selama akhir pekan meningkatkan kekhawatiran bahwa pertempuran dapat meluas di seluruh wilayah dan secara signifikan.
Pasalnya, Rudal Iran yang menghantam Tel Aviv di Israel dan kota pelabuhan Haifa pada Senin (16/6), menghancurkan rumah-rumah dan memicu kekhawatiran di antara para pemimpin dunia pada pertemuan G7 pekan ini bahwa pertempuran antara dua musuh lama tersebut dapat menyebabkan konflik regional yang lebih luas.
Saling serang antara Israel dan Iran pada Minggu (15/6) mengakibatkan jatuhnya korban sipil, dengan kedua militer mendesak warga sipil di pihak lawan untuk mengambil tindakan pencegahan terhadap serangan lebih lanjut.
"Perkembangan terbaru telah memicu kekhawatiran tentang gangguan di Selat Hormuz, jalur pelayaran penting. Sekitar seperlima dari total konsumsi minyak dunia atau sekitar 18-19 juta barel per hari (bpd) minyak, kondensat, dan bahan bakar, melewati selat tersebut," kata Ibrahim dalam pernyataan tertulis, Jakarta, Senin (16/6).
Baca Juga: Rupiah Diprediksi Melemah Di Tengah Konflik Iran-Israel
Adapun, fokus pekan ini adalah pada serangkaian pertemuan bank sentral, dimulai dengan Bank Jepang pada Selasa (17/6). Federal Reserve akan memutuskan suku bunga pada Rabu (18/6), sementara Bank of England, Bank Nasional Swiss, dan Bank Rakyat China juga akan memutuskan suku bunga akhir pekan ini.
Selain itu, lanjut Ibrahim, data pemerintah yang dirilis pada Senin (16/6) menunjukkan produksi industri China tumbuh sedikit lebih rendah dari yang diharapkan pada Mei, di tengah meningkatnya tekanan dari tarif perdagangan AS.
Namun, pertumbuhan penjualan ritel China melampaui ekspektasi, menandakan ketahanan dalam belanja konsumen meskipun ketidakpastian ekonomi meningkat.
Kemudian, Washington dan Beijing pada pekan lalu mengumumkan beberapa kemajuan dalam negosiasi perdagangan mereka, meskipun tidak ada kesepakatan permanen yang diumumkan.
"Reuters melaporkan bahwa kesepakatan baru-baru ini juga membuat masalah kontrol ekspor tanah jarang Tiongkok belum terselesaikan, di tengah meningkatnya kekhawatiran atas kekurangan pasokan," imbuhnya.
Faktor Internal
Sedangkan untuk faktor internal, Ibrahim menuturkan, pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga kredibilitas dengan mengelola ULN secara hati-hati, terukur, dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas pemerintah.
Adapun, utang luar negeri Indonesia kembali mencatatkan kenaikan secara bulanan pada April 2025 senilai US$800 juta menjadi US$431,55 miliar atau sekitar Rp7.197,76 triliun (JISDOR akhir April 2025 Rp16.679 per dolar AS).
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Naik Didongkrak Perang Israel-Iran
Meski terjadi kenaikan ULN sebesar 8,2% (yoy), posisi utang tersebut dinilai BI tetap terjaga, di mana kenaikan kewajiban luar negeri pemerintah tersebut meningkat sejalan dengan pelemahan rupiah yang terjadi usai pengumuman tarif resiprokal AS pada awal April lalu.
Ibrahim menuturkan, struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Hal ini tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang turun menjadi 30,3% pada April 2025, dari 30,6% pada Maret 2025, serta didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 85,1% dari total ULN.
Secara umum, perkembangan posisi ULN April 2025 tersebut bersumber dari sektor publik. Secara rinci, posisi ULN pemerintah pada April 2025 mencapai US$208,8 miliar atau tumbuh sebesar 10,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan 7,6% pada Maret 2025.
Perkembangan ULN tersebut dipengaruhi oleh penarikan pinjaman dan peningkatan aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN) domestik, seiring dengan kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap terjaga di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi.
Sementara itu, untuk perdagangan Selasa (17/6), rupiah diproyeksikan bergerak fluktuatif, namun masih ditutup menguat.
"Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif, namun ditutup menguat direntang Rp16.220-16.270 (per dolar AS)," pungkas Ibrahim.