c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

31 Mei 2025

16:19 WIB

KKP Ungkap Alasan Hongkong Stop Ambil Ikan Kerapu Ekspor dari Natuna

Sudah terjadi sejak Maret, pengawasan yang diperketat hingga imbas perang dagang disebut jadi alasan Hongkong berhenti mengambil ikan kerapu dari Natuna dan Anambas.

Penulis: Siti Nur Arifa

<p id="isPasted">KKP Ungkap Alasan Hongkong Stop Ambil Ikan Kerapu Ekspor dari Natuna</p>
<p id="isPasted">KKP Ungkap Alasan Hongkong Stop Ambil Ikan Kerapu Ekspor dari Natuna</p>

Ikan kerapu, salah satu komoditas perikanan yang diekspor dari Natuna ke Hongkong. ANTARA/HO-BKHIT Kepri

JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkap, Hongkong berhenti mengambil ekspor ikan kerapu dan ikan napoleon yang berasal dari Natuna-Anambas di Kepulauan Riau, sejak Maret lalu hingga saat ini.

Adapun penghentian aktivitas ekspor tersebut disebabkan oleh pengawasan ketat yang dilakukan Pemerintah Beijing terhadap masuknya barang lewat jalur laut.

"Salah satu penyebabnya karena Pemerintah Beijing memperketat pengawasan masuknya barang ke Hongkong lewat laut sejak terjadinya perang dagang antara Amerika dan China,” ujar Kepala Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Batam, Kepulauan Riau, Semuel Sandi Rundupadang dikutip dari Antara, Sabtu (31/5).

Lebih lanjut, Semuel mengatakan terdapat ketegangan antara Pemerintah Beijing dengan Hongkong sejak perang dagang terjadi, di mana pemerintah Negeri Tirai Bambu itu mencurigai adanya penyeludupan barang lewat jalur laut yang masuk ke Hongkong, sehingga pengawasan menjadi lebih ketat dari biasanya.

Baca Juga: Anambas Terus Ekspor Kerapu Selama Pandemi

Sebab itu, kata dia, kapal-kapal Hongkong tak lagi ke pelabuhan muat yang ada di Natuna dan Anambas untuk mengambil ikan-ikan ekspor.

Sekadar informasi, sebelumnya ikan kerapu memang menjadi komoditas ekspor andalan di Natuna yang dikirim ke Hongkong. Berdasarkan data Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (BKHIT) Kepulauan Riau, di bulan Januari Natuna telah mengirim 6.158 ekor ikan kerapu, 280 ekor ikan kakatua, dan 250 ekor lobster dengan nilai ekonomi Rp707 juta ke Hongkong.

Di awal Maret, Natuna kembali mengirimkan 8.426 ekor ikan kerapu, 280 ekor ikan kakatua dan 250 ekor lobster dengan nilai ekonomi mencapai Rp882 juta.

Akibat dari situasi yang saat ini terjadi, sejumlah nelayan pembudidaya ikan kerapu dan napoleon di Natuna dan Anambas dilaporkan resah karena tidak beroperasinya kapal dari Hongkong yang menjemput hasil budidaya mereka.

Alternatif Jalur Udara
Di saat bersamaan, Semuel mengungkap kondisi penghentian ekspor jalur laut juga dialami oleh pembudidaya ikan ekspor di wilayah Bitung, Makassar, Tarakan dan Manado.

Namun, menurut dia, beberapa pelaku usaha memilih jalur alternatif dengan menggunakan jasa pengiriman lewat jalur udara untuk mengirim ikan kerapu ke Hongkong.

"Kalau lewat udara tidak ada masalah, salah satu yang masih mengirimkan lewat udara dari Makassar, mereka masih kirim,” imbuhnya.

Meski tetap saja, diakui biaya pengiriman lewat udara lebih mahal dibanding lewat laut. Sebagai gambaran, untuk pengiriman dari Makassar ke Hongkong membutuhkan biaya sebesar Rp35 ribu per kilo, sedangkan untuk satu kargo seberat 25 koli hanya berisi ikan 8 kg dan sisanya adalah air.

Baca Juga: NTT Ekspor Puluhan Ton Ikan Kerapu Ke Hong Kong

Beruntung, jenis ikan yang dikirim lewat jalur udara merupakan ikan berkualitas super seperti Kerapu Sunu, sehingga biaya pengiriman yang mahal masih bisa tertutup dengan harga ikan.

Namun kondisi berbeda dialami untuk jenis ikan kerapu yang kebanyakan dibudidaya oleh nelayan di Natuna dan Anambas, yakni jenis kerapu macan dan kerapu kertang, yang jika dikirim lewat udara belum mampu menutupi ongkos kirim.

“Kalau pesawat itu biaya kargo pengiriman mahal, dikhawatirkan tetap maksa kirim biaya ongkos tidak nutup, pelaku usaha akan rugi,” kata Semuel.

Menurutnya, kondisi yang saat ini terjadi tidak hanya merugikan nelayan pembudidaya atau pelaku usaha, tetapi juga pemerintah yang kehilangan pendapatan dari aktivitas ekspor ikan hidup melalui jalur laut. Sebab itu, dia menilai solusi terkait persoalan ini berada di tataran tingkat pemerintah pusat dalam hal ini KKP dengan Pemerintah Beijing.

“Kami telah melaporkan situasi ini ke pusat, untuk penyelesaian persoalan menjadi domain dari pemerintah pusat karena melibatkan dua negara,” pungkas Semuel.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar