31 Januari 2025
19:26 WIB
Hashim: JETP Cuma Omon-Omon, Hingga Kini Tak Ada Sepeserpun Diberikan Untuk RI
Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi Hashim S. Djojohadikusumo mengatakan Konsultan Politik Presiden AS sudah mengkonfirmasi JETP merupakan program gagal.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi Hashim S. Djojohadikusumo. AntaraFoto/Andika Wahyu
JAKARTA - Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi Hashim S. Djojohadikusumo memastikan komitmen pendanaan transisi energi yang dikemas dalam Just Energy Transition Partnership (JETP) turut dihapus pascahengkangnya Amerika Serikat dari Paris Agreement.
"Ada program JETP US$20 miliar, itu saya kira sudah pasti ikut dihapus oleh Pemerintahan Donald Trump," ujarnya dalam sebuah sesi diskusi yang digelar secara hybrid, Jumat (31/1).
Bahkan, Konsultan Politik Presiden Amerika Serikat John Podesta sudah menyebut komitmen JETP merupakan program yang gagal.
Pasalnya, tak ada sepeserpun dana yang diterima Indonesia dari program JETP selama dua tahun berjalan. Dari kondisi itu, Hashim mengungkapkan program JETP hanyalah omong kosong belaka dari negara-negara maju.
Baca Juga: ESDM Yakin Keluarnya AS Dari Perjanjian Paris Tak Pengaruhi Pendanaan JETP
"Dua tahun berjalan, tidak ada satu dolar pun dikucurkan oleh Pemerintah Amerika Serikat, banyak omon-omon ternyata," kata Hashim.
Di dalam komitmen JETP, terdapat penyaluran dana hibah senilai US$5 miliar. Artinya, US$5 miliar dari komitmen US$20 miliar diberikan secara cuma-cuma, sedangkan US$15 miliar sisanya berstatus pinjaman.
Tapi di dalam klausul, hibah tersebut bakal disalurkan dengan catatan apabila dananya tersedia. Tetapi seiring berjalannya waktu, Amerika Serikat tak punya dana untuk menyalurkan hibah itu.
"Itu ada klausul dalam JETP itu US$5 miliar akan dihibahkan apabila dana tersedia. Setelah dicek kapan bisa dihibahkan, mereka bilang 'maaf, tidak tersedia'. Ini realitanya yang saya dengar dari kawan-kawan PT PLN," lanjut Hashim.
Karena itu, ada baiknya pemerintah membuang jauh-jauh harapan pendanaan senilai US$20 miliar dari program JETP.
Komitmen Environmental, Social, and Governance (ESG) pemerintah era Prabowo Subianto, sambung Hashim, bakal teruji secara otomatis dengan ditetapkannya target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%.
"Saya amat yakin kita akan melampau 8%, ini nanti ada dampak juga kepada suplai dan kebutuhan listrik dan energi. Semakin cepat, semakin besar pertumbuhan ekonomi, itu nanti membutuhkan suplai energi yang juga besar," jabar dia.
Baca Juga: Anak Buah Luhut Pastikan Pendanaan JETP Bukan Jebakan Utang
Pada kesempatan berbeda, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi justru menilai keluarnya Amerika Serikat dari Perjanjian Iklim Paris atau Paris Agreement, tidak mempengaruhi pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP) di Indonesia.
"Saya rasa sih nggak terlalu, ya. Pendanaan tadi kan ada dari Jepang, dari macam-macam," imbuhnya ketika dijumpai setelah menghadiri acara bertajuk, "Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Tantangan dan Peluang di Era Baru", di Jakarta, Kamis (30/1).
Dia menjelaskan, pendanaan dari JETP, sebagian besar berasal dari Jepang, bukan dari Amerika Serikat. Kucuran dana itu salah satunya digunakan untuk proyek pensiun dini PLTU batu bara.
"Jadi, pendanaan yang agresif malah dari wilayah Asia, bukan AS," pungkas Eniya Listiani Dewi.