c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

27 Agustus 2025

17:29 WIB

Kemenperin Tagih Produsen Mobil Listrik Penuhi TKDN 40%

Kemenperin menagih produsen BEV pengguna insentif impor CBU penuhi kewajiban TKDN. Mulai 1 Januari 2026-31 Desember 2027, produsen wajib memproduksi mobil listrik dengan jumlah setara kuota impor CBU.

Penulis: Ahmad Farhan Faris

Editor: Khairul Kahfi

<p>Kemenperin Tagih Produsen Mobil Listrik Penuhi TKDN 40%</p>
<p>Kemenperin Tagih Produsen Mobil Listrik Penuhi TKDN 40%</p>
Deretan mobil listrik AION Y Plus yang akan diekspor dari China. Antara/HO-GAC AION/aa

JAKARTA - Kemenperin meminta produsen otomotif yang menikmati insentif impor berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) dalam bentuk utuh (completely built up/CBU) untuk memenuhi kewajiban produksinya, dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sesuai aturan berlaku.

Masa impor CBU peserta program bakal berakhir pada 31 Desember 2025. Setelah itu, insentif berupa pembebasan Bea Masuk dan PPnBM yang sudah diterima, akan disetop. Selanjutnya, mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027 para produsen wajib memproduksi mobil listrik di Indonesia dengan jumlah setara kuota impor CBU.

Hingga pendaftaran peserta program ini ditutup Maret 2025, ada enam produsen yang sudah mengikuti. Yakni, BYD Auto Indonesia (BYD), Vinfast Automobile Indonesia (Vinfast), Geely Motor Indonesia (Geely), Era Industri Otomotif (Xpeng), National Assemblers (Aion, Citroen, Maxus dan VW) serta Inchape Indomobil Energi Baru (GWM Ora).

Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin Mahardi Tunggul Wicaksono mengatakan, para produsen bisa mulai memenuhi syarat TKDN mulai 2026.

"Dalam perjalanannya, perusahaan juga harus memperhatikan nilai, besaran nilai TKDN. Dari 40% harus secara bertahap naik menjadi 60% besaran nilai TKDN," kata Tunggul melalui keterangan tertulis, Jakarta, Rabu (27/8).

Baca Juga: Kemenperin: Insentif Mobil Listrik Impor Akan Berakhir Desember 2025

Adapun, TKDN mobil listrik produksi lokal berdasarkan aturan wajib mencapai 40% pada 2022-2026. Kemudian, naik menjadi 60% pada 2027-2029 dan 80% mulai 2030.

Hal tersebut diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) 79/2023 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 55 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan. 

"Yang dilakukan melalui CKD (Completely Knocked Down) sampai dengan 2026, dan pada 2027 dilakukan melalui IKD (Incompletely Knocked Down). Karena kalau masih tetap CKD, enggak akan tercapai angka 60%. Kemudian angka 80% dicapai melalui skema manufaktur part by part," jelas Tunggul.

Tunggul menginformasikan, dari enam perusahaan yang mengikuti program insentif CBU akan melakukan penambahan total investasi sebesar Rp15 triliun, serta rencana penambahan kapasitas produksi sebesar 305 ribu unit.

Dari enam perusahaan tersebut, dua perusahaan melakukan kerja sama perakitan dengan assembler lokal, yakni PT Geely Motor Indonesia dan PT Era Industri Otomotif.

Lalu, dua perusahaan melakukan perluasan kapasitas produksi, yakni PT National Assemblers dan PT Inchcape Indomobil Energi Baru. Kemudian, dua perusahaan membangun pabrik baru, yakni PT BYD Auto Indonesia dan PT Vinfast Automobile Indonesia.

Populasi Kendaraan Listrik Meningkat
Kemenperin mendata, program percepatan pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia membuat populasi kendaraan jenis ini setiap tahun meningkat. Pada 2024, total populasi kendaraan listrik mencapai 207 ribu unit, meningkat sebesar 78% dari 2023 yang berjumlah 116 ribu unit. 

Menurut Tunggul, pangsa pasar kendaraan berbasis listrik, khususnya hybrid electric vehicle (HEV) dan BEV meningkat signifikan. Rinciannya, pangsa pasar HEV naik dari 0,28% pada 2021 menjadi 7,62% pada Juli 2025. Sedangkan, BEV melonjak dari 0,08% menjadi 9,7% pada periode yang sama. 

Sebaliknya, Tunggul mengungkapkan kendaraan berbasis internal combustion engine (ICE) mengalami penurunan pangsa pasar dari 99,64% pada 2021 menjadi 82,2% pada Januari-Juli 2025.

"Hal ini mencerminkan adanya pergeseran preferensi konsumen menuju kendaraan yang lebih efisien dan ramah lingkungan,” ungkapnya.

Dengan begitu, Tunggul melihat peningkatan ini menunjukkan bahwa kebijakan dan insentif pemerintah mulai tampak ada hasilnya. Artinya, tren ini menjadi indikasi kuat bahwa transisi menuju transportasi rendah emisi di Indonesia sedang berjalan dengan arah tepat.

Gaikindo Keluhkan Penjualan Menurun
Sementara itu, Sekretaris Umum  Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengeluhkan penjualan mobil domestik mengalami penurunan. 

Asosiasi menilai, insentif BEV impor dalam rangka tes pasar telah sukses meningkatkan adopsi mobil ini di Indonesia. Namun, hal ini menekan kinerja industri yang sudah lama eksis. 

Baca Juga: Kemenperin Beri Insentif Dukung Penjualan Mobil di GIIAS 2025

Berdasarkan catatan Gaikindo, utilisasi industri mobil turun dari 73% menjadi 55% di tahun ini seiring turunnya penjualan mobil domestik. Kukuh mengungkapkan, penjualan mobil domestik turun menjadi 865 ribu unit pada 2024, dibandingkan sebanyak 1,2 juta unit di 2014.

"Tren ini berlanjut pada tahun ini, di mana per Juli lalu, penjualan mobil turun 10% menjadi 453 ribu unit," kata Kukuh.

Menurutnya, salah satu faktor penjualan mobil turun karena pelemahan daya beli dan mahalnya pajak mobil di luar BEV. Dia menggarisbawahi, saat ini tidak semua mobil dengan TKDN tinggi mendapatkan insentif. Sebaliknya, pemerintah malah memberikan insentif besar bagi BEV untuk menarik investasi. 

"Banyak perusahaan komponen juga mengeluh, karena suplai ke pabrikan kurang. Untung mereka masih ada ekspor, sehingga masih bisa berjalan, tetapi ada sebagian yang sudah melakukan PHK," imbuhnya.

Untuk itu, Kukuh meminta pemerintah harus memperhatikan industri otomotif yang sudah ada. Intinya, kata dia, harus ada kebijakan mendukung industri otomotif yang memproduksi ICE, HEV, hingga BEV agar tumbuh bersama-sama.

Di samping itu, Kukuh mengatakan, pemerintah harus merilis insentif untuk mobil entry level di harga Rp200-400 juta seperti di 2021 saat pandemi covid-19. Saat itu, bentuk insentifnya PPnBM DTP untuk mobil rakitan lokal, 4x2, dengan syarat TKDN. Insentif ini terbukti mampu memulihkan pasar dengan cepat. 

"Intinya, jangan biarkan pasar mobil turun. Bahkan, belakangan muncul isu penjualan mobil Indonesia dikalahkan oleh Malaysia, kendati data jelasnya belum terlihat,” pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar