c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

19 Agustus 2025

12:19 WIB

Kemenperin Buka Pusat Krisis Industri Pengguna HGBT

Pembentukan Pusat Krisis Industri Pengguna HGBT sebagai tanggapan pada keresahan para pelaku industri penerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang terdampak pembatasan pasokan dari produsen gas. 

Penulis: Fin Harini

<p id="isPasted">Kemenperin Buka Pusat Krisis Industri Pengguna HGBT</p>
<p id="isPasted">Kemenperin Buka Pusat Krisis Industri Pengguna HGBT</p>

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief. Sumber: Kemenperin

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membuka “Pusat Krisis Industri Pengguna HGBT” sebagai sarana untuk menerima laporan, keluhan, maupun masukan dari para pelaku industri terkait kondisi gangguan pasokan gas yang mereka terima.

Langkah ini sebagai tanggapan pada keresahan para pelaku industri penerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang terdampak pembatasan pasokan dari produsen gas.

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief menjelaskan, produsen gas telah menyampaikan pemberitahuan pada industri penerima HGBT bahwa akan diberlakukan pembatasan pasokan sampai 48%.

“Menurut kami, hal ini janggal karena pasokan gas untuk harga normal, harga di atas US$15 per MMBTU stabil. Tapi mengapa pasokan untuk HGBT yang berharga US$6,5 per MMBTU dibatasi? Itu artinya tidak ada masalah dalam produksi dan pasokan gas dari industri hulu gas nasional,” katanya di Jakarta, Senin (18/8).

Lebih lanjut, Febri meminta produsen gas tidak membangun narasi pembatasan pasokan gas karena ingin menaikkan harga gas untuk industri di atas US$15 per MMBTU.

Baca Juga: HGBT Dibatasi, Kemenperin: Kado Buruk Industri di Kemerdekaan RI Ke-80

“Tidak ada isu atau masalah teknis produksi dan pasokan gas dari industri hulu gas,” paparnya.

Pembentukan Pusat Krisis ini menyusul semakin banyaknya laporan dari pelaku industri mengenai pembatasan pasokan, penurunan tekanan gas yang diterima, serta tingginya harga gas yang dibebankan yang berada di atas ketentuan Perpres Nomor 121 Tahun 2020.

Media pengaduan ini, sebut Febri, diyakini bisa memberikan rasa aman dan terlindungi pada investasi manufaktur di dalam negeri. Adapun tujuh subsektor penerima manfaat HGBT, yakni industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet.

“Kami mendengar langsung jeritan pelaku industri. Dalam situasi seperti ini, Kemenperin tidak boleh tinggal diam. Kami harus melindungi investor yang sudah membangun fasilitas produksi dan 130 ribu pekerja yang bekerja pada industri tersebut,” paparnya.

Tiga Tujuan Pusat Krisis
Febri merinci, pembentukan Pusat Krisis Industri Pengguna HGBT memiliki tiga tujuan utama. Pertama, untuk menerima pengaduan dari industri pengguna HGBT secara langsung dan terstruktur.

Kedua, menjadikan laporan-laporan tersebut sebagai bahan kebijakan dan langkah Kemenperin dalam menghadapi krisis HGBT. Ketiga, sebagai wujud akuntabilitas publik Kemenperin dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pembina industri.

“Oleh sebab itu, Pusat Krisis ini dibentuk untuk menampung keluhan, memverifikasi kondisi di lapangan, menjadi jalur komunikasi dan konsultasi cepat antara industri dengan pemerintah, serta instrumen resmi pemerintah untuk mengawal keberlanjutan industri pengguna gas,” imbuhnya.

Beberapa sektor industri pengguna HGBT sudah mulai menyampaikan laporan kepada direktorat terkait di Kemenperin sebagai pembina sektornya. 

Kondisi yang dilaporkan di antaranya adanya pembatasan pasokan gas serta tekanan gas yang tidak stabil. Situasi ini memaksa sejumlah perusahaan untuk melakukan rekayasa operasional agar produksi tetap berjalan.

“Di lapangan, ada yang harus mematikan salah satu unit lini produksinya. Ada pula yang mengganti bahan bakar dari gas menjadi solar. Langkah itu memang bisa menjaga produksi tetap berjalan, tetapi konsekuensinya biaya produksi meningkat cukup signifikan. Bahkan, sudah ada industri yang menghentikan produksinya dan berpotensi merumahkan pekerjanya,” terang Febri.

Baca Juga: Menghitung Kelayakan Impor LNG Untuk Atasi Penurunan Pasokan Gas RI

Febri menyebutkan kasus-kasus tersebut banyak ditemukan pada sektor industri keramik, gelas kaca, baja, dan oleokimia yang sangat bergantung pada pasokan gas dengan harga kompetitif.

Karena itu, lanjutnya, pusat krisis akan menghimpun secara sistematis setiap keluhan dan fakta di lapangan, sehingga kebijakan dan langkah-langkah antisipatif atas risiko krisis ini didasarkan data riil dari lapangan.

“Selain itu, kami juga akan menerjunkan tim langsung ke industri guna menghitung risiko lebih jauh ke depan. Hal ini menunjukkan bahwa Kemenperin bertanggung pada industri binaan kami sekaligus bentuk transparansi atau akuntabilitas Kemenperin kepada publik,” tambah Febri.

Menurut Febri, gas merupakan komponen vital dalam proses produksi industri, baik sebagai energi maupun bahan baku. Karena itu, gangguan pasokan dan lonjakan harga gas akan berdampak langsung pada daya saing manufaktur nasional, produktivitas, bahkan kelangsungan usaha.

“Kalau gas dibatasi, tekanannya turun, atau harganya melonjak, industri pasti terpukul. Ini bukan hanya soal biaya produksi yang meningkat, tapi juga bisa memicu pengurangan kapasitas, ancaman PHK, dan penurunan daya saing produk Indonesia,” tegasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar