07 Februari 2025
10:27 WIB
Jerman dan Jepang Akan Ambil Alih Pendanaan AS di JETP
Jerman dan Jepang disebut akan mengambil alih pendanaan AS terhadap JETP d Indonesia.
Petugas melakukan perawatan terhadap panel surya di atap gedung Hotel Claro, Makassar, Sulawesi Sela tan, Rabu (2/8/2023). Antara Foto/Arnas Padda
JAKARTA - Negara-negara seperti Jerman dan Jepang bergerak untuk memperkuat program senilai US$45 miliar untuk membantu negara berkembang meninggalkan bahan bakar fosil, setelah Amerika Serikat (AS) menarik diri dari peran kepemimpinannya.
Saat ini, mitra internasional tengah menggelar pembicaraan guna menjaga momentum program Just Energy Transition Partnership (JETP) yang disepakati di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, dengan fokus pada Indonesia, Vietnam, dan Afrika Selatan, menurut sumber yang mengetahui diskusi tersebut.
Jerman kini menggantikan AS sebagai pemimpin bersama dalam mengamankan sekitar US$20 miliar guna mendukung transisi energi Indonesia yang masih bergantung pada batu bara, demikian pernyataan Kementerian Federal Jerman untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan, seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (7/2).
Sementara itu, para pendukung global JETP sedang menilai dampak finansial jika AS benar-benar menarik semua dukungannya.
Sebuah pertemuan dijadwalkan bulan ini atau Maret untuk mengevaluasi keseluruhan inisiatif, termasuk perjanjian senilai US$15,5 miliar untuk Vietnam dan paket US$9,3 miliar bagi Afrika Selatan, kata salah satu sumber Bloomberg.
Diskusi juga akan mempertimbangkan dampak mundurnya AS terhadap potensi kesepakatan pendanaan bagi negara lain, seperti Kolombia.
Baca Juga: Hashim: JETP Cuma Omon-Omon, Hingga Kini Tak Ada Sepeserpun Diberikan Untuk RI
"Selama negara lain tetap berkomitmen, dampaknya masih bisa dikendalikan," ujar Putra Adhiguna, Direktur Pelaksana Energy Shift Institute yang berbasis di Jakarta.
Bulan lalu, Presiden Donald Trump menghentikan sebagian bantuan keuangan AS untuk negara berkembang dan menengah dalam menghadapi perubahan iklim.
Dia juga memulai kembali proses penarikan AS dari Perjanjian Paris untuk kedua kalinya, menegaskan bahwa negara itu tidak lagi ingin memimpin upaya global dalam mengurangi emisi.
Mundurnya AS dari diplomasi iklim dan pendanaan berisiko memperumit pelaksanaan JETP. Program ini awalnya dianggap sebagai terobosan saat pertama kali dirancang pada 2021 karena diyakini mampu menyatukan pendanaan publik dan swasta guna membantu negara berkembang besar beralih dari bahan bakar fosil.
Namun, hingga kini JETP menghadapi tantangan besar, mulai dari lambatnya pencairan pendanaan, perubahan kepemimpinan politik di Indonesia dan Vietnam, hingga kompleksitas dalam menutup pembangkit listrik batu bara yang masih memiliki masa operasional panjang.
Komitmen Mitra Global
Meskipun AS menarik diri, Uni Eropa tetap mendukung JETP. "UE tetap berkomitmen, meskipun mitra utama JETP AS tidak lagi bersama kami," ujar Diana Acconcia, Direktur Urusan Internasional dan Keuangan Iklim di Direktorat Jenderal Aksi Iklim Komisi Eropa dalam pertemuan di Jakarta.
Jepang juga berkomitmen mendukung dekarbonisasi dan transisi energi Indonesia, menurut pernyataan Kementerian Keuangan Jepang. Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Jepang, yang menangani keterlibatan Jepang dalam JETP Vietnam, belum menerima informasi mengenai peran AS ke depan, tetapi tetap mendukung transisi energi di negara tersebut.
Baca Juga: ESDM Yakin Keluarnya AS Dari Perjanjian Paris Tak Pengaruhi Pendanaan JETP
"Negara-negara lain di luar AS dan bank-bank global masih berkomitmen mengurangi emisi. Keputusan Trump memang disayangkan, tetapi mitra lainnya tetap melanjutkan dukungan mereka," kata Kepala Sekretariat JETP Indonesia Paul Butarbutar.
Sebelumnya, AS telah berjanji memberikan kontribusi US$2,1 miliar dalam pendanaan publik untuk JETP Indonesia, yang mencakup hampir seperlima dari total dana program tersebut.
Prospek JETP di Indonesia, Vietnam, dan Afrika Selatan
Presiden Indonesia Prabowo Subianto menargetkan netralitas karbon dapat dicapai pada 2050, satu dekade lebih cepat dari target sebelumnya.
Saat ini, Indonesia sedang berdiskusi dengan Bank Dunia, Jepang, dan mitra lainnya terkait keberlanjutan JETP, kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Vietnam tengah menyusun daftar proyek prioritas yang akan dieksekusi dalam skema JETP.
Sementara itu, pemerintah Afrika Selatan menegaskan tetap berkomitmen terhadap JETP dan belum menerima pemberitahuan resmi terkait rencana AS untuk keluar dari program tersebut.
Jerman dan Prancis telah menyalurkan €1,5 miliar (US$1,6 miliar) ke Departemen Keuangan Afrika Selatan melalui bank pembangunan mereka. Bersama mitra lainnya, mereka juga telah mengalokasikan $630 juta dalam bentuk hibah, termasuk US$55 juta dari AS.
Di sisi lain, kesepakatan JETP terpisah senilai €2,5 miliar untuk Senegal, yang ditandatangani pada 2023, memang tidak melibatkan AS sejak awal.
Ketidakpastian sikap AS menjadi perhatian utama, tetapi tidak serta-merta menghambat komitmen negara lain dalam mendanai transisi energi. "Ini tekanan besar bagi seluruh sistem," kata Rémy Rioux, CEO Agence Française de Développement, lembaga yang menyalurkan kontribusi Prancis untuk JETP Afrika Selatan.