c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

02 Oktober 2023

09:56 WIB

Kebijakan Menkeu Dituduh Buat Industri TPT Lesu, Ini Penjelasan Jubir

Kemenperin sebelumnya menyebut kebijakan yang dikeluarkan Menkeu mengenai kawasan berikat telah membuat industri TPT lesu.

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

Editor: Fin Harini

Kebijakan Menkeu Dituduh Buat Industri TPT Lesu, Ini Penjelasan Jubir
Kebijakan Menkeu Dituduh Buat Industri TPT Lesu, Ini Penjelasan Jubir
Ilustrasi. Pekerja menyelesaikan pembuatan mukena di pabrik busana muslim Siti Khadijah di kawasan Limo, Depok, Jawa Barat, Senin (3/4/2023) ValidNewsID/Fikhri Fathoni

JAKARTA - Kementerian Keuangan membuka suara setelah mendapat tuduhan dari Kementerian Perindustrian yang menyebut salah satu kebijakan Menteri Keuangan justru membuat industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi lesu.

Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif mengatakan industri TPT mengalami kontraksi. Hal itu disebabkan banyaknya barang impor dari kawasan berikat yang masuk ke pasar domestik.

Menanggapi hal itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo menyampaikan bahwa barang impor di kawasan berikat, termasuk produk tekstil, boleh didistribusikan ke pasar domestik setelah membayar pungutan ke negara.

"Dalam situasi tertentu, terutama saat permintaan global menurun seperti terjadi saat pandemi, dapat diberikan fasilitas penyerahan ke dalam negeri setelah dikoordinasikan dengan instansi yang membidangi sektor industri," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Validnews, Minggu (1/10).

Untuk diketahui, kawasan berikat adalah tempat penimbunan untuk menimbun barang impor atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean (Indonesia) guna diolah atau digabungkan yang hasilnya terutama untuk diekspor.

Kawasan berikat merupakan fasilitas kepabeanan yang diberikan kepada pelaku industri. Adapun izin fasilitas kawasan berikat diterbitkan oleh Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) selaku unit vertikal Kementerian Keuangan.

Baca Juga: Industri TPT Lesu, Barang Impor Kawasan Berikat Penuhi Pasar Domestik

Prastowo pun membenarkan kebijakan pengeluaran barang impor dari kawasan berikat ke daerah di Indonesia tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 131/2018, PMK 65/2021 dan Peraturan Dirjen Bea dan Cukai PER-19/BC/2018.

Hanya saja, industri penerima fasilitas harus memenuhi berbagai persyaratan agar bisa mengeluarkan barang dari kawasan berikat. Di antaranya, wajib melunasi bea masuk, cukai, pajak dalam rangka impor (PDRI), atau PPN dan PPnBM.

"Untuk menjaga keadilan dengan pelaku usaha non Kawasan Berikat, penyerahan barang dari kawasan berikat ke Daerah Pabean Lain (wilayah NKRI) diperlakukan sebagai impor dan harus memenuhi kewajiban pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor," ungkapnya.

Prastowo menuturkan kebijakan kawasan berikat merupakan bentuk dukungan untuk memperkuat industri dalam negeri. Itu karena kawasan berikat diberikan guna meningkatkan penyerapan bahan baku, penyerapan tenaga kerja, perbaikan mata rantai pasok, dan mendorong ekspor.

Menurutnya, selama ini kinerja pemberian kawasan berikat cukup memuaskan. Ia menambahkan Kemenkeu juga sudah bersinergi dengan antarinstansi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam menjalankan kebijakan tersebut.

"Hasilnya, terjadi peningkatan TKDN, penyerapan tenaga kerja, dan devisa hasil ekspor," kata Prastowo.

Jenis dan Tempat Tujuan Pengeluaran Barang dari Kawasan Berikat
Industri penerima fasilitas kawasan berikat mendapatkan serangkaian insentif fiskal. Di antaranya, mendapat penangguhan bea masuk, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 impor, serta pembebasan cukai saat mengimpor barang untuk masuk ke kawasan berikat.

Kendati demikian, pelaku industri harus melunasi pungutan ke negara jika hendak mengeluarkan barang impor dari kawasan berikat. Seperti yang dikatakan Prastowo, ada persyaratan yang diatur dalam PMK dan PER Dirjen Bea dan Cukai.

Beleid Menteri Keuangan dan Dirjen Bea dan Cukai telah mengatur ada enam tempat pengeluaran barang dari kawasan berikat. Itu terdiri dari luar daerah pabean (pasar internasional), tempat penimbunan berikat lainnya.

Baca Juga: Pemerintah Akui Impor Tekstil Ilegal Masih Marak

Kemudian, barang dapat dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean, kawasan bebas, kawasan ekonomi khusus (KEK), dan kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah.

Selanjutnya, ada 10 klasifikasi barang yang bisa dikeluarkan dari kawasan berikat. Itu mencakup bahan baku dan/atau sisa bahan baku, Bahan Penolong dan/atau sisa Bahan Penolong, pengemas dan alat bantu pengemas, barang contoh.

Kemudian barang hasil produksi yang telah jadi maupun setengah jadi, Barang Modal, peralatan perkantoran. Lalu, barang untuk keperluan dan/atau hasil penelitian dan pengembang perusahaan, sisa dari proses produksi, serta sisa pengemas dan limbah.

"Untuk mendukung perekonomian nasional, kami akan berkoordinasi dengan instansi lain termasuk Kementerian Perindustrian dan asosiasi pengusaha kawasan berikat, sehingga pengawasan selama ini berjalan efektif dan dapat menjaga fairness kepada semua pelaku usaha," tutup Prastowo.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar