c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

23 Juli 2025

18:59 WIB

Keekonomian Masih Jadi Tantangan Gasifikasi Batu Bara

Gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether merupakan 'mainan baru' bagi perusahaan batu bara.

Penulis: Yoseph Krishna

<p id="isPasted">Keekonomian Masih Jadi Tantangan Gasifikasi Batu Bara</p>
<p id="isPasted">Keekonomian Masih Jadi Tantangan Gasifikasi Batu Bara</p>

Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (18/6/2025). Antara Foto/Nova Wahyudi

JAKARTA - Dokumen pre-feasibility study (FS) 18 proyek hilirisasi dan ketahanan energi nasional telah diserahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia kepada CEO Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) Rosan Roeslani.

Pada dokumen tersebut, salah satu proyek yang diharapkan bisa didanai oleh Danantara ialah gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME). Tak tanggung-tanggung, ada enam lokasi yang disiapkan untuk proyek gasifikasi batu bara.

Keenam lokasi itu ialah Bulungan, Kutai Timur, Kota Baru, Muara Enim, Pali, serta Banyuasin. Dalam dokumen pre-FS yang diserahkan, estimasi total investasi yang diperlukan mencapai kisaran Rp164 triliun.

Executive Director Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia menilai pada dasarnya peluang Danantara cukup besar untuk membiayai proyek gasifikasi batu bara menjadi DME.

Tetapi, proyek tersebut sampai saat ini masih menghadapi tantangan yang sama, yakni faktor keekonomian. Sepanjang gasifikasi batu bara menjadi DME menguntungkan, perusahaan tambang batu bara pasti berlomba-lomba menjalankan proyek tersebut.

"Bahasa umumnya sih keekonomian. Ya jadi intinya kalau di semua bidang usaha sepanjang itu tanda kutip ada cuannya bagus, ya pasti orang berlomba-lomba," imbuh Hendra saat ditemui di Jakarta, Rabu (23/7).

Baca Juga: Bos PTBA Dalami Kajian Agar Proyek DME Tak Rugikan Perusahaan

Mandeknya proyek gasifikasi coal to DME ia tegaskan tak lepas dari faktor keekonomian. Selama ini, para pelaku usaha, termasuk perusahaan pelat merah PT Bukit Asam Tbk melihat gasifikasi tersebut belum ekonomis.

"Teknologinya mahal, kita tidak punya teknologinya, dan di dunia juga mungkin baru Tiongkok yang sudah ini (menjalankan). Negara produsen batu bara lain seperti India, Rusia, Australia, mereka tidak masuk ke situ," tambahnya.

Di lain sisi, proyek gasifikasi batu bara adalah hal yang baru bagi pelaku usaha. Bahkan, Hendra menyebut gasifikasi itu merupakan dunia yang sangat berbeda dengan bisnis yang selama ini dijalani pelaku usaha.

Para pelaku usaha selama ini sudah khatam di bisnis pertambangan batu bara, termasuk menaksir harga komoditas hanya dengan memejamkan mata.

"Kalau batu bara sudah merem saja tahu harganya bagaimana. Tapi kalau misalnya gasifikasi, kita hasilkan DME, kita tidak tahu DME harganya bagaimana dan itu proyek jangka panjang. Jadi kita bisa dikatakan blank gitu ya, tidak tahu marketnya bagaimana," kata Hendra.

Namun demikian, Hendra tetap menganggap peluang masuknya Danantara untuk membiayai gasifikasi batu bara merupakan kabar baik bagi kelanjutan proyek kebanggan Presiden Ke-7 Joko Widodo tersebut.

"Harapannya proyek ini bisa berjalan. Jadi, kendala faktor kelayakan ekonomi mungkin bisa diatasi dengan Danantara ikut terlibat," sambung dia.

Baca Juga: Indonesia Kebanjiran Batu Bara Kalori Rendah, ESDM: Cocok Untuk DME

Kendala-kendala gasifikasi batu bara, termasuk faktor keekonomian, semestinya sudah dipertimbangkan secara mendalam oleh pemerintah.

Terlebih, ada banyak expert yang tergabung dalam BPI Danantara, terutama Pandu Sjahrir yang menjabat sebagai Chief Investment Officer (CIO) Danantara. Pasalnya, Pandu bukanlah orang baru di dunia batu bara.

"Pasti sudah dipetakan, apalagi Danantara ada banyak expert di situ, Pak Pandu juga pernah jadi Ketua Asosiasi Batu Bara misalnya, jadi ada optimisme kalau memang Danantara mau support," tandas Hendra Sinadia.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar