c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

28 Oktober 2024

15:31 WIB

KKP: Indonesia Berhasil Turunkan Tarif BMAD Ekspor Udang Ke AS Jadi 3,9%

Meski demikian, penurunan tarif BMAD udang ekspor Indonesia ke AS masih bersifat sementara. Tarif ini akan berlangsung hingga 5 Desember 2024.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Khairul Kahfi

<div dir="auto" id="isPasted">KKP: Indonesia Berhasil Turunkan Tarif BMAD Ekspor Udang Ke AS Jadi 3,9%</div>
<div dir="auto" id="isPasted">KKP: Indonesia Berhasil Turunkan Tarif BMAD Ekspor Udang Ke AS Jadi 3,9%</div>

Ketua Dewan Pengawas AP5I Harry Lukmito dan Direktur Pemasaran Ditjen PDSPKP KKP Erwin Dwiyana dalam konferensi pers Perkembangan Penanganan Kasus Tuduhan CVD dan AD Udang Beku Indonesia, Jakarta, Senin (28/10). Valindnews ID/Erlinda PW

JAKARTA - Direktur Pemasaran Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Erwin Dwiyana menyampaikan, Kemendag AS (United State Department of Commerce/USDOC) telah menurunkan tarif Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) terhadap komoditas ekspor udang Indonesia, dari 6,3% menjadi 3,9%.

Meski demikian, KKP menggarisbawahi, penurunan tarif BMAD udang ekspor Indonesia ke AS masih bersifat sementara. Adapun sejumlah asosiasi eksportir udang nasional mendorong pemerintah Indonesia untuk bisa menghilangkan bea anti-dumping Negeri Paman Sam ini.

"Untuk (tarif bea masuk) anti dumping kita turun, dari 6,3% menjadi 3,9%. Ini merupakan hasil capaian sinergi dari asosiasi AP5I, kementerian Perdagangan, dan KBRI Washington DC dalam proses hearing yang dilakukan bersama USDOC dan US International Trade Commission (USITC)," jelasnya dalam konferensi pers 'Perkembangan Penanganan Kasus Tuduhan CVD dan AD Udang Beku Indonesia', Jakarta, Senin (28/10).

Erwin menuturkan, penurunan tarif anti dumping tersebut diterbitkan oleh USDOC pada 22 Oktober 2024 lalu, usai investigasi terhadap Bea Masuk Imbalan (Countervailling Duties/CVD), subsidi, dan dumping atau anti dumping.

Bersamaan dengan penerbitan tarif AD baru, hasil investigasi juga menunjukkan, pemerintah Indonesia terbukti tidak melakukan subsidi terhadap produk udang yang diekspor. Jadi untuk CVD, Indonesia tidak dikenakan tarif alias de minimis atau 0%.

Perlu diketahui, CVD merupakan bea masuk yang dikenakan oleh negara importir untuk menetralisasi dampak negatif dari subsidi yang dilakukan pemerintah negara pengekspor.

Erwin mengingatkan, berlakunya tarif sementara AD sebesar 3,9% tersebut masih akan ditinjau ulang oleh USITC mengenai dampak ekonomi yang dialami AS. Tarif tersebut akan berlangsung hingga 5 Desember 2024.

"Mudah-mudahan, posisi kita yang hasil final USDOC untuk CVD tetap de minimis, dan kaitan dengan dumping bisa di-drop atau dibatalkan. Ini keinginan kita. Pengumuman final akan disampaikan USITC tanggal 5 Desember 2024," imbuh Erwin.

Baca Juga: 
Begini Dampak Kebijakan Anti Dumping AS Terhadap Udang Indonesia

Lebih lanjut, Ketua Dewan Pengawas Asosiais Produsen Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Harry Lukmito mengaku, pihaknya masih keberatan dengan penetapan tarif anti dumping sebesar 3,9%, meski besaran  bea tersebut sudah jauh turun dari sebelumnya.

Alasannya, tarif BMAD tersebut hanya diberlakukan pada PT First Marine Seafood (FMS) selaku responden kedua bersama pelaku usaha lainnya. Sedangkan, pada PT Bahari Makmur Sejati (BMS) selaku responden pertama justru tidak dikenakan tarif BMAD alias 0%.

Menurutnya, pembedaan besaran bea anti dumping itu dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat di antara eksportir udang di dalam negeri. Lantaran ada beban ongkos tambahan yang mesti sebagian pengusaha eksportir pikul dengan pembebanan tindakan perdagangan internasional tersebut.

"Adanya perbedaan rate (BMAD) antara responden pertama sebesar 0% dengan anggota AP5I lainnya sebesar 3,9%... merasakan adanya persaingan usaha yang tidak sehat dalam perhitungan harga bahan baku dan penjualan produk udang ke AS," tutur Harry.

Karena itu, pihaknya masih akan terus berjuang untuk membantah tuduhan praktik anti dumping di hadapan USITC. Sehingga dapat menganulir besaran tarif anti dumping AS kepada eksportir udang Indonesia ke depannya.

Negara Alternatif Ekspor Udang
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyiapkan langkah antisipatif terhadap dampak kasus anti dumping udang beku Indonesia di pasar AS melalui diversifikasi pasar ke beberapa negara potensial.

ITC Export Potential mendata, komoditas udang mentah beku Indonesia (HS 030617) masih memiliki peluang di pasar Tiongkok dan Jepang. Sementara udang matang beku (HS 160521) potensial untuk pasar Jepang, Australia, dan Korea Selatan.

Pemerintah mengestimasi, peluang ekspor komoditas udang Indonesia ke pasar empat negara tersebut mencapai US$800 juta, atau setara dengan volume 121 ribu ton udang beku.

Baca Juga: Pemerintah Perjuangkan Ekspor Udang Ke AS Bebas Bea Masuk Antidumping

Pertama, ekspor komoditas udang Indonesia ke pasar Tiongkok masih terbuka, yang ditunjukkan dengan gap peluang ekspor sampai tahun 2028 diperkirakan sebesar US$544 juta.

Kedua, gap peluang ekspor udang ke pasar Jepang hingga tahun 2028 diperkirakan mencapai US$214 juta. Adapun Jepang merupakan pasar potensial bagi produk udang beku dan udang olahan Indonesia.

Ketiga, Korea Selatan merupakan pasar potensial dengan gap peluang ekspor diperkirakan sebesar US$26 juta hingga tahun 2028. Kompetitor komoditas udang Indonesia di pasar Korsel adalah Vietnam dan Thailand.

Keempat, pasar Australia juga merupakan pasar potensial komoditas udang dengan perkiraan gap peluang ekspor sebesar US$30 juta. KKP mengonfirmasi, komoditas udang baru berkontribusi 1,32% di pasar udang Australia.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar